ADEL's POV
Ini sudah tepat seminggu Edward di rawat dirumah sakit. Tadi dokter yang menangani Edward sudah menyampaikan bahwa ia boleh pulang hari ini, namun harus tetap istirahat dirumah setidaknya 2 hari. Setelah itu, baru ia diperbolehkan melakukan aktivitasnya kembali.
Sekarang aku bersama Edward sudah dalam perjalanan pulang ke arah apartement Edward. Tapi, jangan berpikir aku yang menyetir mobilnya ya? Sudah ada supirnya yang menyetir mobilnya.
Kini Edward hanya menyandarkan kepalanya ke bangku sambil memejamkan matanya, dan aku yang disampingnya hanya mampu melihatnya dari sudut mata. Ia tetap terlihat tampan walaupun hanya ku lihat dari sudut mataku.
Aku sangat ingin memeluknya dan mengelus keningnya. Memberikan kenyamanan agar dia bisa beristirahat selama diperjalanan, namun aku mengingat ucapan Edward saat aku tengah membereskan pakaian kotornya.
"Saya tidak ingin ada yang mengetahui kedekatan kita selain sebagai Bos - Sekretaris. Saya mau kamu tetap profesional didepan siapapun termasuk supir yang selalu ada dibelakang setir kemudi mobil saya."
Akupun mengurungkan niatku, siapa aku? Aku hanyalah seorang sekretarisnya. Aku tidak boleh berharap banyak akan tentang dia. Seharusnya aku bersyukur ia sudah tidak terlalu dingin dan kaku kepadaku.
Tidak terasa kami sudah tiba di basement apartemen Edward. Aku segera membangunkannya dan memberitahunya bahwa sudah sampai.
Akupun membawa tas dan barang - barang milik Edward ke apartemen dibantu oleh Ricki, supir Edward. Sementara Edward sudah lebih dulu turun dan melangkah masuk menuju apartement nya.
Aku hanya mampu menghembuskan nafas kasar dan sedikit memajukan bibirku. Aku cukup kesal mengapa dia benar - benar tidak peduli sama sekali kepadaku untuk membantuku dan supirnya. Mengapa dia sekejam ini? Dasar manusia es batu, cih. Gerutuku.
Kami semua berhenti didepan pintu apartement Edward, ia hanya terdiam dan itu cukup membuat aku dan pak Ricki bingung.
"Pak Edward, ada apa ya?" tanyaku pelan.
"Kartu akses saya Adel." jawabnya dingin.
Akupun terkejut dan segera membuka tasku. Mengambil dompetku dan merogoh isinya mencari kartu akses milik Edward. Untungnya ada, kalau tidak mati saja aku.
Edward langsung membuka pintunya, lalu masuk dan membiarkan aku dan pak Ricki diam termenung melihatnya. Lalu, aku masuk bersamanya dan meminta pak Ricki meletakkan barang - barang di dekat sofa saja, dan mengizinkannya pergi.
Kemudian, aku menutup pintu dan tidak lupa menguncinya. Mencoba menghampiri Edward yang duduk dipinggir ranjang dikamarnya sambil memijat pelipisnya.
"Mm Edward, are you okay?" tanyaku ragu.
"Ya." jawabnya singkat.
"Lalu, mengapa sikapmu sangat dingin seperti itu?" tanyaku kembali.
Edward mengangkat kepalanya dan menatapku sangat intens. Kemudian menghapus jarak diantara kita berdua. Lalu, ia mengecup bibirku sekilas.
Jantungku berdetak tidak karuan. Nafasku mulai tidak beraturan.
Sial, pikiranku sangat kotor. Fantasiku terlalu berlebihan. Bodoh kau Adel. Batinku.
"Saya tau kamu tadi menatapku dari sudut matamu, saya tau kamu tadi merutuki diri saya karena saya terlalu tidak peduli dengan keadaan. Saya tau saya kejam, Adel. Namun, saya tidak tau bagaimana caranya untuk ramah kepada orang, saya tidak tau bagaimana caranya untuk peduli terhadap orang..." ucapan Edward terpotong.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Daddy
RandomHari ini, sungguh melelahkan. Pekerjaan hanya membuat saya lelah dan ingin segera merebahkan badan di kamar. Hm, mungkin ditambah cuddle dengan baby girl saya. Langkah kaki saya sudah sampai didepan pintu apartemen saya. Lalu, saya tekankan bel apar...