MUARA 23

9K 991 219
                                    

Berhubung part kemarin ruamee, aku cepetin apdetanya yaaah🤫🤭😋

KAHYANG

Sejak keluar dari rumah sakit sekitar dua minggu yang lalu, aku kembali melakukan aktivitas yang membosankan seperti biasa. Dan ponselku masih di bombardir oleh panggilan masuk dari bos di tempat kerjaku yang lama.

Katanya dia masih menunggu jawabanku, berharap aku memikirkan tawarannya secara matang. Tapi aku masih akan tetap menunggu kepulangan Keanu seminggu lagi.

Hari ini Kenzie dibawa liburan oleh orangtuaku ke Bandung selama tiga hari. Sedangkan aku memutuskan untuk menghabiskwan waktu menjaga boutique.

"Mba Kay...." panggil Arinda, salah satu karyawan di boutique-ku.

Aku memalingkah wajah dari jendela kaca di depan boutique yang tembus pandang dan bisa melihat mobil yang berlalu lalang di jalan raya.

"Eh iya, kenapa Rin?"

"Astaga, Mba, aku panggil dari tadi nggak dengar."

"Ah, masa sih?"

"Iya." Arinda mengangguk guna meyakinkan. Aku bahkan tidak sadar dia menyebut namaku dari jauh. "Mba Kay mau pesan makanan nggak? Aku dan Diah mau gofood makanan aja." Ujarnya sambil menunjukan aplikasi order makanan di ponselnya.

"Ng...." aku memutar bola mata. "Aku lagi nggak nafsu makan nasi, Rin." Mungki sejak keluar dari rumah sakit, aku belum mengkonsumsi nasi sama sekali. Selera makanku semakin berkurang, dan aku hanya sarapan susu beruang beserta roti setiap pagi. Dan siang harinya cream sup campur kentang goreng yang aku beli di restaurant fast food. Terkadang aku hanya perbanyak minum air putih. Timbanganku turun sampai lima kilo.

"Jangan diet-diet dong, Mba. Wajah Mba Kay makin pucat, tubuhnya makin lesu dan nggak bersemangat. Ntar Mba masuk rumah sakit lagi, lho." Kata Arinda perhatian.

Aku hanya cengengesan. "Nggak ah, aku minum vitamin terus kok." Pandanganku kembali ke kaca bening di boutique. "Tiba-tiba pengin jajan cilok yang ada di seberang jalan."

"Mau aku beli buat Mba Kay?" Tawar Arinda.

Aku langsung menggeleng dan beranjak dari kursi. "Aku nyebrang sendirian aja."

"Beneran nggak apa-apa, Mba?"

"Nggak masalah, kok."

Kemudian aku hanya mengambil beberapa lembar uang di dompet dan segera menuju seberang jalan. Pedagang ciloknya berhenti di depan salah satu sekolah. Aku nyaris rebutan dengan anak-anak SD yang mengelilingi gerobak cilok tersebut.

"Kang, satu ya...." teriakku langsung agar tak kalah dengan para anak SD yang ikutan teriak untuk memesan.

"Beli berapa Neng?" Tanya si penjual.

"Satu aja." Jawabku.

"Satu biji? Mana bisa Neng."

"Satu bungkus, Bang."

"Iya, satu bungkusnya berapa ribu."

"Ng..." aku menggaruk kepala. "Berapa ribu bisanya."

"Seribu juga bisa, Neng."

"Yaudah, seribu deh."

Lalu si penjual langsung menyiapkan pesananku dalam waktu yang sangat amat singkat.

"Kok cuma dua biji, Kang?" Aku menatap makananku yang sudah dibungkus plastik putih dengan nelangsa.

"Katanya minta serebu. Satu bijinya gopek Neng."

TERBELAHNYA MUARA (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang