CHAPTER 9

12.2K 246 6
                                    

AUTHOR’S POV

Edward segera beranjak dari ranjang dan mengangkat teleponnya. Sementara Amanda menarik selimut unruk menutupi tubuhnya. Ia mengatur napasnya yang tidak beraturan itu.

“ada apa?” tanya Edward.

“Pak, Anda harus segera ke rumah sakit bersama Amanda. Ibu Amanda koma, tadi beliau sempat mengalami kejang.” Jawab seseorang disebrang sana dengan nada yang terengah – engah.

Edward langsung menutup teleponnya tanpa menjawab penjelasan dari Kelvin. Ia segera memerintahkan Amanda untuk memakai bajunya dan segera berangkat ke rumah sakit. Amanda yang  mendengarnya shock dan langsung menangis. Ia segera memakai pakaiannya tanpa merasakan perihnya kemaluannya itu akibat adegan panas yang telah dilakukan namun tertunda.

Edward dan Amanda berangkat ke rumah sakit. Edward mengemudi dengan kecepatan diatas rata – rata. Amanda hanya terisak dalam diamnya. Ia tidak tau harus bagaimana, ia terlalu takut kehilangan ibundanya. Sosok yang sangat berarti dalam hidupnya dan hanya ia miliki satu -  satunya.

Mereka pun tiba dirumah sakit. segera mereka ke ruangan dimana ibu Amanda dirawat. Mereka terdiam dan hanya diam menatap monitor deteksi detak jantung ibu Amanda. Sangat lemah. Hanya itu. Tak lama, dokter memanggil Kelvin lalu diikuti Amanda dan Edward masuk keruangan dokter yang menangani ibu Amanda.

“kita sudah tidak bisa terlalu berharap.” Singkat dokter.

“mengapa dok, kita masih bisa memiliki harapan walaupun hanya setipis benang. Lakukan apapun yang terbaik untuk ibuku. Hiks…” kata Amanda diikuti dengan isak tangisnya
Edward hanya mengusap punggung Amanda menenagkan. Ia tak tau harus berbuat apa.

“jujur saya tidak tega harus mengatakan ini. Tapi saya harus mengatakannya…” kata dokter terpotong.

“apa dokter ada apa?” tanya Amanda cepat.

“sebenarnya, saya sudah mengenal ibumu sejak lama. Sejak ayahmu meninggalkan kalian berdua tepatnya. Saat itu ibumu konsultasi ke saya dan hasil diagnosanya adalah ibumu mengalami kanker jantung atau tumor jantung stadium 2 pada awalnya. Penyakit itu jarang sekali ditemukan atau tepatnya langka. Saya sudah merekomendasikan untuk menjalankan perawatan, namun ibumu hanya meminta untuk diberikan obat dengan alasan ibumu tidak ingin kamu mengetahui hal ini dan membuatmu sedih bahkan kepikiran. Saya sudah jelaskan juga resikonya apa pada beliau, namun beliau mengatakan bahwa beliau sanggup.”

Dokter berdiam sejenak sebelum melanjutkan pembicaraannya.

“sampai pada akhirnya stadium ibumu menjadi bertambah karena tidak ada tindak serius yang dilakukan, daya tahan ibumu sudah tidak sanggup menahan sakitnya dan akhirnya ibumu seperti sekarang. Seandainya kita ambil tindakan operasi pun, harapan kita sangat sedikit. Mengapa? Ibumu sudah terlalu lemah kondisinya dan jika boleh saya jujur, ibumu hanya bergantung pada alat yang melekat dalam tubuhnya saat ini. Jika alat – alat itu di lepas, ibumu sudah tidak ada.” Jelas dokter.

Amanda semakin terisak mendengar seluruh penjelasan sang dokter. Dia hanya bisa memukul pahanya yang menandakan bahwa dia amat sangat sedih mendengar hal ini. Dia benar benar rapuh dan terpukul.

“dokter, ibu Ricca mengalami kejang kembali.” Ucap sang suster tergesa – gesa.

“mari kita kesana.” Kata sang dokter.
Mereka semua pun ke ruangan ibu Ricca. Ya, ibu Amanda bernama Ricca. Hanya ada dokter dan suster yang boleh  masuk ke dalam ruangan. Sementara Amanda, Edward dan Kelvin hanya bisa melihatnya dari balik kaca besar.

Dokter dan perawat disana sibuk mengurus ibu Ricca. Mereka mencoba untuk membuat jantung ibu Ricca terus berdenyut. Dokter terus mencoba mengejutkan jantung ibu Ricca agar dapat berdetak kembali. Namun….

My Handsome DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang