8. Trauma Buih

2.3K 394 54
                                    

"Hei! Cepatlah, kita bisa terlambat!" Xerglow menarik tanganku menghindar dari lukisan itu.

Aku yang masih bingung dengan keadaan, pasrah digandeng Xerglow keluar dari pintu.

Sayap Xerglow terbuka seketika tubuhnya terangkat naik. Aku yang digenggamnya tersentak kaget karena tubuhku terbawa Xerglow di udara.

"Aku takut!" teriakku kecang sambil meremas tangan Xerglow.

"Tutup matamu!" ujar Xerglow lalu menarik tubuhku lebih dekat. Dia memeluk tubuhku erat.

Aku menutup mata. Baru pernah merasa sensasi terbang dengan sayap orang seperti ini. Semoga cepat tiba di kelas. Aku benar-benar takut ketinggian. Bagaimana jika sayap Xerglow patah. Ini bangunan bertingkat menjulang tinggi tak seperti sekolahku yang bisa menggapai langit ruang kelas dengan dua tumpukan meja saja.

"Buka matamu, kita sudah sampai!" suara Xerglow terdengar jelas ditelingaku.

Aku mengikuti instruksinya. Saat kelopak mataku terbuka yang pertama kulihat adalah pintu kelas. Xerglow berjalan lebih dulu, aku mengikutinya dari belakang.

"Loh Evangelizca dari mana saja? Kita menunggumu di kantin tadi" ujar Veolin saat melihatku melangkah memasuki deretan bangku dan meja.

"Ah, maaf!"

Apa yang harus kukatakan lagi selain kata maaf? Aku ini benar-benar payah.

"Kau tersesat saat ingin mengikuti kami ke kantin ya?" tebak Red.

"Ah iya. Benar! Aku tersesat!" tebakan Red kupakai sebagai alibi dan mereka semua mempercayainya. Syukurlah.

Kini aku dapat duduk kembali dengan tenang. Aku menatap Xerglow yang sibuk mengeluarkan dedaunan emas dari ranselnya lalu dia juga mengeluarkan sebuah bulu.

"Mau apa dengan daun dan bulu itu?" tanyaku penasaran.

"Catat!"

"Ha? Kau tak punya buku dan pena? Biar kupinjamkan" aku menoleh kebelakang mencari ransel sekolah dan baru kusadari ranselku ketinggalan di bawah pohon tua itu. Semoga tidak ada yang mencurinya. Tidak ada barang istimewa di tasku namun penuh buku-buku catatan yang sudah kusalin dengan rapi, tugas-tugas yang sudah kukerjakan juga foto ibu dan ayah yang selalu kusimpan pada dompet berisi uang lima ribu perak hasil memandikan anjing tetangga.

"Evangelizca! Di sini kami menulis pada daun emas dengan bulu ajaib ini"

Aku menoleh. "Memangnya bisa?"

Dia menyodorkan selembar daun emas dan sehelai bulu ajaib lainnya di mejaku.

"Pakailah!" bisik Xerglow saat menyadari seorang guru sudah masuk ke kelas.

Aku menerimanya walaupun belum tahu cara penggunaannya.

Tiba-tiba ketua kelas memberi instruksi. Kami serentak berdiri memberi salam lalu duduk kembali.

"Hei Xerglow, bagaimana aku menggunakan ini?" bisikku sambil mengangkat bulu ajaib.

Xerglow tak menjawab namun menarik selembar daun miliknya di atas meja lalu aku melihat dia menggerakan bulu ajaib itu seperti menulis dengan pena. Oh rupanya hanya seperti itu, kupikir rumit dengan membaca mantra atau yang lainnya.

Xerglow menyodorkan daun emas padaku saat selesai menulis

Aku membaca tulisan itu dalam hati.

Kau tahu Evangelizca? Satu-satunya mata pelajaran yang tidak bisa aku hindari alias bolos adalah pelajaran ini.

Aku menatapnya sambil berucap tanpa mengeluarkan bunyi dan Xerglow mengerti bahwa aku sedang menanyakan alasannya.

Xerglow menulis lagi lalu menyodorkan padaku.

Aku membaca dalam hati. Lagi.

Karena dia terkenal dengan masa lalunya yang kejam. Katanya seorang murid pernah dibuatnya menjadi buih lalu tak kembali lagi. Menyeramkan bukan?

Selesai membaca aku menatap Xerglow dengan ekspresi bahwa aku juga merasa itu hal yang menyeramkan.

Tiba-tiba Xerglow menarik cepat dua lembar daun tadi dari mejaku. Lalu menyapunya dengan bulu emas dan seketika tulisan-tulisan itu menghilang.

"Apa yang kalian lakukan?"

Aku membalik badan menatap kedepan. Baru kusadari guru itu berjalan mendekat ke arah kami.

"Kutanya sekali lagi! Apa yang kalian lakukan hingga tidak memperhatikan pelajaranku di depan!"

Aku meneguk ludah. Panas dingin tubuhku. Bagaimana ini Xerglow? Apa kita akan menjadi buih sekarang?

"Kami sedang membahas pelajaran guru barusan" jawab Xerglow dengan lantang dan tak gentar.

Dasar Xerglow, pembohong! Jika guru percaya padamu, aku benar-benar akan menobatkanmu sebagai pangeran pembohong sedunia mengalahkan pinokio sekalipun.

Guru tak menjawab. Dengan sihir, dedaunan di atas meja kami kini berada di tangannya. Luar biasa! Haruskah kubertepuk tangan? Ah tidak, sebentar lagi aku dan Xerglow akan menjadi buih.

Guru mengibas-mengibas dedaunan itu. Aku yang mengintip dapat melihat tulisan-tulisan Xerglow muncul kembali.

"Keluar kalian dari kelasku sekarang!" ujarnya pelan namun terasa menusuk jantungku.

Wajahnya datar. Aku tak bisa menebak sedang marakah atau biasa saja? Karena luka besar seperti bekas terbakar pada sebagian wajah menutupi ekspresi itu.

"Kami minta maaf pak" aku menunduk.

"Keluar!" ujarnya lagi kali ini nadanya lebih tinggi.

"Baik pak!" jawab Xerglow dan langsung menarik tanganku keluar dari kelas.

Benar-benar sial. Bagaimana aku bisa beradaptasi di sini jika selalu membuat kesalahan. Aku menggerutu setiap melewati tiap anak tangga. Sedangkan Xerglow mengikutiku sambil terbang.

"Maaf, ini salahku!" ujar Xerglow.

"Sudahlah! Aku juga salah."

"Ke kantin yuk!" ajak Xerglow.

Aku mengangguk setuju. Kebetulan perutku sudah menangis daritadi minta di isi.

***

Cerita ini menarik ga sih? 😑

Btw, ikuti part selanjutnya ada kejutan-kejutan di kantin 😉


Come Here! (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang