16

1.2K 39 0
                                    

"Maksudnya?", tanyaku.

"Ya, aku ga mau org yg aku sayang pergi dari hidupku dan memilih untuk mencari kehidupan baru", jawab nya.

"Kamu sayang sama aku?", tanyaku.

"Iya, aku sayang. Tapi, aku belum berani menyatakan nya, jadi aku simpen aja. Tp skrg km udh tau. Dan aku mohon jaga itu baik - baik", ucapnya.

Aku hanya mengangguk - angguk mengerti.

"Tapi apa mksd km itu?", tanyaku lagi.

Bagas menghembuskan napas dg kasar. Dia menatap ke arah langit yg mulai menghitam.

"Aku paham kok kalo km ga bisa cerita", ucapku.

Aku pun jg menatap ke arah langit. Aku memejamkan mata. Bayangan masa lalu mulai menghampiri lagi. Semakin bayangan itu datang, semakin jelas juga luka yg pernah aku rasakan bahkan masih membekas dihati.

Tak terasa air mataku jatuh untuk kesekian kalinya, saat ada orang lain di sisiku. Padahal dari dulu aku selalu menjaga air mataku agar tidak terlihat oleh siapapun. Namun entah mengapa setiap ada Bagas, rasanya seperti tenang. Seperti ada yg berbisik padaku, 'tak apa menangislah didepannya, dia akan menguatkanmu'.

Tangan hangatnya menyentuh pipiku lagi, entah ke berapa kalinya. Mungkin ini terdengar hiperbola, tapi memang ini adalah pengalaman yg belum pernah aku dapatkan. Karena, yg aku dapatkan di masa lalu selalu menyebabkan luka yg entah kapan akan sembuh.

"Maaf, bukannya aku ga mau cerita ya cuman, belum siap aja", ucapnya.

"Gapapa aku paham kok, emang terkadang luka itu seharusnya disimpan sendiri, jgn sampai orang lain tau. Tapi jika km mau meluapkan beban dihatimu, ceritakan saja padaku. Aku siapa mendengarkannya", ucapku sambil tersenyum walau masih ada air mata yg mengalir di kedua pipiku.

"Kamu lucu ya? Kamu masih bisa tersenyum disaat ada air mata yg jatuh", ucapnya sambil mengusap air mataku.

"Kalo ku masih mampu tersenyum, kenapa engga aku lakukan. Walau aku tau ada kesedihan dan kepedihan yg aku rasakan", ucapku.

"Tapi, knp km selalu berusaha tersenyum saat hatimu menangis?", tanyanya.

"Karena, menurut aku kalo kamu tersenyum itu bia meringankan beban, walau sebenarnya beban itu masih kamu pikul", jawabku.

Bagas mengacak - acak rambutku, ya yg memang sudah berantakan karena terkena angin. Dan itu membuatku luluh dihadapan nya.

Aku pun bersandar di kursi, sambil menikmati langit yg penuh dengan kerlipan jutaan bintang. Bagas pun menarik kepalaku agar bersandar di bahunya. Awalnya aku kaget, namun Bagas berhasil membuatku luluh.

"Maaf aku belum bisa cerita ya", ucapnya.

"Gpp, mungkin itu luka yg msh membekas dan memberikannya rasa trauma, aku juga kayak gitu kok", ucapku.

"Tapi, km beruntung. Km kuat, km bisa beraktivitas seperti biasanya", ucapku lagi.

"Maksudnya? Kan km jg bisa kayak biasanya", tanyanya.

"Tapi, kan kalo km kayak bisa seneng - seneng bukan karena nutupi suatu hal. Sedangkan aku, aku harus nutupi rasa sakit, bahkan rasa takutnya di depan mereka. Bahkan aku minum obat pun diam - diam di depan mereka", jawabku.

Aku langsung reflek menutup mulutku, aku keceplosan. Pdhl itu adalah hal yg paling aku sembunyikan.

"Obat apa?", tanya Bagas curiga.

"Bukan apa - apa kok", jawabku gugup.

"Obat apa?!", tanya Bagas dg nada bicara mulai meninggi.

"Bukan apa - apa", jawabku mulai ketakutan.

LUKA RAHASIA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang