"Kamu bertengkar sama Rega?! Lagi?!!" tanya papa Alex dengan nada membentak.
Alex duduk dengan santainya di sofa, kakinya ia naikkan ke atas meja yang berada di dekat sofa tersebut, badannya pun menyandar ke punggung sofa. Ia menatap orang yang tadi membentaknya dengan pandangan meremehkan.
"Iya, anak kesayangan anda, kan?"
"Diam!!! Sudah berapa kali papa bilang sama kamu, nggak usah cari masalah!! Bisa-bisa nama papa tercoreng gara-gara kelakuan nggak jelas kamu!!"
"Oooh."
Papa Alex geram dengan reaksi yang ditunjukkan Alex padanya, laki-laki itu tak punya sopan santun sama sekali.
Pria paruh baya itu wajahnya memerah, nampak menahan amarah yang meletup-letup, rahangnya mengeras dan tangannya pun mengepal kuat.
"Sekarang juga kamu harus minta maaf sama Rega!!"
Alex tersenyum sinis, kemudian menegakkan badannya dan menjatuhkan kakinya ke lantai.
"Untuk apa saya minta maaf sama itu orang?"
"Alex!!!!!"
"Oh iya lupa, dia itu kan anak kesayangan anda ya, ckckck."
"Dasar Anak tak punya sopan santun!"
"Sopan santun, ya? Jujur saja, selama ini saya tak pernah diajarkan tentang hal itu. Jadi, ya mohon dimaklumi lah."
"Kelakuan kamu itu seperti nggak pernah dididik oleh orang tua kamu!"
"Memang benar kan? Saya tidak punya orang tua, mama saya sudah meninggal, dan papa saya malah pergi dengan pelacur."
"Anak kurang ajar!! Bisa nggak sih kamu jadi anak yang berguna sekali saja?! Hah?!"
"Berguna? Berguna bagaimana maksud anda?"
Papa Alex menggeram marah, pria itu menatap Alex nyalang. Nafasnya menggebu-gebu. Pri itu terdiam tak mampu menjawab pertanyaan Alex.
"Berguna seperti Rega? Kenapa sih anda dari dulu sampai sekarang, selalu saja menuntut saya untuk menjadi seperti Rega?"
Agaknya kini Alex pun tersulut emosi, laki-laki itu kini berdiri dan menatap pria di hadapannya dengan pandangan setajam elang.
"Saya ya saya!!! Rega ya Rega!!! Jelas berbeda!" bentak Alex tiba-tiba, ia membalikkan badan mencoba pergi dari ruang tamu yang menjadi saksi pertengkaran anak dan ayah.
"Anak kayak kamu itu nggak pantes hidup!" Alex yang tadi akan melangkah keluar, kini mengurungkan niatnya, ia mengepalkan tangannya, giginya bergemelatuk. Dengan gerakan cepat, laki-laki itu berbalik menatap pria paruh baya tersebut dengan mata penuh kilatan amarah. "Kalau bisa bunuh saja saya!" Setelah mengucapkan kalimat tersebut, tak mau menunggu lama lagi, Alex kembali berbalik meninggalkan ruang tamu dan menghampiri motornya yang terparkir di halaman rumahnya. Dengan emosi yang masih meletup-letup, Alex meninggalkan pekarangan rumahnya. Banyak yang berkecamuk di otaknya. Dalam relung hatinya, sebenarnya ia sedih, ia lemah, namun ia berusaha tegar di hadapan papanya. Laki-laki itu pandai sekali dalam menutupi kelemahannya. Laki-laki yang sebenarnya adalah penakut, menjelma menjadi laki-laki yang justru ditakuti banyak orang. Ia hanya mampu hidup di balik semua topeng yang ia buat sendiri. Sampai di tengah jalan kecil yang sepi. Karena melamun, hampir saja ia menabrak seorang gadis yang kini berdiri tak jauh dari motornya. Alex menyadarkan dirinya dan segera memarkirkan motornya di pinggir jalan. Ia menghembuskan nafasnya kasar. Ternyata gadis itu tak lain dan tak bukan adalah Jessi.
"Lex, kamu kenapa sih? Hampir saja kamu mau nabrak aku." Alex tak menjawab, pandangannya kosong. Kesedihan menjalar dalam dirinya. Jessi yang mengetahui itu meraih tangan Alex dan mengelusnya.
Dari dulu hanya dirinyalah yang paham dengan keadaan Alex. Namun, Alex nampaknya tak pernah menganggap kehadirannya, laki-laki itu hanya datang saat dia butuh.
Jessi menarik tangan Alex, mengajak laki-laki itu duduk di kursi dekat pohon.
"Ada masalah lagi? Ayo cerita..."
"Ternyata aku memang nggak punya siapa-siapa Jes," ucap Alex lirih.
Jessi menatap Alex nanar, jelas sekali kesedihan terpampang di wajahnya. Laki-laki itu terlihat hancur. "Satu-satunya orang yang aku sayang pergi, bahkan dia membenciku Jes. Dia pergi, dia pergi. lagi-lagi karena Rega."
"Lex--"
"Ternyata benar yang dikatakan papa, aku memang nggak pantes hidup."
"Lex, masih ada aku dan mama kamu yang sayang sama kamu."
"Kamu tau sendiri kan? Mamaku sudah meninggal karena kecelakaan."
"Ma-maksudku, tante Vika---"
"Nggak!!! Dia bukan mamaku. Dia jalang," ucap Alex sarkatis.
"Lex.."
"Iya, dia jalang yang dengan seenaknya merebut papa dari mama. Dia jalang yang menyamar jadi sok baik sama semua orang."
Jessi diam, ia tak berani lagi mengungkit masalah tante Vika. Jessi tau betul bagaimana dulu Alex sangat membenci tante Vika, bahkan sampai sekarang. Jessi tersenyum kecut, kini pandangannya beralih menatap rerumputan dibawahnya. "Kamu sekarang lihat kan? Cuma aku yang peduli sama kamu. Tapi kamu sama sekali nggak pernah nganggep keberadaanku. Aku tahu, aku memang menjijikkan di matamu. Tapi seenggaknya aku selalu ada di samping kamu."
"Venus yang menurut kamu baik, dia juga orang yang kamu sayang, apa pernah dia peduli dengan keadaan kamu? Nggak kan? Dia juga pergi ninggalin kamu kan? Dia benci sama kamu," lanjutnya. "Harusnya itu bisa buat kamu sadar. Cuma aku yang peduli sama kamu, cuma aku Lex. Kenapa sih? kenapa sih kamu nggak mau sekadar lihat aku? Apa semenjijikkan itu aku di mata kamu?” ucap Jessi frustasi, gadis itu menitikkan air matanya. tak dianggap itu rasanya sangat sakit. "Kalau disuruh untuk bisa seperti Venus, bakal aku lakuin Lex supaya kamu mau menghargai keberadaanku." Alex diam. "Andai saja kamu ada di posisiku, kamu pasti ngerasain sakitnya mencintai seseorang yang hatinya justru untuk orang lain."
"Mau sampai kapan kamu terpuruk kayak gini terus Lex, kamu juga punya hak untuk bahagia."
"Lupain semua orang yang ninggalin kamu, kamu hidup bukan untuk orang-orang seperti itu."
"Lihat aku Lex, masih ada aku."
"Aku ngelakuin banyak cara untuk bisa naklukin kamu, bahkan aku maksa papa aku untuk membujuk papa kamu, agar dia mau nyatuin aku sama kamu. Tapi apa? Aku justru terlihat lebih murahan. kayak nggak laku tau nggak." Alex masih terdiam, tak berniat bicara sedikitpun. Yang diucapkan Jessi memang benar adanya. "Ada saatnya kamu harus menyerah, sama kayak aku. Ada saatnya juga aku harus menyerah. Karena manusia itu punya batas kesabaran."
"Yang pergi ninggalin kamu, biarin."
Alex menghela nafas, mencerna semua kata-kata yang diucapkan oleh Jessi. Sorot matanya meredup.
"Kalau Venus nggak bisa buka hati buat kamu, walau sudah selama apapun dan sekeras apapun kamu nyuruh dia buat buka hati untuk kamu, ada saatnya juga sekarang justru kamu yang harus buka hati buat aku, Lex."
"Aku bisa kok merubah semua gaya hidupku, cuma buat kamu. Bakal aku lakuin kalau itu bisa buat kamu suka sama aku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
AlVen [Possessive Boy]✔ [TERBIT]
Novela JuvenilToxic relationship By : Nur Nailis S Instagram : @nailissaa___