Lloyd and Sagra: Rumour

148 16 0
                                    

Di perpustakaan salah SMU elit di Jakarta, ada beberapa siswa sedang membaca, atau belajar dengan tenang di sana. Begitupun Sagra Nertaja yang sedang fokus menatap bukunya dengan sebuah kacamata baca yang besar dan berframe tebal. Dengan rambut yang diikat satu kebelakang, hanya agar membuatnya terlihat rapi, dan baju yang disetrika rapi dan dicuci bersih, ia sudah terlihat seperti murid kutu buku biasa yang akan kau temukan di sekolah manapun.

Dari belakang Sagra, tiba-tiba terulur tangan yang sedang membawa beberapa lembar tissue, langsung mengusap hidung Sagra. Sagra terkejut, dan agak mendongak, namun ia segera sadar karena tissue di wajahnya jadi berwarna merah.

"Hampir menetes. Kamu mimisan lagi," ucap seorang pemuda yang sudah membantunya menghalangi darah menetes dari hidungnya.

"Maaf, terimakasih, Hanun," ucap Sagra, mengambil alih tissue di tangan pemuda itu.

"Jangan mendongak. Awas kalau kamu mendongak lagi. Darahmu nanti akan masuk ke saluran pernapasan," ucap Hanun Burhan, mengambil kursi di sebelah Sagra. "Menyandar yang tenang. Nah begitu," ucapnya kemudian.

Saat darah sepertinya sudah tidak keluar lagi, dan beberapa lembar tissue sudah berwarna merah, Sagra menghela napas.

"Tidur berapa jam?" tanya Hanun.

"Dua jam, setengah, kurang sedikit," jawab Sagra.

"Sudah berapa hari?" tanya Hanun.

"Lima hari," jawab Sagra.

Hanun mendesis marah. "Kau tidak tahu kita cuma punya satu nyawa?" tanya Hanun cepat. Sagra melepas kaca matanya, lalu menyibakkan poninya. Gadis itu tersenyum dengan cara yang tidak bisa ditolak Hanun. "Meski kamu melakukan itu dan aku jadi sedikit kurang marah, aku tidak akan melepaskanmu hari ini," ucap Hanun.

Sagra tertawa. Tertawa senang karena Hanun mengkhawatirkannya. "Apa lagi ini? Mau menghilangkan seluruh kemarahanku dengan tertawa secantik itu?" tanya Hanun.

"EISH! Kalian tahu ini perpustakaan, bukan tempat pacaran?!" seorang guru pria penjaga perpustakaan memukul kepala Hanun dengan punggung buku.

"Bapak juga jangan teriak-teriak, dong," Sagra mencemooh pelan sambil menahan tawa.

"Kalau kalian bukan dua anak paling cerdas di SMU ini, Bapak pasti sudah mengusir kalian dari perpustakaan, selamanya," ucap guru pria itu.

Hanun dan Sagra meminta maaf dengan tulus, lalu dua anak itu berusaha menahan tawa mereka saat guru itu sudah pergi.

Sudah tiga hari Sagra berada di rumah sakit. Pagi ini Sagra bangun dengan ekspresi paling gelap yang pernah ia tunjukkan di pagi hari sejak Hanun dipenjara. Para perawat yang membantunya hari ini agak keheranan, dan itu semakin parah saat Lloyd datang untuk kunjungan harian.

"Nona, anda sadar anda sudah memelototi sebagian besar perawat yang datang untuk membantu anda hari ini?" tanya Lloyd.

Sagra menyibak rambutnya. "Maaf. Kebetulan tidurku semalam tidak nyaman," jawab Sagra dingin.

"Kalau kebetulan ada fasilitas kami yang membuat anda kurang nyaman, mohon maafkan saya," ucap Lloyd, yang masih menelusuri tabel pemeriksaan berkala milik Sagra. "Ngomong-ngomong, anda bisa pulang hari ini. Tolong jangan mengurangi waktu istirahat anda lagi," lanjut Lloyd.

Sagra mengangguk dan ia meraih ponselnya.

Dengan dibawanya Sagra ke rumah sakit, Mahendra kembali datang ke perusahaan untuk menggantikan Sagra. Meski sebenarnya Sagra masih bekerja dari rumah sakit, Mahendra juga harus bertindak seperti Sagra tidak bisa melakukan apapun selain beristirahat dari rumah sakit.

Choices For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang