[Pengadilan Umum Jaedong, Korea Selatan]
Seokjin berdiri di depan juri untuk menyampaikan argumen penutup sebuah kasus pengutilan yang melibatkan kliennya.
Dengan alasan bahwa kliennya adalah seorang warga negara dan dia memiliki hak untuk menjalani persidangan, setidaknya itulah yang bisa Seokjin lakukan sebagai pengacara publikーmelakukan pembelaan sesungguhnya.
Setidaknya, Seokjin sudah mencoba mengatakan sesuatu. Walaupun secara teknis mungkin pembelaan ini terdengar begitu konyol sehingga tidak ada seorang pun yang berpikiran waras yang mau mempercayainya, tapi pikir Seokjin, masa bodoh, ia akan melakukan kewajibannya semaksimal mungkin.
"Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa Tuan Wong memberi tahu kita jika ia hanya melakukan kesalahan," ujar Seokjin penuh penekanan, "kesalahan itu pun bisa terjadi pada kita semua, saudara-saudara."
Seokjin tersenyum sejenak, melemparkan senyum ramah pada para juri untuk memperlihatkan betapa semua ini sangat masuk akal, "Tuan Wong mengaku bahwa dia tidak sengaja melakukannya. Masuk ke toko tanpa membawa keranjang, berpikir barang bawaannya nanti tidaklah banyak. Lalu ternyata di luar dugaan, barang yang dibeli lebih dari yang dia perkirakan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, semacam itu? Em, kurasa Anda semua paham maksudku. Jadi daripada repot kembali ke depan toko untuk mengambil troli, Tuan Wong lantas menyimpan beberapa belanjaan dalam ke dalam jaket dan berniat untuk membayar semua, nanti, setibanya di kasir."
Seokjin memandang mata setiap juri sambil mondar-mandir perlahan di depan barisan tempat duduk mereka, sinar meyakinkan tersorot tegas dari bola mata indahnya.
"Begitulah kisah yang sesungguhnya, saudara-saudara sekalian, dan dia memiliki hak konstitusional untuk menyampaikannya. Jika Anda merasa bahwa tuntutan yang diajukan tidak memiliki bukti kuat dan tidak terbantahkan, maka Anda harus membebaskan klienku dari segala tuduhan. Terima kasih."
Kemudian Seokjin duduk dengan penuh percaya diri sebisa mungkin, ketika seorang asisten jaksa wilayah berusia sekitar dua puluh tujuh tahun, berdiri dan berbicara dihadapan para juri. Pria itu berdeham dan Seokjin menyadari bahwa ia tengah memegang sebuah daftar berisi (kemungkinan) bukti di tangannya.
Oh, sial.
"Yang Mulia, Tuan Wong Hyun sudah menyembunyikan sebungkus roti tawar, dua bungkus ikan salmon asap, dua bungkus ramyun instan, satu botol jus minuman apel bersoda dan tiga bungkus sosis mini ke dalam jaketnya. Aku hanya meminta agar Anda semua menggunakan akal sehat. Berniat membayar? Aku bahkan ragu ia memikirkannya. Sekian dariku, terima kasih."
Asisten jaksa wilayah itu kembali duduk selagi Seokjin berpura-pura memandang lurus ke depan dengan membenahi letak bokong yang terasa panas. Sang hakim memberi instruksi pada para juri untuk melakukan diskusi, dan Seokjin berdiri dan mengemasi barang-barang sementara para pengacara dan jaksa penuntut lain bersiap untuk kasus selanjutnya.
Tidak jauh darinya Wong Hyung melenggang santai ke luar untuk merokok--Seokjin mengumpat dalam hati, memilih untuk sejenak beristirahat daripada harus berdiskusi kosong dengan sang klien.
Di sudut kanan Seokjin melihat dua wajah yang tidak asing di tengah orang-orang yang menunggu untuk membela klien-klien mereka.
Dua wajah tidak asing itu adalah Min Yoongi dan Kim Namjoon.
Dua jaksa muda yang tampanーsetampan cara mereka berpikir dan berargumen. Dan Seokjin sama sekali tidak keberatan dengan kehadiran keduanya yang seringkali menggoda, karena akhir-akhir ini mereka memang sering bekerja dalam ruang sidang yang sama.
"Dimasukkan ke dalam jaket untuk dibayar kemudian, eh?"
Seokjin menoleh, memutar bola mata ketika Min Yoongi datang menghampiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAWVE
FanfictionThe story between law and love. Between life and friendship. Because life is all about making choices. So...what would you choose? [Namjin Fanfiction] ーmain idea berasal dari sebuah novel berjudul The Law of Attraction © N.M Silber I do not own any...