Jujur. Tangisanku ini tulus.
Terlepas dari dosa yang dilakukan ibunya terhadap ibuku, aku tetap tidak bisa membencinya.
Aku menyukai Bigger sedari dulu. Sejak pertama ayah mengajak mereka masuk di dalam rumahku.
Saat itu, Wexlyn dan Laudy tersenyum ramah padaku di depan pintu rumah. Aku sangat senang. Kupikir akan mendapatkan sosok pegganti seperti ibu dan punya saudara yang dapat menemaniku, berbagi cerita hidup.
Lalu kulihat sosok lelaki yang sepertinya seumuran denganku dan Laudy. Dia berdiri tersembunyi dibalik punggung ibu dan saudara perempuannya itu. Namanya Bigger.
Satu kata untuk mendefenisikannya adalah tampan. Ah, bukan satu melainkan dua kata. Sangat tampan! Dan aku terpesona.
Bigger tak memberikan senyuman padaku seperti yang dilakukan dua wanita di depannya.
Wexlyn menyuruhnya berjabat tangan dan memperkenalkan diri padaku.
Dia menuruti perintah Wexlyn. Namun, tak ada yang mendengar yang dikatakan Bigger padaku selesai berjabat tangan lalu masuk ke dalam rumah.
Katanya. "Aku tak menyukai saudara tiri. Aku tak menyukai ayah tiri. Semua yang berhubungan dengan kata tiri aku tak menyukai."
Sejak awal hanya Bigger yang bersikap sejujurnya di depanku, sedangkan lainnya berpura-pura manis seperti gula dan pada akhirnya gula itulah yang membuat luka.
"Evangelizca" panggil Xerglow menyadarkanku dari lamunan.
Aku melepaskan diri dari pelukan Xerglow "kenapa?"
Xerglow tak menjawab. Dia terdiam menatap kedepan, aku mengikuti arah tatapannya.
Deg!
Mataku bertemu dengan sorot mata Wexlyn.
Wexlyn berdiri, tangannya gemetar.
Dia takut? Padaku dan Xerglow? Ah, mana mungkin.
"Kau!" ujar Wexlyn dengan wajah kaget.
Aku dan Xerglow saling menatap kebingungan. Lalu tiba-tiba ada balasan suara dari belakang kami membuat kebingungan kami akhirnya terjawab sudah.
"Ya ini aku! Kau kaget melihat sosok yang kau bunuh ternyata masih hidup dan berdiri di depanmu sekarang?"
Ibuku datang bersama pak guru Dioxi. Aku tersenyum senang. Rasanya seluruh ketakutanku menghilang saat ibu berada bersamaku.
"Maaf baru datang sekarang. Mencari keberadaanmu sangat sulit saat kunci itu tak lagi berada dalam genggamanmu" ujar pak Dioxi.
"Tidak apa-apa pak, kita sekarang baik-baik saja" jawabku.
Xerglow mengangguk membenarkan perkataanku.
Aku balik menatap pada ibu. Wajahnya penuh amarah berapi-api yang siap membakar Wexlyn kapan saja.
"Ampuni saya!" Wexlyn berlutut memelas di depan kaki ibu.
"Berdiri!" pintah ibu.
Wexlyn berdiri dengan penuh ketakutan lalu ibu mengulurkan tangan dari balik telapak tangan ibu menyembul cahaya biru. Cahaya biru itu di tepis pada tubuh Wexlyn. Seketika tubuh Wexlyn seperti terkunci. Seluruh anggota tubuhnya tak dapat digerakkan kecuali bola mata hitam Wexlyn yang bergerak turun naik terlihat dia sedang panik dengan apa yang sedang menimpahnya sekarang.
"Pak Dioxi, sisanya tolong bereskan" pintah ibu.
"Baik Ratu!" jawab pak Dioxi mantap. Pak Dioxi lalu mengetuk ubin dengan tongkat di tangan kanannya.
Kami kini berada di sebuah ruangan. Melihat dari warna emas dan ukiran tiap dinding, kutebak tempat ini merupakan salah satu ruangan dari golden student.
Saat menatap seisi ruangan, aku tercengang kaget, begitu pula Xerglow.
Sosok Wexlyn dan Nicol sudah berada di dalam kotak kaca setinggi tubuh mereka.
"Ini adalah ruangan penghukuman. Bagi siapa saja yang berkhianat atau melakukan tindak kejahatan terhadap anggota golden student" jelas ibu pada kami walaupun belum sempat kami menanyakannya.
"Syukurlah bu, akhirnya masalah ini sudah teratasi. Aku bisa bersama ibu mulai dari sekarang di dunia ini" ujarku sambil memeluk ibu dari belakang.
Xerglow seketika menarik tubuhku cepat. "Kenapa kau tidak sopan seperti itu? Memanggil ratu dengan sebutan ibu dan memeluknya begitu saja. Ayo cepat, minta maaf."
Aku terkekeh kecil, baru kuingat selama ini Xerglow tidak tahu jika Ratu adalah ibuku.
"Hm.. Xerglow"
"Apa?"
"Dia ibuku!"
"Bicara apa kau ini? Kamu ingin menemani Wexlyn dan Nicol di dalam kotak kaca itu?"
Aku melihat pak Dioxi dan ibu tersenyum kecil mendengar perkataan Xerglow.
"Atas nama teman sekelasku, teman sebangku, aku memohon maaf sebesar-besarnya untuk Ratu. Temanku ini berasal dari bumi, belum terbiasa di dunia ini. Tolong dimaklumi."
Sumpah, perutku mulas menahan tawa saat ini. Dasar si Xerglow!
"Jika teman sebangkumu ini adalah anak seorang Ratu di golden student, bagaimana pendapatmu?" tanya ibu.
Xerglow diam sebentar, membuatku mati penasaran.
"Aku akan memendam perasaanku padanya. Karena rasanya tidak pantas."
"Perasaan? Perasaan apa itu? Dan mengapa tidak pantas?" tanya ibu lagi.
Saat ini seperti sesi tanya jawab sebuah berita. Lalu aku dan pak Dioxi adalah penontonnya. Menunggu jawaban sang aktor.
"Ah, itu anu." Xerglow menggaruk pelipisnya.
Apa-apaan si Xerglow ini. Kenapa tingkahnya malu-malu seperti itu.
"Aku menyukainya, Ratu!"
Deg!
Apa itu barusan?
Seperti kembang api pecah pada langit hatiku. Meledak-ledak tak karuan.
Sepertinya ledakan kembang api itu mengenai wajahku juga. Wajahku berubah jadi merah terlihat jelas dalam pantulan cermin emas di setiap dinding ruangan ini.
"Aku menyukainya, Ratu!" ulanginya lagi.
Dasar bodoh, itu bukannya memendam perasaan lagi. Kau sudah mengatakannya di depanku, di depan ibuku langsung bodoh.
Pak Dioxi juga mendegarnya, duh sialan. Aku malu tahu!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Here! (SELESAI)
FantasyAku merasa dunia ini membosankan dan memuakkan. Perasaan itu kucurahkan setiap waktu. Untuk pendengar tanpa nama. Lalu pendengar itu menawarkan sebuah dunia padaku. Bagaimana rupa dunia itu? "Come Here!" ujarnya.