🛫 Stay here

46K 2.4K 65
                                    

Dengan perlahan, Saira pun mulai membuka kain yang menutupi jasad tersebut.

'Aku harap ini bukan kamu.. Walaupun itu mustahil.' batin Saira menangis.

Baru saja ia akan menurunkan kain tersebut. Tangannya pun di cekal oleh seorang suster.

"Maaf Bu... Ini bukan jasad Pak Morega yang ibu maksud." ucap suster tersebut lalu menunjuk kearah sepasang ibu dan anak yang tengah menangis sembari menghampiri brankar yang ada samping Saira.

Saira pun mundur beberapa langkah memberikan ruang kepada ibu dan anak tersebut. Namun, matanya tetap menatap lekat jasad yang ada di brankar tersebut.

Saat kain putih itu dibuka. Entah perasaan apa yang menggabarkan hatinya saat ini.

Sedih, lega, dan... Senang mendominasi menjadi satu.

Itu bukan Suami-nya. Bukan Captain Rega-nya. Dan bukan Bang lele kesayangannya sewaktu kecil.

Saira pun memejamkan matanya. Tangannya pun mengelus perut buncitnya dengan lembut.

'Itu bukan Yayah sayang.'

Ia pun berbalik menatap kedua mertuanya yang sama-sama lega melihat bahwa itu bukan Rega.

"Itu bukan Rega." isak Mama mertuanya sembari memeluk Saira dengan erat.

Saira pun menganggukan kepalanya sembari membalas pelukan mertuanya tak kalah erat.

"Saira." panggil papa mertuanya sembari mengacungkan ponsel miliknya yang berdering kehadapan Saira dan mama mertuanya.

Mata Saira pun membelalak kaget lalu merampas dengan cepat ponsel milik papa mertuanya itu.

"Captain." panggil Saira bergetar.

"Kamu dimana? Kenapa Apartemen sepi banget. Terus hp kamu kenapa gak aktip--"

"Tunggu disana. Aku bakal pulang." ucap Saira lalu menutup panggilan tersebut.

"Ma Pa. Kita ke Apartemen sekarang." tutur Saira lalu keluar dari ruangan tersebut dengan langkah yang tergesa-gesa.

***

'Cklek.'

Saira pun membuka pintu Apartemen nya dengan tidak sabaran. Matanya pun menilisik keseluruh penjuru ruangan untuk mencari keberadaan Rega.

"Captain." panggil Saira sedikit berteriak.

Tidak ada sahutan dan itu membuat Saira semakin panik.

"Captain."

Masih tidak ada sahutan. Air matanya pun yang semulanya mulai mengering. Kini mengucur kembali.

"Captain." suaranya pun semakin melemah.

Tubuh Saira pun luruh.

"Hikssss... Hiksss..." isaknya lagi.

"Saira... Hey."

Suara itu. Ia mengenalinya. Itu suara...

"Captain." pekik histeris lalu menubruk tubuh Rega untuk ia peluk.

Saira pun menenggelamkan wajahnya di dalam lekukan leher Rega.

"Kenapa gak sautin panggilan Ira tadi?..hiks hiks..." isak Saira pelan.

"Aku baru beres mandi sayang.

"Jangan pergi. Aku takut... Hiks." ucap Saira sembari mempererat pelukannya.

Rega pun membalas pelukannya lalu mengusap punggung Saira menenangkan.

"Nggak sayang. Aku disini." ucap Rega lalu mengecup puncak kepala Saira sayang.

***

"Aku gak kemana-mana. Kamu kenapa sih daritadi pelukin aku mulu." ucap Rega sembari terkekeh pelan.

Tangannya pun mengacak-ngacak rambut Saira gemas.

Saira pun mengerucutkan bibirnya tidak terima.

"Jadi gak mau aku peluk?." marah Saira sembari memalingkan wajahnya ke samping.

"Nggak gitu sayang. Tapi--"

"Tapi apa?!. Emang bener kan Captain gak mau aku peluk-peluk lagi?!."

"Sttt aku bukannya gamau kamu peluk. Tapi aku takut baby kita kejepit karna Buna meluk Yayah nya erat banget." jelas Rega sembari tersenyum manis.

Saira pun menatap perut buncit dengan pandangan sedih.

"Maapin Buna ya dedek. Pasti dedek sakit ya kejepit mulu." cicit Saira sembari mengusap-ngusap perutnya.

"Iya udah dimaapin tuh sama dedeknya." jawab Rega lalu mengecup pipi Saira berulang kali.

Saira pun mendongakan wajahnya lalu menatap Rega dengan pandangan sedih.

"Kenapa?." tanya Rega sembari mengusap-ngusap pipi Saira pelan.

"Captain berhenti aja ya.. Jadi pilot. Ira takut." jawab Saira dengan mata yang berkaca-kaca.

Rega pun menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Saira."

Saira pun menundukan wajahnya tidak berani menatap wajah Rega.

"Hey. Tatap aku." tutur Rega lembut.

Saira pun menggelengkan kepalanya berulang lagi.

"Please." mohon Rega.

Mendengar nada suara Rega yang terdengar memohon. Saira pun mendongakan wajahnya menatap Rega takut-takut.

"Kok takut gitu sih natapnya?." tanya Rega lembut.

"Takut Captain marah." cicit Saira pelan.

"Nggak sayang. Aku gak marah. Aku cuman mau bilang. Kalo aku gak bisa berhenti dari profesi aku."

"Kenapa?."

"Kalo yang kamu takutin ada problem saat aku nanti di pesawat. Tolong. Enyahin asumsi itu dari pikiran kamu." tutur Rega sembari menatap mata Saira lembut.

"Semua manusia, sebelum terlahir pun sudah memiliki takdir sayang. Entah itu rezeki, jodoh, maupun kematian. Jadi kalo mau ada apapun yang terjadi sama manusia, itu tuh sudah takdir. Mungkin sakit, kecelakaan atau apapun itu hanya sebagai perantaranya." jelas Rega kembali panjang lebar.

Saira pun mengambil tanga Rega lalu di genggam nya erat.

"Tapi Ira gamau lagi kehilangan Captain." cicit Saira pelan.

"Aku gak akan pernah ninggalin kamu. Kecuali maut yang memisahkan kita." tegas Rega sembari menatap Saira tajam.

Saira pun menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Ummm jangan kayak gitu dong natepnya." rengek Saira dengan suara yang teredam.

Rega pun terbahak melihat tingkah lucu Saira yang seperti ini. Ia pun memegang tangan Saira lalu di lepaskannya agar tidak menutupi wajah cantik istrinya itu.

"Lucu banget sihhh." gemas Rega lalu mengecup bibir Saira lama.

***

Bersambung...

Beberapa part lagi Yeyy..
Voment byk auto up cepet deh..

Btw, kalo cerita ini tamat. Gw ada cerita baru lagi lohhh.. Spoilernya : tentang kakel wkwk.

Marry Me Please Captain (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang