Adel's POV
Kejadian tiga hari lalu buat aku sama sekali gak lupa dengan apa yang kami lakukan itu. Diruang kerjanya yang pasti. Aku sangat menikmati setiap sentuhan yang dilakukan oleh Edward. Mungkin terbilang sangat singkat karena aku tau bahwa dia itu kelelahan dan butuh pelampiasan atas rasa lelahnya itu.
Saat ini aku tengah menyiapkan barang - barangnya untuk perjalanan bisnisnya kembali setelah break beberapa waktu karena sakit. Ternyata dia akan menjalankan perjalanan bisnis ke London kota dimana ia membantu seorang gadis dengan cuma - cuma dan aku menyaksikan semuanya dengan mata kepalaku sendiri. Ada rasa takut yang hinggap didadaku. Ada rasa nyeri dan khawatir dia akan kembali kepelukan gadis itu, Amanda. Sangat amat takut disaat aku sudah memberikan semuanya kepada dia bahkan aku sudah jatuh kepadanya.
Edward itu adalah laki - laki kaya yang bisa melakukan apapun. Aku amat sangat tau mengenai kehidupan malamnya itu. Bermain judi, balapan bahkan melakukan one night stand dengan wanita - wanita yang menjual dirinya disana. Mana mungkin dia akan jatuh cinta denganku sementara dia hanya sukanya bermain - main diluar sana. Aku terlalu membawa perasaanku sampai jatuh seperti ini. Batin Adel.
Tak terasa mataku pedih dan meneteskan airmata.
Ceklek...
Pintu kamar mandi terbuka dan nampaklah Edward keluar dari kamar mandi yang hanya melilit handuknya dipinggang, membiarkan dadanya terekspos dengan bebas. Aku buru - buru menghapus air mataku dan menoleh ke Edward dengan tersenyum.
"Sudah mandinya?" tanyaku.
Dia hanya mengangguk.
Ia memang seperti ini, sifat dinginnya tidak akan pernah hilang dan hanya bisa bersikap seperti bayi ketika sudah diatas kasur bersama ku atau bersama wanita - wanita lain juga? Entahlah, aku tidak ingin banyak memikirkannya.
Aku berjalan mengambilkan pakaiannya, lalu menyerahkan nya yang duduk dipinggiran kasur sambil memainkan ponselnya itu. Aku kembali merapihkan koper untuk perjalanan bisnisnya itu.
"Kamu sudah menyiapkan pakaian mu sendiri, Adel?" tanyanya dingin..
"Sudah Edward," kataku.
Ia memakai pakaiannya dan aku tetap sibuk merapihkan beberapa setelan jas yang harus dibawa. Setiap perjalanan dinas itu akan selalu membawa dua koper dan satu tas ransel. Satu koper untuk setelan jasnya, satu koper isinya pakaian santainya beserta peralatan mandi yang harus ia bawa selalu dan tas ransel yang berisi beberapa dokumen yang akan digunakan di New York nanti, iPad dan laptopnya untuk kerja.
Selama dipesawatpun dia akan tetap bekerja sekalipun tidak memakai wifi sekalipun karena dia sudah menyiapkan bahan - bahan yang harus dikerjakan sebelum naik ke atas pesawat. Benar - benar laki - laki yang penuh ambisi dan pekerja keras.
Tak terasa ada tangan yang melingkar dipinggangku dan membuatku cukup kaget. Aku menoleh kebelakang dan ada Edward tengan menatap ku lekat - lekat.
"Hei apa ih?" tanyaku terkejut.
Dia hanya diam dan malah mengendus leherku lalu menghisap leherku pelan sampai terasa menjadi sebuah gigitan. Aku meringis pelan, tanganku meremas ujung koper yang tengah aku siapkan untuk pakaian santainya itu.
"Edward, kenapa huh?" tanyaku lagi.
Dia menggeleng dan mengeratkan pelukan dipinggangku.
"Kamu lanjutin, saya mau seperti ini aja," katanya dingin.
"Ya tapi susah berat kalau dagu kamu diatas bahuku seperti itu dong!" protesku keberatan.
"Gak berat kepala saya, Del," jawabnya enteng.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Daddy
LosoweHari ini, sungguh melelahkan. Pekerjaan hanya membuat saya lelah dan ingin segera merebahkan badan di kamar. Hm, mungkin ditambah cuddle dengan baby girl saya. Langkah kaki saya sudah sampai didepan pintu apartemen saya. Lalu, saya tekankan bel apar...