CHAPTER 12

10.5K 188 2
                                    

Adelia's POV

Namaku Adelia Veronica William. Aku biasanya di panggil Adel atau Lia.   Aku berasal dari keluarga sederhana yang tinggal disebuah apartemen kecil di New York. Saat ini aku hanya tinggal seorang diri karena ayah dan ibu ku sudah lama meninggal. Aku memang hanya tinggal sendiri disini, tapi aku masih memiliki keluarga yang bisa aku kunjungi dan menjadi tempatku pulang, yaitu Angel, nenekku.

Kalau kalian bertanya mengapa aku bisa secepat ini menjadi sekretaris disebuah perusahaan ternama di New York? Alasannya adalah aku lulusan terbaik di universitasku dan langsung di rekrut oleh Edward's Company.

Aku sudah hampir 2 tahun bekerja disana. Menjadi sekretaris seorang bos yang sangat - sangat dingin dan tidak ingin karyawannya membuat kesalahan adalah beban terbesarku. Tapi nyatanya, aku mampu menghadapinya. Selama ini, Edward tidak pernah mengeluh atas kinerjaku.

Ngomong - ngomong tentang Edward, saat aku berada di halte bus, aku melihat mobilnya menepi tidak jauh dari halte. Aku ingin sekali beranjak menghampirinya, tapi aku takut itu hanya membuatnya terkejut dan risih, karena ini masih diluar jam kerja dan diluar kantor. Jadi, kuurungkan saja niatku untuk menghampirinya sampai akhirnya mobil dia beranjak pergi jauh dari halte.

Ada apa dengan dia? apakah dia masih dalam pengaruh alkohol dan merasa pusing sehingga menepi dipinggir jalan? atau ia teringat dengan wanita yang ia sayangi? ah Edward, kau membuatku pusing.

Aku segera menepis semua pertanyaan - pertanyaan yang ada dikepalaku, aku tak seharusnya memikirkan dia, siapa dia dan siapa aku.

Tak terasa, bus ku sudah tiba di depan kantorku. Akupun segera turun dan sedikit merapikan pakaianku karena tadi sempat berdesak - desakkan.

Aku pun segera masuk ke dalam kantorku dan segera menuju meja kerjaku yang tepat berada didepan ruangan bosku, Edward.

Tak lupa aku ke toilet sebentar untuk bercermin dan memoles tipis wajahku dengan make up yang hampir hilang karena keringat yang mulai bercucuran. Setelah itu, aku segera beranjak dan ke meja kerjaku.

Ternyata Edward telah tiba dan aku segera membawa buku agendaku.  Aku mengetuk pintu ruangannya dan masuk setelah dipersilahkannya. Aku menjelaskan seluruh jadwal hari ini kepadanya.

"Adel, bisakah semua jadwal hari ini di cancel? Saya sedang tidak ingin bertemu orang dan melakukan apapun." katanya.

"Tapi pak..." kalimat ku terpotong

"Tidak bisa Adel, tolong batalkan semuanya." katanya tegas.

Aku hanya mengangguk patuh dan menundukkan sedikit badanku, lalu beranjak pergi.

Dasar bos, seenaknya saja menyuruh seperti itu. Memang dia pikir membatalkan janji semudah mengucapkannya kah? Dia tidak merasakan rasanya dibentak - bentak karena membatalkan begitu saja. Belum lagi, memperbarui janji temu dan lainnya. Gerutuku dalam hati.

Aku segera menghapus kasar airmata yang akan segera meluncur ke pipiku. Aku duduk dikursiku dan menenangkan perasaanku sejenak. Lalu, aku mulai merombak jadwal temu dengan para client.

-----------------------------------------------------------
Edward's POV

Saya tidak mempunyai selera untuk kerja hari ini. Memang seharusnya saya tidak boleh seperti ini sekalipun saya bos. Saya harus bisa profesional walaupun masalah pribadi yang sangat mengganggu pikiran saya. Namun, entah mengapa saya dengan mudahnya meminta Adel untuk membatalkan pertemuan dengan client hari ini.

Saya mengamatinya yang tengah sibuk mengurus perubahan jadwal pertemuan tersebut. Sesekali ia mengernyitkan dahinya dan menganggukkan kepala.

