Sudah hampir satu minggu semenjak kejadian di rumah Venus, saat di mana Alex mencekik Venus karena terbawa emosi. Venus benar-benar menutup semua akses agar Alex tidak mendekatinya. Sama sekali tidak membiarkan Alex untuk bisa menemuinya. Ketika laki-laki itu datang ke rumahnya, Venus selalu saja mengunci pintu rumah dan mematikan semua lampu, menutup semua gorden maupun jendela. Ia selalu bersembunyi kala Alex mengetuk pintu rumahnya. Begitu pun di sekolah, akhir-akhir ini Venus lebih sering ke perpustakaan, dimana perpustakaan merupakan tempat yang paling tidak disukai oleh Alex. Sehingga Venus bisa merasa jauh dari jangkauan Alex jika berada di perpustakaan sekolah.
Suara klakson motor menyadarkan lamunan Venus, ia menoleh ke arah suara klakson itu berasal. Ketika mengetahui siapa yang membunyikan klakson, dengan segera Venus membalikkan badan dan menjauh dari halte tempat ia melamun tadi. Ia berniat untuk kembali masuk ke sekolah, ia panik ketika bertemu orang itu, langkahnya sangat cepat, berharap ia dengan mudah dapat bersembunyi. Tapi sayang, orang itu ternyata sudah ada di depannya saat ini. Venus menunduk, mencoba menghindar dan mencari celah agar bisa segera berlari meninggalkan orang itu. Alex menatap tajam ke arah Venus, meraih dagu Venus, namun gagal, Venus menjauhkan wajahnya sehingga Alex tidak bisa meraih dagunya. Alex geram, ia tak peduli lagi, dicengkeramnya lengan Venus kuat-kuat, sehingga Venus pun terlihat meringis kesakitan.
"Ayo pulang!" ucap Alex penuh penekanan.
Venus menggeleng-geleng, ia menarik paksa tangannya dari cekalan Alex, setelah berhasil lepas, Venus pun berlari kencang menuju ke halte kembali.
"Venuuuuuus!!"
Tak mau membiarkan Venus menghindarinya lagi, dengan sigap Alex menyusul Venus dan segera meraih tangan Venus. Untung saja Venus belum masuk ke dalam angkot yang sudah ada di depan Venus.
"Maaf pak nggak jadi," kata Alex kepada si sopir angkot itu, si sopir itu tampaknya kecewa dan akhirnya memilih pergi meninggalkan dua orang yang sejak tadi lari-larian seperti Tom and Jerry. Venus menatap Alex ketakutan, gagal sudah rencananya untuk bisa benar-benar jauh dari Alex, nampaknya Alex memang tak akan membiarkan itu terjadi, Alex selalu saja mencari di mana pun Venus berada.
"Lep---"
"Kamu menghindariku, eh?" Belum juga venus menyelesaikan kalimatnya namun dengan cepat dipotong oleh Alex, Venus pun menutup kembali mulutnya yang tadi terbuka. Sudah tak berminat untuk bicara.
"Kenapa diam? Kenapa nggak jawab?" cerca Alex dengan menautkan kedua alisnya. Venus masih saja diam, ia mengabaikan semua pertanyaan Alex, walau sebenarnya ia takut kalau Alex berbuat yang tidak-tidak jika Venus mengabaikannya.
"Kamu menghindariku? Iya? Buat apa? Kamu takut sama aku? Takut kalau-kalau aku mencekik kamu lagi? Ck, Venus, dengerin aku, aku nggak akan lakuin itu lagi."
"Aku--nggak percaya," sahut Venus pelan, ia masih tak berani untuk membuat Alex emosi.
"Aku nggak akan nyakitin kamu lagi," ucap Alex datar, ia kesal karena Venus masih saja tak mau memaafkannya.
"Kamu bohong, tolong lep---" lagi, lagi-lagi Alex memotong ucapannya. "Sudah, ayo pulang!!!" Tegas Alex, ia menyeret Venus menuju ke tempat di mana motornya berada. Sudahlah, Venus menyerah. Ia tidak mau lagi membuat Alex emosi, lebih baik ia turuti saja apa kemauan Alex. Ia pun duduk di jok belakang dengan memakai helm yang diberikan Alex barusan. Alex menengok ke belakang, menatap lama Venus. Venus yang ditatap hanya bisa menunduk.
Alex berdecak, "Pegangan."
Dengan lambat, tangan Venus terulur dan akhirnya mencengkeram seragam Alex yang sengaja dikeluarkan itu. Tanpa aba-aba, Alex melajukan motornya dengan sangat kencang. Membuat Venus terjungkal ke depan, badannya terantuk mengenai punggung Alex. Ia takut. Dengan refleks, Venus melingkarkan kedua tangannya di pinggang Alex. Venus yang merasa sangat takut itu pun menangis, Alex seperti orang kesetanan. Ia mengendarai motor dengan ugal-ugalan, rasanya jantung Venus seperti akan copot dari tempatnya. Alex sama sekali tidak menggubris lampu merah, membuat para pengguna jalan lainnya memaki dirinya. Alex melakukan hal ini lagi ketika marah, sebagai peringatan pada Venus agar tidak mengabaikannya lagi."Lex berhenti, hiks, aku ta-takut."
Ciiiiiit
Lagi-lagi tubuh Venus terjungkal ke depan saat Alex dengan seenaknya mengerem motornya secara mendadak. Ketika Venus akan menarik tangannya, tangan Alex justru menghalanginya, dengan maksud agar tangan Venus tetap melingkar di pinggangnya.
"Jangan dilepas."
"Tapi banyak yang lihat Lex," kata Venus, mencoba memberanikan diri untuk protes.
"Kamu peduli? Biasanya kamu nggak peduli sama sekitar?"
"Tapi ini nggak bener."
"Nggak bener gimana?" Venus melotot kala tangan Alex yang satunya meraih kepalanya. Mengarahkan kepala Venus untuk ada di pundaknya. Venus tak tinggal diam, ia memberontak dengan menggoyangkan kepalanya.
"Ck! Diam!!" Bentak Alex.
"Aku mau pulang." Alex menghela nafas, menyalakan kembali motornya dan melaju membelah jalanan kota. Lima belas menit lamanya, Alex mengendarai motor menuju ke suatu rumah. Saat sudah sampai, Venus mengernyit. Pasalnya, Alex tak membawanya pulang ke rumahnya, rumah ini sangat jauh dari tempatnya tinggal. Mengapa Alex berhenti di sini? Rumah siapa ini?
"Ayo masuk," ucap Alex sambil menggandeng tangan Venus. Namun Venus tak mengikuti langkah Alex, ia diam di tempat. Membuat Alex menoleh menatap Venus.
"Kenapa? Ayo masuk."
Venus menggeleng, "Aku mau pulang."
"Iya, nanti. Sekarang masuk dulu." Venus kembali menggeleng.
"Nggak, aku nggak mau. Aku mau pulang."
Alex kesal sendiri, memaksa Venus untuk masuk ke dalam rumah tersebut. Namun Venus dengan keuh-keuh menolak, melepas genggaman Alex. Venus menatap rumah besar bernuansa abu-abu dengan sedikit warna hitam itu. Rumah yang indah namun terlihat mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlVen [Possessive Boy]✔ [TERBIT]
Fiksi RemajaToxic relationship By : Nur Nailis S Instagram : @nailissaa___