Paginya, Venus terbangun dengan badan yang seperti remuk karena kelelahan mengurus Alex tadi malam, membawa laki-laki itu pulang ke rumahnya. Sangat sulit bagi Venus membawa Alex yang mabuk ke dalam taksi, apalagi tubuhnya yang begitu berat sangat menyusahkan Venus. Ketika sudah sampai di rumah Alex, Venus di sambut Vika dengan tatapan khawatir. Mama tirinya Alex itu akhirnya mengambil alih Alex dan mengijinkan Venus pulang karena memang sudah malam. Venus menghela nafas ketika mengingat kejadian tadi malam. Untuk pertama kalinya ia melihat Alex sehancur itu. Dari matanya sangat terlihat bahwa ia benar-benar terluka. Kehancurannya itu mampu membuat hatinya ikut teriris. Tak mau terlarut memikirkan Alex, Venus bergegas berdiri dan bersiap untuk pergi ke rumah sakit menjenguk Eva bersama Ferdi. Setelah selesai bersiap, ia segera menuju ruang makan dan mendapati Ferdi yang juga ikut sarapan bersama keluarganya. Ketika mereka sudah sampai di rumah sakit, Venus disambut senyuman hangat dari Eva. Gadis itu sangat senang melihat kedatangan Venus bersama Ferdi. Baginya, Venus dan Ferdi memang sangat serasi. "Kak Venus? Kakak datang jenguk aku?" Venus tersenyum dan duduk di samping Eva, tak lupa juga menaruh buah-buahan yang tadi ia bawa ke meja samping ranjang Eva. Ferdi yang tadi sempat masuk kini keluar karena memang harus menerima telepon dari seseorang. "Eva.. aku mohon maafkan aku ya," ucap Venus dengan pandangan memohon kepada Eva. Tangannya juga menyatu pertanda bahwa gadis itu benar-benar meminta maaf. Eva yang melihat itu hanya tersenyum dan menggenggam tangan Venus yang tadi menyatu itu. "Nggak kok, kak Venus nggak salah apa-apa." Kemudian terjadi keheningan di antara keduanya.
"Aku akan putusin Alex." Seketika Venus menoleh dan menatap Eva dengan pandangan yang serius. "Alex terlalu banyak membohongiku, dan dengan bodohnya aku percaya saja dengannya. Aku kira dia benar-benar mencintaiku. Tapi ternyata dia hanya kasihan karena aku punya riwayat penyakit jantung." Venus menggeleng tak setuju dengan pernyataan Eva barusan.
"Aku akan mengakhiri hubunganku dengannya. Dan menuruti ucapannya kak Ferdi. Ini yang terbaik untukku katanya." Eva menundukkan kepala. Kini giliran Venus yang berbicara. "Sulit sekali keluar dari hubungan toxic yang terjadi di antara aku dengan Alex. Di tambah sifat posesif Alex yang selalu mengekangku. Awalnya, aku kira Alex hanya mencintaiku. Awalnya, aku kira, ia bersikap sangat posesif karena takut kehilanganku tapi nyatanya itu tidak benar. Aku merasa benar-benar dipermainkan olehnya."
"Terjebak dalam hubungan toxic itu bukanlah kebetulan yang menyenangkan, Va,” ucap Venus mengakhiri perbincangan. "Dan terjebak dalam hubungan penuh kebohongan itu juga bukan takdir yang menguntungkan," sahut Eva pelan.•••••
Di tempat lain, Alex membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, dengan pandangannya yang mengarah ke atap rumah. Pikirannya melayang kemana-mana, dari lubuk hatinya, banyak sekali penyesalan yang harus ia terima. Bersedih saja tidak mampu mengubah segalanya. "Ternyata benar, buah jatuh tidak pernah jauh dari pohonnya."
Alex menoleh melihat Kedatangan Jessi dengan senyuman sinis yang tercetak di wajahnya.
"Aku kira hanya papa kamu saja yang pandai memainkan wanita."
"Tapi kamu juga sama."
Mata Alex memerah, "Jangan samakan aku dengan keparat itu!"
Jessi tersenyum meremehkan. Lagi. Memutar matanya malas.
"Mengapa mengelak?"
"Mengapa tidak terima?"
"Bukankah itu kenyataanya?" Alex ingin marah, tapi dengan cepat ia tahan. Namun ia menatap Jessi tajam dengan tangan yang sudah terkepal kuat.
"Lalu apa gunanya kamu membenci papa kamu Lex? Kalau akhirnya kamu juga akan meniru perbuatannya."
Cukup. Alex benar-benar tidak tahan dengan ucapan Jessi barusan. Ia marah. Ia marah karena yang diucapkan Jessi memang benar adanya.
"Berhenti mengucapkan itu!!!"
"Selama ini aku bersikap sangat baik sama kamu Lex. Menjadi sandaran kamu. Menjadi orang yang selalu siap sedia menampung semua kesedihan kamu. Menjadi orang bodoh yang mau-maunya saja hanya dijadikan pelarian."
"Tapi untuk sekarang tidak Lex, sudah cukup semuanya."
"Sekarang kamu harus merasakan kehilangan orang yang begitu peduli kepadamu. Kamu harus merasakan kehilangan orang yang dulunya selalu menjadi tempatmu berkeluh kesah."
"Karena selamanya aku nggak akan selalu jadi tempatmu berkeluh kesah."
"Ada saatnya aku juga akan lelah. Dan memilih mengundurkan diri."
KAMU SEDANG MEMBACA
AlVen [Possessive Boy]✔ [TERBIT]
Roman pour AdolescentsToxic relationship By : Nur Nailis S Instagram : @nailissaa___