Saya tau bahwa hal paling memberatkan menjadi seorang sekretaris adalah harus merombak jadwal pertemuan lagi, harus menghubungi para client, harus merasakan di marah - marahi oleh client, dan bahkan di maki - maki. Padahal ia sama sekali tidak salah, tapi bos nya lah yang salah.

Saya minta maaf Adel, saya sudah membuatmu kerepotan karena saya sedang seperti ini.

Saya segera menggelengkan kepala saya. Biarkan dia seperti itu, sudah resiko dan tanggung jawabnya. Mengapa saya harus peduli dengan dia? Sudahlah Edward abaikan siapapun. Semua orang tidak peduli dengan dirimu.

Saya segera mengenakan jas dan merapikan pakaian saya yang terlihat kusut. Lalu, saya segera beranjak dari ruangan saya untuk pergi ke suatu tempat. Mungkin dengan saya kesana dapat menenangkan pikiran saya.

Saya sempat melirik Adel sebentar sebelum pergi begitu saja dan saya tau dia sempat berdiri dan menundukkan kepalanya tanda hormat kepada saya, namun saya abaikan.

Saya tidak peduli dengan sapaan para karyawan, terkadang hanya saya balas dengan anggukan saja. Selebihnya saya hanya menatap lurus kedepan. Saya memasuki mobil dan segera pergi dari perusahaan saya.

15 menit kemudian

Saya pun tiba ditempat yang saya tuju. Tempat sederhana namun menenangkan hati. Bukan hanya tempatnya, tapi pemandangannya yang indah membuat saya terkadang betah untuk berlama - lama disini.

Ya, saya tengah berada di cafe milik teman saya. Kafe yang berada jauh dari keramaian dan hanya ada pemandangan - pemandangan alam yang dapat menyegarkan mata. Suasana yang sangat menangkan dan menyejukkan bisa membuat siapapun enggan pergi dari sini.

Walaupun jauh dari keramaian, tetap saja kafe ini selalu ramai pengunjung. Mungkin tujuan mereka bukan hanya untuk menenangkan diri, tapi untuk membuat berbagai foto aesthetics untuk feeds sosial media mereka atau untuk pamer. Ada - ada saja.

Saya pun masuk ke dalam kafe yang disambut hangat oleh teman saya. Jacob namanya.

"Hei bro, sombong sekali kau tidak berkunjung kesini." katanya.

"Bukan sombong, saya banyak kerjaan Jac." kata saya.

"Sok sibuk sekali ya kamu, wahai pemilik Edward's Company." katanya dengan nada meledek.

"Ck kau. Meledek terus kerjaannya." kata saya.

Jacob menggiring saya ke tempat yang sudah dia sediakan khusus untuk saya. Tempat yang sangat strategis. Di pojokan kafe, berhadapan langsung dengan alam.

"Kau mau pesan apa?" tanyanya.

"Seperti biasa." jawab saya.

"Baiklah." katanya.

Dia segera beranjak pergi dan memerintahkan karyawannya untuk membuatkan pesanan saya.

Saya membuka laptop dan menjelajahi laman internet. Mencari sesuatu yang ingin saya ketahui. Lalu, ada e-mail masuk dari seseorang dan benar saja itu e-mail dari Steven, sahabat saya.

Saya meminta Steven untuk mencari sesuatu yang ingin saya ketahui dan benar saja, hanya dalam waktu seharian, dia dapat menemukannya. Tidak bisa saya bohongi diri saya bahwa sahabat saya ini memang hebat keahliannya. Tidak salah jika dia saya tempatkan untuk menjadi mata - mata di perusahaan saya.

Saya segera membuka isi e-mail itu dan membuka dokumen yang ada didalamnya. Saya baca dokumen tersebut dengan teliti sampai akhirnya pesanan saya tiba dan di letakkan diatas meja saya.

Kamu menarik juga. Tapi, saya hanya menganggapmu rekan kerja saya, tidak lebih.

Setelah selesai, saya pun menutup kembali laptop dan menikmati kopi yang saya pesan tadi. Aromanya dapat menghilangkan pikiran dan memabukkan saya dalam satu waktu.

"Kopi tidak hanya membuat seseorang merasa rindu, tapi kopi juga dapat membuat seseorang merasa candu dan mabuk karena aromanya."
- Arvi.

TO BE CONTINUED

-----------------------------------------------------------
Terima kasih sudah membaca

Arvi.

My Handsome DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang