47~Alven

10.7K 479 65
                                    

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"

Mau apalagi kamu kesini?"  Alex berdecak, ini bukan yang pertama kalinya kesialan seperti ini terjadi padanya. Setiap kali ia datang ingin menemui Venus, yang ia temui bukan Venus melainkan Ferdi. Entah bagaimama bisa laki-laki itu selalu di rumah Venus.  "Jangan menghalangiku lagi, Venus pasti di rumah, jangan berbohong padaku lagi. Sebenarnya aku sudah tau maksud kamu. Kamu mau menjauhkanku dari Venus bukan?" Ferdi tersenyum miring mendengar penuturan Alex tersebut, kedua tangannya bersedekap di depan dada, menatap Alex layaknya ia adalah musuh. Melupakan bahwa mereka dulunya pernah dekat, bahkan sangat dekat. "Kau sudah tahu maksudku, jadi pulanglah."
"Tidak, untuk kali ini aku tidak akan pulang dengan tangan kosong, kali ini aku harus bertemu dengan Venus."
Diam, hening. "Venus tidak di rumah."
Alex tertawa tiba-tiba, Ferdi mengernyit melihat orang aneh di depannya ini.
"Mengapa kau tertawa?" tanya Ferdi yang tak mengerti dengan tawa yang keluar dari mulut Alex secara tiba-tiba.
"Terlihat sekali kalau kau berbohong, mengapa hanya alasan itu saja yang kau tujukan setiap kali aku ingin bertemu Venus? Selama ini aku diam bukan berarti karena takut padamu."
"Aku kesini datang secara baik-baik, aku ingin bicara dengan Venus, beri aku kesempatan, sebentar saja."
Sebenarnya, Alex tak pernah menghindar dari Venus, bahkan laki-laki itu selalu berusaha untuk bisa bertemu dengan Venus, walau sebulan sekali ia datang ke rumah Venus, namun berakhir selalu  gagal karena Ferdi yang menghalanginya. Bukan hanya di rumah, saat di sekolah pun, tepatnya waktu pulang sekolah, entah bagaimana, Ferdi selalu ada di dekat Venus. Nyaris tak pernah lepas, padahal laki-laki itu juga memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan. Lima bulan ini, Venus tak pernah terlihat batang hidungnya, gadis itu selalu melarikan diri ke perpustakaan dan duduk di dekat penjaga perpustakaan agar Alex tidaak memiliki celah menarik dan memaksanya pergi. Setiap istirahat, Alex selalu menciba datang ke kelas Venus bahkan sebelum bel berbunyi, namun yang terjadi? Venus seolah acuh dan segera berlari secepat mungkin untuk menjauhi Alex.
"Tidak bisa. Ku akui, Dia memang di rumah, dia tidak bisa di ganggu," ucap Ferdi akhirnya jujur bahwa Venus ada di rumah. "Venuuuuuus!!!" teriak Alex mengabaikan ucapan Ferdi, ia sudah geram tiap kali di halangi oleh laki-laki itu. Ia sudah sangat ingin bertemu Venus. Ia merindukan gadis yang ia cintai itu. "Keluar! Aku ingin bertemu denganmu, aku merindukanmu." Ferdi mengepalkam tangannya kuat, matanya menatap Alex tajam, wajahnya berubah memerah.
"Cukup!!"  Alex tersentak, gawat, Ferdi marah. Alex tau seberapa garangnya laki-laki itu jika sedang marah. Laki-laki itu sangat brutal melebihi dirinya. Jika Alex jagoannya dalam bertengkar, Ferdi jauh menduduki tingkat tertinggi dalam hal menghabisi musuh. Dan sekarang baginya, Alex adalah musuhnya.
Dengan tidak sabar, Ferdi menghantam wajah orang di depannya. Selama ini ia sudah berusaha sabar dengan mengusir Alex secara halus, namun semakin lama laki-laki itu tak gentar untuk selalu datang ke rumah Venus dan justru semakin bertindak seenaknya. Seolah tak menghargai Ferdi. Ferdi paling benci dengan orang yang tak menghargai dirinya. Alex tersungkur di atas tanah, ssbenarnya Alex juga ingin menghantam dan menghabisi Ferdi, namun sekelebat bayangan Venus membuatnya menahan niatnya itu. Ia susah bertekad akan berubah menjadi laki-laki baik yang tidak mudah terpancing emosi. Ia tidak ingin Venus membencinya jika ia menghajar Ferdi saat ini. "Mengapa kau.. shh..memukulku?" tanya Alex dengan ringisan kecil karena merasakan sakit di bagian pelipisnya. "Kau mengabaikan ucapanku, jangan pernah lagi berusaha menemui Venus. Dia tidak mau bertemu denganmu."
"Aku tidak percaya, kau berbohong kan?"
Terlihat rahang Ferdi mengeras, dan Alex mengetahui itu, sebelum Ferdi memukulnya lagi, ia pun berdiri dan berniat untuk pergi.
"Baik, aku akan pergi. Tapi aku akan kembali." Setelah berucap demikian, Alex menjauh dari Ferdi si laki-laki ganas yang menyeramkan melebihi dirinya. Laki-laki penuh kelembutan jika dengan seseorang yang ia sayangi, namun bisa berubah menjadi iblis jika dengan seseorang yang dianggapnya musuh. Sebenarnya bisa saja Alex membalas semua pukulan dari Ferdi tadi, namun pemikiran tentang Venus yang membencinya membuatnya berkali-kali mengurungkan niatnya. Ia berubah menjadi laki-laki lemah ketika bayangan Venus yang membencinya itu menghantui dirinya. Ferdi mencoba menetralkan emosinya, ia menghembuskan dan menghirup nafas berkali-kali. Derap langkah kaki, membuatnya berbalik menatap ke arah suara itu berasal. "Di? Siapa? Tadi ada yang memanggilku?"
Ferdi meneguk ludahnya pelan, untung saja Alex sudah pergi. Ia tidak ingin Venus bertemu dengan laki-laki itu, entah mengapa ia sangat tidak rela jika keduanya saling bertemu.
"Ooh, tidak, tadi itu ada--"  Ferdi tak melanjutkan ucapannya, ia bingung harus menjawab apa.
"Mm, lebih baik kita makan, Bibi sudah menyiapkan makanan kan di dapur?"  Walau merasa aneh karena Ferdi mengalihkan pembicaraan, Venus tetap menurut dan membuntuti Ferdi dari belakang menuju ke dapur untuk makan. Hari sudah gelap, hujan yang tadi turun pun sudah agak reda. Venus mengendikkan bahu mencoba tidak menerka nerka apa yang sebenarnya terjadi pada Ferdi.

______________________



"Aku sekarang sadar Ven, sebesar apapun usahaku untuk memperjuangkan dirinya, itu sia-sia. Hatinya bukan milikku. Percuma, aku tidak bisa membuatnya membalas perasaanku, karena hatinya sudah berlabuh di hati orang lain. Dan itu kamu."
"Shhh, Neina, sudah, jangan bersedih lagi. Buka mata kamu, sebenarnya banyak yang suka sama kamu di luar sana, biarkan saja dia yang tak menghargai perjuanganmu."
Neina menangis tersedu-sedu di dekapan Venus, ia memeluk sahabatnya itu erat.

"Apa aku harus seperti kamu dulu? Agar Rega bisa suka sama aku? Apa aku harus secantik kamu? Agar Rega mau melirikku. Percuma kami berpacaran selama 8 bulan, kalau akhirnya sudah bisa aku terka dari awal. Ia mendekatiku hanya karena punya niat lain, yaitu untuk mendekatimu Ven."

"Pernah aku iri sama kamu, sampai aku berbuat jahat padamu waktu dulu. Aku minta maaf."

"Neina, sudahlah, aku sudah melupakan semua itu. Sekarang kamu jangan bersedih lagi. Masih ada aku di sini. Lupakan Rega. Dia bukan yang terbaik untukmu.

"Malam ini Neina datang ke rumah Venus secara tiba-tiba, gadis itu langsung memeluk Venus kala sudah sampi di kamar Venus.  Neina baru saja putus dengan Rega bulan lalu, namun Neina sepertinya tidak bisa melupakan Rega barang sedetikpun. Ia terlalu kalut dalam kesedihannya, dan karena ia sudah tak tahan, Ia kini mencurahkan rasa sedihnya kepada Venus.  Sebelum Neina masuk, Ferdi awalnya melarang gadis itu untuk menemui Venus. Dengan alasan kalau Neina masuk, Ia akan merusak jadwal belajar Venus.

"Neina," panggil Ferdi yang sudah ada di ambang pintu kamar Venus. Neina yang akan membuka mulut itu mengurungkan niat san menatap Ferdi kesal. Laki-laki itu mengganggu waktunya dengan Venus. Ia dengan cekatan menghapus air mata, menatap Venus seolah meminta agar Venus mengusir Ferdi dari kamarnya.

"Sudah waktunya Venus belajar, kamu lebih baik pulang, sudah jam 8 malam," tegas Ferdi. Neina lagi-lagi menatap Ferdi kesal. Dasar pengganggu! 

"Dia masih butuh tempat bersandar Di, dia sedang sedih. Biarkan Neina disini."

"Nggak, sekarang bukan waktunya untuk hal yang tidak penting. Kamu harus belajar, seminggu lagi ujian."

Bahu Venus merosot, sudah dipastikan Ferdi tidak akan memberinya waktu untuk bersama Neina. Laki-laki itu harus memastikan bahwa Venus benar-benar belajar.

"Neina, sekarang kamu pulang, akan aku antar," ucap Ferdi beralih menatap Neina. Kekesalan masih melanda dalam diri Neina, gadis itu berdiri dengan kasar, berjalan cepat dan menyenggol tubuh Ferdi dengan kasar pula. Ia terlampau kesal dengan Ferdi.

"Tidak perlu! Tidak sudi! Dasar pengganggu!"

Setelah berucap demikian, Neina melenggang pergi dan menghilang dari pandangan Ferdi maupun Venus. Ferdi yang melihat itu hanya menggelengkan kepala. Senyumnya kini terbit lagi melihat Venus, mendekati Venus dan duduk di tepi ranjang.

"Venus, teruskan belajarnya. Aku harus pulang sekarang. Kamu jangan tidur larut malam."

Anggukan menjadi jawaban dari Venus, Ferdi berdiri di samping tempat duduk Venus, mengusap rambut Venus. Sedangkan yang diusap rambutnya itu hanya fokus menulis di buku.

"Aku mencintaimu."

AlVen [Possessive Boy]✔  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang