Aku menatap sekeliling. Rumput hijau, tembok pagar sekolah bercat abu-abu. Lalu tak jauh dari pijakan kakiku, ada tas sekolahku yang terletak di atas rumput.
Aku kembali.
Kembali ke bumi.
Kutatap pakaian yang kukenakan seragam putih abu-abu bukan lagi gaun emas.
Aku berjalan mendekati tasku, memeriksa isinya. Semuanya lengkap. Tidak ada yang hilang.
Kutatap arloji yang tersimpan di dalam tas. Waktu yang menunjukkan tetap sama dengan terakhir kali aku berada di sini. Walaupun membingungkan, justru aku bersyukur karena tak repot-repot mencari alasan bahwa aku menghilang beberapa jam setelah pulang sekolah.
Kukenakan ransel pada bahuku lalu beranjak pergi.
Srak!
Srak!
Sebuah suara dari belakang punggungku terdengar jelas. Aku membalikkan badan. Cahaya dari pohon tua itu sangat menyilaukan. Sebuah tangan muncul dari balik cahaya itu.
Aku mundur selangkah.
Apa itu orang?
Dan tiba-tiba sosok itu terjatuh pada akar pohon.
"Xerglow!" teriakku kencang.
Xerglow bangkit berdiri. Yang anehnya pakaiannya tetap sama. Pakaian emas. Namun sayapnya menghilang.
"Di mana ini?" tanyanya sambil menatap sekeliling.
"Kau kenapa bisa sampai ke sini Xerglow?"
"Aku mengikutimu!" jawabnya enteng.
"Ini bumi. Duniamu bukan di sini. Jadi kembalilah!" ujarku sambil mendorong tubuh Xerglow ke arah pohon namun sayangnya cahaya di pohon itu sekejab menghilang.
"Bagaimana sekarang?" aku mengacak rambutku frustasi. Bukannya apa-apa hanya saja aku memikirkan nasib Xerglow di sini. Apa yang harus kulakukan padanya?
Setelah berpikir cukup lama akhirnya aku membawanya pulang ke rumah.
Jantungku berdegup kencang saat Wexlyn dan kedua anaknya berdiri di depan pintu menatapku lalu beralih menatap Xerglow dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Aku menggigit bibir bawahku pelan sambil menunduk.
"Siapa Dia? Dan kenapa kau baru pulang sekarang! Anak-anakku sudah pulang setengah jam yang lalu."
Itu suara Wexlyn, ibu tiriku.
"Kau pulang terlambat dan sekarang membawa seorang lelaki. Apa dia ini kekasihmu?"
Itu suara Laudy. Putri Wexlyn.
"Terserahlah. Mau bawah pulang kekasih ataupun suamimu sekalipun aku tak peduli. Namun, sudah setengah jam ini aku belum makan apa-apa! Aku lapar!"
Itu suara Bigger. Putra Wexlyn. Kalau mendengar namanya pasti terbayang seorang lelaki yang bertubuh besar mungkin juga memiliki pipi chubby. Namun semua bayangan itu salah! Big tubuhnya ideal dan di sangat tampan.
"Maaf kaisar, saya-"
"Kaisar? Kau menyebutku kaisar?"
Xerglow tiba-tiba berbicara dan dipotong Wexlyn. Aku meremas tangan Xerglow dan menyuruhnya diam.
"Maaf ibu. Aku menemukannya di jalan. Dia tak memiliki tempat tinggal. Katanya dia akan kerja apa saja di rumah ini tanpa digaji asalkan dia diberi tempat tinggal dan makanan saja" aku menyusun kata-kata sebaik mungkin dan berharap Wexlyn bisa mengerti.
"Kerja gratis?" Wexlyn melipat kedua tangan di depan dada sambil tersenyum.
"Tapi bu, laki-laki ini terlihat aneh. Pakaian emas, rambut putih, mata biru dan tak menggunakan alas kaki" Laudy menoleh pada Xerglow dengan ekspresi tak suka dan dibalas Xerglow pula dengan ekspresi tak suka pada Laudy.
"Ah ayolah! Berhentilah memperdebatkan hal yang tak penting seperti lelaki aneh ini. Suruh Evangelizca cepat memasak saja bu, aku lapar!" ujar Bigger sambil berjalan meninggalkan kami masuk ke dalam.
"Kau dengar itu? Cepatlah menyiapkan makanan" ujar Wexlyn sambil berjalan pergi diikuti Laudy yang sebelumnya mengibaskan rambut didepan kami ala-ala iklan shampoo.
Aku menatap Xerglow yang sepertinya merasa tak nyaman. "Jangan takut, tidak apa-apa."
"Memangnya mereka itu siapa? Apa jabatan wanita tua itu seperti ratu?" tanya Xerglow.
"Dia ibu tiriku dan mereka anak-anaknya. Kuharap kau bisa beradaptasi di rumah ini sambil kita menemukan cara agar kau bisa kembali lagi ke duniamu" bisikku lalu Xerglow menjawab dengan anggukan.
Aku mengajak Xerglow masuk ke rumahku. Kalau di dunianya mungkin rumahku sangat kecil namun kalau di duniaku rumahku lumayan besar. Mungkin karena rumah ini dan harta-harta ayah yang membuat Wexlyn tertarik.
Aku tak sempat lagi mengganti pakaian karena aku tahu mereka sangat lapar jadi aku buru-buru ke dapur untuk memasak. Xerglow seperti seekor anak kucing dan aku tuannya yang kemana aku melangkah diapun mengekor dari belakang.
Saat aku menunduk mengambil pisau di lemari bagian bawah. Sebuah benda jatuh dari saku seragamku.
"Apa itu?" Xerglow mendekat menatap benda yang jatuh dari sakuku.
Aku mengambilnya lalu menunjukkan pada Xerglow. "Kunci dari seseorang di kerajaan ternyata terbawah sampai ke bumi. Aku belum mengembalikannya. Dia meminjamkan padaku untuk menunjukkan arah tenpat penyimpanan lukisan tua."
Xerglow menatapnya sekilas.
"Ini ada tertulis nama pemiliknya Dioxi. Dia itu seorang guru yang bisa membaca pikiran seseorang" jelas Xerglow.
Membaca pikiran?
Ah, aku ingat! Pantas saja dia tahu aku sedang mencari ruangan dan saat itu juga dia mengataiku lemah karena aku sedang mengeluh berjalan.
"Hei! Pacaran saja terus! Kapan masaknya?" teriak Bigger yang tiba-tiba muncul di dapur mengagetkanku.
Aku menatapnya meneguk segelas air. Jakunnya turun naik. Dia sangat. Sangat tampan.
Aku masih menatapnya sampai dia selesai minum dan mengelap bibirnya yang basah lalu berjalan pergi.
"Evangelizca!" Xerglow menepuk pundakku.
"Kenapa?" Aku membalikkan tubuh menatap Xerglow.
"Apa kau menyukai lelaki itu?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Here! (SELESAI)
FantasyAku merasa dunia ini membosankan dan memuakkan. Perasaan itu kucurahkan setiap waktu. Untuk pendengar tanpa nama. Lalu pendengar itu menawarkan sebuah dunia padaku. Bagaimana rupa dunia itu? "Come Here!" ujarnya.