15. 00.00

1.9K 336 36
                                    

Author Pov.

Tempat asing yang tak diketahui Evangelizca itu suasananya mencekam. Ada sisa-sisa darah yang melekat di tembok-tembok, menunjukkan tempat itu pernah terjadi pembantaian.

Setelah kepergian Nicol dan Wexlyn, Evangelizca hanya terduduk pasrah di dasar lantai menunggu apa yang akan terjadi padanya dan Xerglow.

Sesekali terdengar siulan burung-burung hantu di luar membuat Evangelizca bergidik ngeri.

Selang beberapa menit, Nicol dan Wexlyn kembali menarik Evangelizca walaupun Evangelizca terus menolak namun tak dapat menandingi kekuatan Nicol dan Wexlyn.

Tubuh Evangelizca diletakkan di meja panjang yang tingginya sama rata dengan dada Nicol.

Di depannya ada sebuah perapian yang apinya sedang berkobar-kobar seperti memanggil Evangelizca untuk ditelannya.

Evangelizca hanya dapat memberontak namun tak dapat beranjak dari meja itu, karna kaki dan tangannya di ikat pada ujung-ujung meja.

"Lepasankan aku!" ronta Evangelizca dengan sorot mata tajam.

"Diamlah! Rasa sakit hanya terasa di awal setelah semuanya selesai kau tak akan merasakan apa-apa lagi" Nicol lagi-lagi menyengir seram.

Sontak Evangelizca meludahi wajah Nicol yang kebetulan sedang menunduk di depannya.

PLAK!

Wexlyn menampar pipi Evangelizca. "Jangan bertingkah berlebihan dan diamlah!"

Evangelizca meringis sakit. Dia membuang muka ke arah perapian.

Matanya menangkap sesuatu yang menggoncangkan jantungnya dengan hebat. Rambut dan kepala terlihat di balik api yang sedang berkobar itu.

Tiba-tiba suara lonceng membahana di dalam ruangan.

"Sudah pukul 00.00 saatnya kita mulai" ujar Nicol.

Wexlyn mengangguk mantap. Sedang jantung Evangelizca makin bergemuruh kuat.

Nicol dan Wexlyn menutup mata lalu melantunkan lagu dengan bahasa yang sulit dimengerti sambil keduanya berjalan mengelilingi Evangelizca.

Xerglow mengangkat wajahnya menatap Evangelizca dengan iba. Ingin rasanya dia berlari menarik Evangelizca dari tempat itu lalu pergi sejauh mungkin. Namun, untuk menyelamatkan dirinya saja dia tak mampu.

Lagu selesai dinyanyikan.

Kedua mata mereka terbuka.

"Berikan!" ujar Nicol sambil membuka tangan ke arah Wexlyn.

Wexlyn mengulurkan sebuah belati ke tangan Nicol.

"Mau apa kalian?" pekik Evangelizca.

Xerglow menggoyangkan tubuhnya yang tergantung melekat pada tembok. Dia berusaha agar dapat terbebas dan menyelamatkan Evangelizca. Namun semakin Xerglow bergerak, semakin pula darah segar mengucur dari balik luka-lukanya.

"Mmmm" ronta Xerglow dari balik selotip di mulutnya saat melihat Nicol mendekati Evangelizca dengan memegang belati.

***

Di sekolah saat jam istirahat, lagi-lagi seorang lelaki duduk di bawah pohon tua dan berbicara sendirian.

"Ini mungkin sudah sekian kali kau mendengar ceritaku. Namun, kali ini ceritaku sedikit berbeda dengan sebelumnya. Ibuku sedang terlibat dengan perjanjian iblis. Aku takut, sesuatu yang buruk sedang terjadi sekarang. Apa yang harus kulakukan?" tanyanya.

"Bigger!"

"Siapa yang memanggilku?" batin Bigger.

Bigger berdiri dan mencari pemilik suara namun dia tak dapat menemukan siapa-siapa di situ.

Sebuah pemandangan mengejutkannya seperti yang dialami Evangelizca.

Cahaya dari balik pohon muncul.

"Seseorang membutuhkan pertolonganmu!"

Suara yang sama bergema.

Bigger melangkah mendekati cahaya yang sedari tadi menarik perhatiannya.

Dia mengulurkan tangan pada cahaya itu, seketika tubuh Bigger menghilang dari bumi.

***

"Tempat apa ini?" ujar Bigger saat membuka mata dan berada di tempat asing baginya.

Bigger menatap ke luar gedung, langit hitam pekat bertaburan bintang.

"Sudah malam? Kenapa waktu berputar cepat sekali? Bukannya tadi masih siang dan aku sedang berada di sekolah?" gumam Bigger kebingungan.

Bigger berjalan memeriksa tempat yang saat ini dia tempati.

Tembok-tembok penuh hiasan kepala-kepala hewan bertanduk. Juga penuh bekas-bekas darah yang menempel di tembok.

Bigger meringis kaget bercampur ngeri saat tersadar menginjak tulang tengkorak manusia.

Dia melangkah cepat menghindar lalu berjalan lagi.

Bigger mengusap-usap lengannya ketika dia merasakan hawa menyeramkan yang membuat bulu roma tegak berdiri.

Bigger mendekati tembok, dia merasa sedikit aman jika memegang sesuatu daripada berjalan di tengah-tengah ruang kosong, selalu saja halusinasinya berputar di otak tentang seseorang yang akang tiba-tiba muncul dari belakang dan memegang pundaknya.

Langkah Bigger terhenti. Dia merasakan memegang sesuatu yang menempel pada tembok.

Rasanya ada cairan mengenai tangannya.

Bigger menoleh.

Tangan Bigger menyentuh sepasang kaki telanjang dengan darah menetes.

"Aaarggh!" jerit Bigger lalu cepat-cepat melepaskan tangannya.

Bigger menatap sepasang kaki itu lalu beralih tatap ke atas.

"Bocah aneh?" Bigger terjatuh di dasar sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Mmmm" Xerglow mencoba berbicara namun mulutnya masih tertutup selotip.

Bigger menyadari dan langsung berdiri membuka selotip itu. "Bocah aneh, apa yang terjadi denganmu?"

"Jangan bicara keras! Kita harus menolong Evangelizca! Dia dalam bahaya!"

"Bahaya?"

"Tolong aku dulu! Ayo cepat!" pintah Xerglow.

***

Come Here! (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang