Muara 3

15.1K 1.5K 21
                                    

     
KEANU

            Tadi malam aku mabuk berat, sampai-sampai besoknya aku telat datang ke sekolah. Alhasil aku diusir dan  tidak boleh mengikuti pelajaran hari ini. Sebagai seorang laki-laki yang mulai males duduk sampai bisulan mendengarkan penjelasan guru di depan kelas, diusir dari sekolah adalah hal yang menyenangkan.

            Aku duduk di kantin Pak Somat bersama teman-teman lain yang ikutan cabut dari sekolah siang itu.

"Kemarin gue lihat Kay jalan sama cowok, Nu." Aku lupa sudah berapa banyak orang yang mengadu padaku tentang Kahyang.

Semenjak kejadian hari itu, Kahyang benar-benar tidak menghubungiku. Dan setiap aku menghubunginya Kahyang selalu menolak panggilanku dan menolak ingin bertemu.

Ini Kahyangku, Ayangku loh, kalau ngambek sungguh bikin laki-laki manapun yang mengalaminya merasa tersiksa.

"Siapa sih tuh cowok, gue penasaran."

Abdul mengangkat kedua bahunya. "Bukan sekali, dua kali gue lihat mereka berdua. Kemarin gue juga lihat mereka berdua boncengan waktu pulang sekolah."

Aku meremas kaleng soda yang tadinya ada di atas meja.

"Kayaknya dia satu sekolahan sama Kahyang, Nu."

"Gue dengar-dengar sih." Riski menyambung. "Cowok yang lagi dekat sama Kahyang itu si Axel."

"Axel ketua geng di sekolahannya Kahyang? Yang tawuran lawan kita itu?" tebak Abdul. Riski mengangguk.

"Wah, gawat ni, Nu, kalau Kahyang benar-benar dekat sama Axel." Abdul geleng-geleng kepala.

"Gue bilang juga apa kan dari dulu, Nu." Riski menepuk pundak Keanu. "Jangan dekatin cewek SMA sebelah. Gini nih akibatnya kalau jatuh cinta sama SMA musuh."

"Gue sih bukannya apa-apa ya, Nu. Gue takut aja kalau Kahyang ntar bakalan di apa-apain sama Axel karena dia tahu elo deket sama dia."

Aku diam. Kaleng yang sejak tadi kuremas semakin tidak terbentuk. Aku melempar kaleng tersebut ke lantai sambil bangkit dari kursi.

"Gue mau ke sekolah Kahyang dulu."

"Sekarang?" Abdul tampak akget. "Kan belum jam pulang sekolah, Nu."

"Gue nggak peduli."

Abdul dan Riski hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah nekatku. Mereka pengecut karena memilih untuk menunggu di warung Pak Somat saja sedangkan aku sudah menyelonong masuk ke dalam pekarangan sekolah Kahyang.

Satpam mengejarku.

"Eh kamu siapa yang izini masuk? Keluar sana, keluar."

"Saya mau cari Kahyang, Pak."

"Nanti saja carinya kalau udah pulang sekolah. Ini masih jam pelajaran."

"Saya mau cari Kahyang, Pak," kataku berulang kali.

"Duh, Nu, saya nggak mau kamu bikin keributan di sini." Pak satpam selalu mewanti-wanti kalau aku muncul di sekolah ini. Bahkan setiap aku menjemput Kahyang di depan pagar saja, Pak Satpam selalu mengawasi.

"Yang, Ayang!" aku teriak tanpa peduli dengan lingkungan sekitar. Sedangkan wajah Pak Satpam sudah pucat pasi.

"Kahyang...." Aku semakin mendekati kelas Kahyang. Dan untungnya dia segera keluar sebelum aku semakin cari keributan.

"Kamu ngapain di sini, Nu?" mata Kahyang melotot lebar.

"Kamu jalan sama Axel?"

"Ha?" kedua alis Kahyang terangkat.

TERBELAHNYA MUARA (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang