(08) - Serba Salah Tingkah

65 2 0
                                    

"Ahh, kenapa jadi kayak gini sih??"

Dera tak bisa fokus dengan pekerjaannya. Pikirannya masih melayang ke mana-mana. Apalagi mengingat kejadian yang baru saja terjadi antara dirinya dengan sang CEO di butik itu.

Sekarang ini Dera sama sekali tak berani berpapasan dengan Nanda. Ia selalu menghindari kontak mata dengan Nanda. Namun, pekerjaannya mengharuskan ia menghadap sang CEO terus-menerus. Apalah dayanya yang kini menjadi sekretaris Nanda.

Baru saja ia merutuki dirinya sendiri atas kejadian itu, tiba-tiba ia dikejutkan dengan panggilan dari salah satu rekan pegawai yang lain. Pegawai itu mengatakan bahwa Nanda menyuruh Dera menemuinya di ruangan CEO sekarang.

•••

"Maaf Pak, ada perlu apa ya?"

"Dera saya butuh bantuan kamu buat beberapa dokumen ini. Bisa kamu periksa ini dulu?"

"Ah baik Pak."

Dera menerima beberapa dokumen dari Nanda.

"Oh ya Dera, satu lagi. Tolong kamu atur ulang jadwal saya buat besok ya! Soalnya besok saya ada pertemuan mendadak sama salah satu klien dari Singapura. Klien saya itu baru kasih kabar beberapa jam yang lalu. Jadi tolong atur semuanya ya! Nanti saya kirim detail pertemuannya ke e-mail kamu."

"I-iya Pak!"

"Dera kamu denger saya kan?"

"Denger kok Pak."

"Kamu ngerti apa yang saya bilang tadi?"

"Saya ngerti Pak."

"DERA!!"

Emosi Nanda sedikit tersulut karena dari tadi Dera terus menunduk dan menjawab pertanyaan Nanda tanpa menatap matanya. Nanda pun berdiri dari kursi kebesarannya dan mulai mendekat ke arah Dera.

"Kamu kenapa Dera?" Nanda mencoba bertanya dengan lembut.

"Sa... Saya gapapa kok Pak." Dera makin gugup dengan posisi yang masih sama.

"Terus kenapa kamu gak sopan sama saya?"

"Maksud Bapak?"

"Nah itu, dari tadi kamu saya ajak ngomong tapi kamu gak liat saya sedikitpun."

"Ma-maaf Pak Nanda."

Karena Nanda sudah menegurnya, perlahan Dera mengangkat wajahnya mencoba melihat ke arah Nanda. Ia tak ingin membuat masalah yang lebih panjang dengan Nanda.

"Jadi sebenernya kamu kenapa? Ada yang salah sama wajah saya?"

"Gak... Gak ada kok Pak."

"Terus...???"

"Saya gapapa kok Pak. Kalo gak ada perintah apa pun lagi dari Bapak, sekarang saya permisi dulu Pak!"

"Dera tunggu! Saya masih ada perintah buat kamu. Sekarang tetep di sini!"

Dera yang tadinya sudah berbalik ke arah pintu menjadi terhenti. Sekarang ia hanya bisa berdiri mematung dengan rasa gugupnya ketika Nanda menahannya untuk tetap di ruangan itu.

Nanda mulai berjalan mendekat ke arah Dera. Sekarang tubuh mereka sudah berhadapan.

"Kenapa Pak Nanda suruh saya tetep di sini?"

"Dera..."

Nanda terus mendekat. Selangkah lagi kaki Nanda bergerak, itu akan membuat kedua tubuh mereka tak berjarak lagi.

"Pak... Pak Nanda mau apa? Kalo Bapak macem-macem sama saya, saya bakal teriak sekarang!"

Nanda tersenyum miring, "Kamu pikir saya seburuk itu ya?"

"Habis Bapak bikin saya takut sekarang."

Nanda memegang bahu Dera dengan lembut.

"Dera, dengerin saya! Saya cuma mau minta maaf atas kejadian di butik itu. Saya gak bisa kendaliin diri waktu itu. Jadi saya harap kamu lupain aja semua itu ya. Saya tau kamu jadi gak nyaman kalo ketemu saya gara-gara kejadian itu."

"Emm... Iya. Iya Pak."

"Oke, udah gak ada masalah lagi kan? Jadi kamu gak perlu bersikap aneh kayak gitu lagi. Biasa aja kalo ketemu saya!"

"Baik Pak."

"Sekarang kamu boleh balik ke ruangan kamu."

---

Dera sedang dinner berdua dengan Al di sebuah cafe yang tak jauh dari kantor tempat Dera bekerja.

"Sayang kamu kenapa diem aja?"

"Gapapa Al. Lagi fokus makan aja."

"Dera, aku sengaja ngajak kamu ketemuan karena aku kangen kamu, aku pengin kita bisa ngobrol."

"Al..."

"Kenapa Sayang? Kamu baik-baik aja kan?"

"Tadi mama kamu telepon aku lagi, dia terus nyuruh aku buat jauhin kamu. Aku harus gimana sekarang?"

"Kamu gak perlu ambil pusing kata-kata mama. Gak usah tanggepin itu."

"Al tapi kamu gak ngerti perasaan aku! Kamu gak tau mama kamu bilang apa aja ke aku. Gimana cara dia maki aku ancem aku. Aku gak bisa tahan sama semua itu Al."

Al menggenggam tangan Dera.

"Sayang aku minta maaf. Aku bakal ngomong sama mama biar gak gangguin kamu lagi."

"Kamu selalu anggep semuanya mudah Al! Padahal sebenernya gak kayak gitu."

"Aku bisa ngerasa kuat karena aku sayang sama kamu. Aku percaya cinta kita bisa kalahin ego orang tua aku."

"Sampe kapan Al? Aku gak mau terlalu berharap sama apa pun. Aku tau kalo harapan itu gak terwujud, pasti bakal sakit banget rasanya."

"Please, kamu percaya sama aku yaa! Aku akan lakuin apa pun demi hubungan kita."

DEALLOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang