MUARA 18

8.1K 951 41
                                    

KEANU

Aku terbangun saat mendengar suara pintu digedor sangat kencang. Teriakan Andy menggema di luar kamar hotelku.

"Nuu, bangun woy. Gila, kayak kebo lu!"

Bangkit dari kasur, aku melihat jam weker di atas nakas tempat tidur. "Masih juga jam enam." suaraku terdengar parau.

"Gue udah setengah jam nungguin lo di luar, lo buka dulu pintunya. Orang-orang udah pada pergi ke Bandara dari tadi. Ntar kita ketinggalan pesawat."

"Shit," aku mengumpat. Kenapa aku bisa lupa kalau hari ini kami akan kembali ke Florida.

Aku tidak sempat untuk mandi. Seluruh pakaian langsug kumasukan ke dalam koper tanpa dilipat dengan rapit. Buru-buru aku memakai celana jeans dan jaket.

"Mobil yang ngantar kita udah datang?" tanyaku ketika pintu kamar sudah terbuka dan Andy bengong menatapku dari atas kepala sampai bawah.

"Lo serius?" Tapi Andy malah balik bertanya seolah tak yakin dengan penampilanku.

"Mobilnya udah ada nggak?" tanyaku lagi menekan.

"Udah, udah. Udah sejam nungguin kita."

"Yaudah buruan." Kami pergi dengan terburu-buru. Sepanjang jalan kami menuju lobby, Andy tidak berhenti mengoceh.

"Lo nggak mandi, Nu? Kucel banget penampilan lo."

"Udah ah buruan, ntar telat lagi."

Mobil kami melesak jauh meninggalkan hotel. Rombongan lainnya sudah ada di bandara lebih dulu. Untunglah Jakarta tidak terlalu macet hari itu sehingga perjalanan yang kami tempuh hanya memakan waktu setengah jam.

Aku dan Andy langsung berlari cepat masuk ke dalam bandara. Mungkin kami sudah tidak punya malu lagi melihat penampilan kami yang sudah kacau akibat berlarian.

"Anjrit." Aku mengumpat kesal saat meraba saku celanaku dan memeriksa isi di dalam tasku.

"Apaan?" Tanya Andy heran saat ingin check in pesawat.

"Sepertinya dompet dan handphone gue tinggal di hotel, Ndy." Kalang kabut aku menggeledah seluruh tubuhku.

"Gila lo. Nggak mungkin. Coba lo cek lagi deh siapa tahu ada."

"Nggak ada, Ndy. Mampus gue!" Aku benar-benar merutuki kebodohanku sendiri.

Aku diam sejenak mengingat dimana terakhir kali aku meletakkan dompet dan ponselku.

"Astaga, di atas nakas tempat tidur gue. Gue harus balik hotel lagi."

"Apa?" Andy kaget. "Nggak mungkin lah, Nu. Kita udah nggak punya waktu lagi."

"Terus gimana caranya gue pergi tanpa identitas?"

Andy menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ada-ada aja deh lo. Bentar gue konfirmasi dulu sama petugasnya."

Andy pergi berbicara dengan para petugas di counter. Dan kembali lagi setelah hampir lima belas menit di sana.

"Lo bawa paspor kan?"

Aku memeriksa tasku kembali, lalu mengangguk. "Alhamdulillah, untung gue bawa, Ndy."

"Petugasnya bilang bisa pake paspor aja kalau identitasnya hilang."

"Hufh...." aku menghela napas lega dan segera menyelesaikan masalah check in sebelum bergabung ke ruang tunggu bersama teman-teman yang lain.

"Kalian pada kemana sih?" Risa panik menghampiri kami.

TERBELAHNYA MUARA (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang