CHAPTER 7

13.1K 263 1
                                    

“bisakah semua yang ada di dalam dirimu hanya untuk saya?” kata saya perlahan.

-----------------------------------------------------------

AMANDA’S POV

Mendengarkan pertanyaannya membuatku bingung harus menjawab apa. Aku tidak tau harus memberikan jawaban apa yang tepat untuknya. Dia menginginkan ku. Apakah ia sadar bahwa kami baru bertemu dalam waktu sehari ini? Mengapa begitu cepat ia ingin memilikiku? Apakah ini sebagai balasan untuknya ketika ia telah menolongku membayar biaya rumah sakit ibu?

“saya bertanya seperti itu bukan sebagai bayaran bahwa saya telah membantumu. Tidak, saya tidak sejahat itu. Saya sudah bilang padamu niat saya untuk menolongmu, bukan? Saya bertanya seperti itu karena saya memang menginginkanmu, bukan sebagai bayaran atas saya yang telah menolongmu. Kamu tidak perlu menjawab pertanyaan saya, lupakan saja.” Jelasnya.

Aku kaget dengan penjelasannya. Dia seperti mengerti isi pikiranku apa. Aku hanya dapat berdiam dan terus berdiam. Dia juga sama. Hanya diam saja. Sampai akhirnya orang yang tidak aku kenal datang menghampiri kami berdua.

“pak, saya harus berbicara dengan Anda ini penting.” Kata Kelvin.

“baiklah. Tapi sebelumnya, Amanda kenalkan ini teman saya yang tadi saya bicarakan, Kelvin.” Kata Edward.

Aku dan Kelvin berkenalan. Dia sepertinya seumuran denganku. Hanya saja dia memiliki tubuh yang besar dan wajah yang cukup dewasa. Jadi, tidak terlihat bahwa ia masih muda. Setelah itu, Kelvin dan Edward pergi meninggalkanku sendirian.

Aku menatap jendela besar yang menghubungkan antara ruangan luar dan dalam ruangan ibuku di rawat.

“ibu, apakah ibu tidak Lelah tiduran terus disana? Apakah ibu tidak merindukanku? Aku sangat rindu dengan ibu. Aku rindu bersenda gurau dengan ibu. Ibu tau tidak, aku rindu masakan ibu dan senyuman ibu tentunya. Manda rindu ibu pokoknya!”

Ku hapus dengan kasar airmataku sebelum melanjutkan perkataanku.

“ibu, aku ingin bercerita. Ada seorang lelaki kaya yang menolong kita. Dia membantu membayar perawatan ibu seluruhnya. Dia mengurus semuanya sampai ibu sembuh. Aku bertemunya di sebuah club malam yang aku kunjungi. Maafin Manda ibu, seharusnya Manda ngga kesana, namun keuangan Manda sudah tidak memungkinkan untuk membayar seluruh perawatan ibu disini. Sampai akhirnya Manda ingin menjual kehormatan Manda disana. Namun untungnya, ia datang dan menolong Manda. Tadi, dia mengatakan bahwa dia menginginkan Manda. Awalnya, Manda berpikir bahwa ia meminta balasan setelah menolongku, ternyata tidak. Manda harus apa ibu?”

Aku pun terisak.

Aku tidak sanggup menahan air mata yang membendung. Aku terus menangis dan berharap ibu dapat mendengarkan seluruh isi hatiku. Aku sangat menginginkan ibu terbangun dari tidurnya. Aku butuh ibu. Jika aku diminta untuk memilih harta atau ibu, aku akan memilih ibu. Harta dapat ku cari kemanapun namun ibu, aku tidak akan pernah mendapatkannya kembali. Ibu segalanya bagiku dan beliau adalah satu – satunya keluarga yang aku punya.

Aku melamun dan memikirkan bagaimana jika ibu ku pergi. Aku terus meneteskan airmataku tanpa aku sadari bahwa Edward telah ada disampingku.

“ibumu akan segera di operasi secepatnya. Besok dokter spesialis penyakit ibumu akan mengoperasi ibumu. Kamu jangan terlalu berlarut dalam kesedihanmu, karena itu hanya membuatmu jatuh semakin dalam. Jika kamu terjatuh, siapa yang akan menguatkan dan mendoakan ibumu.” Kata nya bijak sambil memberikan tissue untukku.

Aku mengambil tissue yang ia berikan dan menghapus airmataku.

“Sekarang kamu ikut saya pulang kerumah saya saja. Ibumu akan di jaga oleh Kelvin dan beberapa karyawan saya. Jika terjadi sesuatu, ia akan menghubungi saya. Kamu tidak perlu khawatir.” Katanya.
“aku mau disini saja menunggu ibu.” Kataku.
“besok hari yang melelahkan untukmu Amanda.” Tegasnya.

Benar.

Besok adalah hari yang berat dan melelahkan bagiku. Aku butuh banyak tenaga untuk menghadapi hari esok. Dan akhirnya aku menganggukkan kepalaku tanda menyetujui sarannya.

Dia segera meraih tanganku dan membawaku keluar rumah sakit, membukakan pintu mobil penumpang untukku. Aku tak lupa berucap terima kasih dan duduk didalam mobil. Dia pun menutup dan segera masuk kedalam mobil juga. Dia melajukan mobilnya keluar dari rumah sakit dan menuju kerumahnya. aku menatap ke luar mobil, melihat kendaraan yang melaju dari luar. Rasa kantuk menyerang dan membuatku tertidur.

EDWARD’S POV

Untungnya saya memiliki rumah yang saya beli beberapa bulan lalu disini. Walaupun pada akhirnya saya akan memilih memesan hotel daripada tinggal disebuah rumah. Namun ternyata bermanfaat juga dalam kondisi seperti ini. Kebetulannya saya sudah harus check out malam ini dari hotel yang saya tempatkan. Jadi, pilihan saya tepat untuk membawanya kerumah. Kebetulan rumah itu sudah ada pelayan untuk merawat dan menjaga rumah walaupun saya tidak ada.

Hening.

Seperti itulah situasi di dalam mobil hanya ada suara musik yang terputar didalam radio. Saya hanya berharap besok akan memberikan hari yang baik untuk dia. Saya tidak mau melihatnya bersedih, itu hanya membuat saya merasakan sesak di dada. Saya berharap Tuhan mendengarkan isi hati saya dan setiap doa yang gadis disamping saya ucapkan.

Saya mendengar dengkuran halus. Menandakan bahwa ia tengah tertidur. Mungkin ia lelah menangis dan memikirkan tentang kondisi ibunya yang sudah diambang kematian namun masih sangat diharapkan untuk hidup.

Tanpa saya sadari, saya sudah berada didepan rumah. Saya mengalihkan pandangan saya pada Amanda. Dia masih tertidur sangat pulas dan tak menyadari bahwa kami telah tiba. Saya usap pipinya perlahan berharap ia akan bangun. Namun, tidak ada tanda sedikitpun bahwa ia akan terbangun setelah di sentuh tidurnya. Saya baru ingat bahwa Amanda bukan sosok yang sensitif saat merasakan sesuatu ketika tidur.

Saya memutuskan untuk menggendongnya dan membawanya ke kamar. Namun, ketika saya akan turun Amanda sudah terbangun dan menyadari bahwa mesin mobil sudah mati.

“hmm… kita dimana?” katanya dengan parau.
“sudah di halaman rumah.” Kata saya.
“hah, sejak?” tanyanya terkejut.
“sepuluh menit yang lalu mungkin.” Kata saya dengan mengangkat kedua bahu.
“mengapa kamu tidak membangunkan ku?” tanya nya
“saya sudah membangunkanmu namun kamu tak terbangun juga.” Jelas saya.

Saya segera turun dari mobil dan membawanya masuk. Semua pelayan menyambut kehadiran saya dan saya hanya menanggapinya dengan senyuman tipis. Bukan tipe saya jika harus terlalu ramah pada bawahan. Bukan saya sombong, namun jika terlalu ramah akan membuat bawahan seenaknya saja dan berlaku tidak sopan.

Saya membawa ia ke kamar saya. Kebetulan kamar saya memiliki Kasur dengan ukuran besar. Jadi, cukup untuk saya dengannya dan tidak membuatnya risih.

“kamu bisa meminta bantuan pelayan yang ada didepan untuk mengenai pakaianmu. Kebetulan tadi saya sudah menghubungi pelayan saya untuk menyiapkan keperluanmu sebelum kita disini.” Jelas saya.

Ia hanya mengangguk dan menghampiri pelayan yang ada didepan kamar. Saya hanya tersenyum tipis dan segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri saya.

TO BE CONTINUED

-----------------------------------------------------------
Terima kasih sudah membaca

Arvi.

My Handsome DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang