39~Alven

8.5K 339 16
                                    

Pandangannya terpaku ke luar jendela yang menampakkan sosok laki-laki jangkung pergi dari pekarangan rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pandangannya terpaku ke luar jendela yang menampakkan sosok laki-laki jangkung pergi dari pekarangan rumahnya. Laki-laki itu berjalan gontai seakan enggan meninggalkan rumah Venus. Venus sendiri yang melihat itu dari balik jendela hanya memandang Alex sendu. Disibaknya gorden dengan pelan untuk menutupi jendela kala laki-laki jangkung itu tiba-tiba menatap ke arah di mana Venus berada.  Setelah laki-laki itu sudah pergi, Venus kembali membuka gorden dan memandang jalanan depan rumahnya dengan pandangan kosong, seperti ada sesuatu dalam dirinya yang hilang. Ia menggeleng cepat, mengapa ia malah memikirkan laki-laki kasar itu? Pandangan Venus teralihkan ketika ada papanya masuk ke dalam kamarnya dan memanggilnya. Dengan segera ia menghapus air matanya dan tersenyum menyambut kedatangan papanya. Baskara-papa Venus memandang putri semata wayangnya itu dan kemudian duduk di tepi ranjang.  "Venus..."
Venus mendekat kepada papanya, memandang papanya yang sudah lama sekali ia rindukan kedatangannya. Papanya selalu sibuk mengurus pekerjaan, sampai tak pernah pulang untuk menemui Venus. "Mama kamu kemana? Kok Papa nggak lihat?"
"Arisan mungkin pa."
"Oooh." Hening terjadi diantara keduanya. Venus sendiri hanya mengutak atik buku digenggamanya dengan asal, sampai suara Baskara terdengar lagi memecahkan keheningan. "Bagaimana dengan sekolahmu?"
"Baik pa, Venus masih mempertahankan peringkat satu di kelas, dan paralel ke 2 di sekolah," ucapnya senang dengan memamerkan senyuman lebarnya ke arah papanya.
"Waaah, pertahankan selalu ya sayang."
"Hehe, iya pa." Mood Venus kembali membaik dengan percakapan sederhana itu. Ia merindukan perhatian kecil dari papanya. Bahkan kini senyumannya tak luntur, karena saking senangnya berada di dekat papanya. Rindunya terbayar kini.
"Alex itu? Pacar Venus?" tebak papanya tiba-tiba. Venus tahu kemana arah pembicaraan papanya kali ini. Dengan agak ragu ia pun mengangguk. Ya walau sebenarnya itu tidak benar. Tapi tidak mungkin Venus mengatakan bahwa ia selingkuhannya Alex, kan?
"Apa yang dia lakukan tadi? Apa dia menyakiti Venus?"
"Nggak kok pa, Venus nggak diapa-apain," bohong Venus karena memang malas memberitahu papanya. Ia tak mau papaya marah kepada Alex setelah ia ceritakan yang sebenarnya. "Venus yakin? Tapi ada bercak darah loh." Mata Venus melebar. Hah? Bercak darah? Apa itu darah dari Endra? Mengapa ia tak menyadari ada darah yang jatuh? "Jujur sama papa, nggak usah takut, sebenarnya apa yang terjadi? Hmm?" Tanya Baskara lembut dengan mengusap puncak kepala Venus dengan sayang. "Sebenarnya itu darah Endra pa, tadi-------
Venus menceritakan kejadian yang terjadi kepada papanya itu. Raut Baskara berubah-ubah kala mendengar semua yang di ceritakan putrinya. Pria itu tak habis fikir.  "Sejak kapan kalian berpacaran?"
"Sudah satu tahun lebih, pa."
"Hampir dua tahun? Selama itu? Apa dia selalu nyakitin Venus? Dia sering kasar sama Venus? Papa bisa saja melaporkannya ke polisi loh. Ini sudah tidak benar." Venus gelagapan, ia menggelengkan kepalanya cepat. Bukan karena apa, ia hanya tidak ingin memperpanjang masalah ini. Biarkan saja. Venus malas mengurusi masalah tersebut yang baginya sudah menjadi masalah yang biasa. Mungkin memang Venus merasa selalu terkekang, tapi entah mengapa ia bisa sebodoh itu membiarkan Alex berlaku seenaknya terhadap dirinya.  "Nggak Pa, nggak perlu sampai bawa-bawa polisi."
Papanya mengerutkan dahi. "Venus suka sama dia?" Venus hanya diam tak menjawab. Baskara mengangguk paham. Akhirnya ia mengalihkan pembicaraan.
"Maafin papa yang selalu sibuk dengan pekerjaan sampai papa nggak tahu apapun tentang Venus." Venus tersenyum dan memeluk papanya dengan erat, menyalurkan semua perasaan yang sedang ia alami saat ini.
"Venus sayang sama Papa, papa jangan pergi lagi, Venus ingin papa selalu ada di samping Venus."
"Venus ingin saat Venus sedih, papa yang selalu nenangin Venus."
Baskara melihat putrinya prihatin, ia memang tak pernah pulang karena pekerjaannya yang sangat menyibukkan itu. "Kalau perlu, ajak Venus pergi juga untuk bisa selalu sama papa." Baskara tersenyum tipis dan mengelus puncak kepala putrinya, ia merasa gagal menjadi ayah yang baik.
"Papa janji nggak akan pergi lama-lama lagi. Papa akan jagain Venus.”
Pergerakan cepat terjadi pada Venus. Gadis itu melepaskan pelukannya dan tersenyum lebar penuh semangat.
"Beneran pa? Papa janji?"tanyanya girang dengan mengengkat jari kelingkingnya tinggi-tinggi.
Lagi-lagi baskara mengangguk, suatu kebahagiaan ketika melihat senyuman di wajah Venus terbit kembali.
Namun sedetik kemudian senyuman Venus meluruh kala teringat sesuatu.
"Oh iya pa, Venus harus ke rumah Endra. Venus merasa bersalah sama dia, gara-gara Venus, Endra jadi korbannya Alex. Lagi," ucapnya lirih tak berdaya.
Dengan langkah gontai, ia mengambil cardigan miliknya yang berada di almari dan kemudian ia menyisir rambut yang sempat kusut tadi.
"Papa antar ya?"
Venus yang masih sibuk menyisir itu kini menengok ke arah papanya. Senyumnya terbit kembali. Ia pun mengangguk penuh semangat.
Setelah sampai di depan rumah Endra, Venus segera turun dari mobil.
"Pa, nggak ikut masuk?" Tanyanya kepada Papanya yang kini sibuk mengutak-atik ponselnya.
"Eh, maaf ya Venus, Papa harus jemput Mama kamu."
"Oooh iya Pa, hati-hati ya."
Anggukan dari Baskara sebagai jawaban atas ucapan Venus yang setelah itu Baskara melenggang pergi meninggalkan Venus.
Dengan langkah mantap, Venus mendekat ke arah pintu rumah Endra dan mengetuknya.
Setelah pintu terbuka, nampaklah mamanya Endra yang tersenyum manis menyambut kedatangan Venus. Venus pun dipersilahkan untuk masuk.
"Ndra, maafin aku ya," ucap Venus setelah berada di samping Endra. Yang sebelumnya meletakkan beberapa buah bawaanya di atas meja.
Endra diam, itu membuat Venus takut, takut kalau Endra tak mau memaafkannya.
"Nggak."
Rasanya Venus ingin tenggelam saat ini juga, Endra marah padanya kah? Tanpa di sadari, air mata Venus terjatuh. Ia menangis.
"Maafin aku Ndra, lain kali aku nggak akan seperti ini lagi. Aku mohon maafin aku, hiks," lirih Venus.
Endra yang melihat itu hanya cekikikan tidak jelas, Venus sendiri bingung memperhatikannya. Maksud Endra apa?
"Tapi boong, ahahahhaha."
Krik krik krik krik.
Endra menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Nggak lucu ya?"
"Lucuuu, lucu banget kok,"jawab Venus sebal dengan mengerucutkan bibirnya.
"Sudahlah, bukan salah kamu kok. Buat apa kamu minta maaf?"
"Tapi-tapi kan, gara-gara aku kamu jadi babak belur begini."
Endra tersenyum, menatap lekat-lekat manusia cantik di hadapannya. Venus terlihat sangat menggemaskan ketika cemberut. Lama sekali ia tidak melihat raut wajah Venus yang seperti itu.
"Jangan gitu dong mukanya, nanti cantiknya hilang loh."
"Bodo,"sahut Venus dengan memukul lengan Endra yang membuat laki-laki itu berjengit kesakitan.
"Eh, eh maaf Ndra, aku lupa."
Venus yang khawatir itu malah mengelus-elus lengan Endra. Lagi-lagi Endra hanya cekikikan.
Setelah itu hening, tak ada percakapan yang terjadi.
"Mmm, mau sampai kapan kamu ada dalam kungkungan Alex?"

AlVen [Possessive Boy]✔  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang