(07) - Titah Sang CEO

81 2 0
                                    

Keesokan pagi di kantor, Nanda telah siap melancarkan usahanya kembali untuk mendekati Dera. Nanda meminta Dera membawakan kopi ke ruangannya.

"Makasih Dera. Kopi buatan kamu ternyata lebih enak dari yang lain."

"Sama-sama Pak. Saya pikir semua kopi rasanya juga sama aja. Kalo gitu saya permisi dulu Pak."

"Tunggu Dera!"

Sebelum Dera berhasil membuka pintu untuk keluar dari ruangan itu, Nanda telah mencegahnya.

"Ee ada apa lagi ya Pak?"

"Hmm gini. Jadi nanti siang saya mau beli sesuatu, ini penting. Saya mau kamu temenin saya."

"Ta... Tapi Pak Nanda--"

"Saya gak terima penolakan kamu. Apa kamu mau bantah perintah dari bos kamu??"

"I-iya gak kok Pak."

"Bagus. Sekarang kamu boleh balik ke ruangan kamu. Sampe ketemu nanti siang."

Dera kembali ke ruangannya sambil menggerutu sendiri. Ia kesal dan heran, kenapa Nanda selalu menyusahkan dirinya. Ia memang sekretaris Nanda tapi bukan berarti ia harus menemani Nanda tiap saat. Kenapa harus dirinya menemani Nanda hanya untuk membeli sesuatu.

Siang itu Dera menemani Nanda ke sebuah butik yang cukup besar dan mewah.

"Kita ngapain ke sini Pak?"

"Kan saya tadi udah bilang mau beli sesuatu. Kamu lupa?"

"Iya Pak Nanda mau cari apa di sini?"

"Dera. Saya gak mungkin cari barang elektronik di sini kan?"

"Maksudnya Pak?"

"Kamu nih ya, Dera... Kamu tau ini butik kan? Yang pasti saya mau beli sesuatu yang ada di sini. Kamu ini banyak banget tanya ya dari tadi."

"Maaf Pak."

"Udah ayok!!"

Nanda mengajak Dera ke tempat yang memajang berbagai setelan jas di sana.

"Jadi lusa saya ada pertemuan penting, saya mau cari jas yang bagus buat saya pake di acara itu. Sekarang kamu pilihin jas yang cocok buat saya ya!"

"Ke-kenapa saya yang harus pilih Pak?"

"Karena saya pengin kamu pilihin buat saya."

"Iya tapi alesan Bapak apa?"

"Karena kamu sekretaris saya."

"..."

Dera memang sudah pasti kalah jika masalah berdebat apalagi dengan Nanda, bosnya yang sungguh berkuasa.

"Kenapa Dera? Kamu masih mikirin pertanyaan lain buat saya?"

"Gak kok Pak."

"Ya udah sekarang cepet pilihin jasnya buat saya."

"Tapi Pak--"

"Apa lagi Dera??"

"Gimana cara saya pilihinnya buat Bapak? Bahkan sebelumnya saya gak pernah beli jas, apalagi buat cowok."

"Gini, kamu pilih aja yang menurut kamu bagus dan cocok buat saya. Sesuai selera kamu aja."

"Ya udah deh Pak, saya coba."

Begitu menemukan jas yang ia kira tepat, Dera menunjukkannya pada Nanda.

"Gimana kalo yang ini Pak? Menurut saya ini cocok buat Pak Nanda."

"Gitu ya... Oke, biar saya coba jasnya dulu."

Nanda mencoba jas yang dipilihkan Dera di depan cermin.

"Jadi menurut kamu saya cocok pake jas yang ini?"

"I-iya Pak. Itu bagus. Ehm, Pak Nanda gak suka sama pilihan saya ya? Maaf Pak.."

"Hmm, saya ambil yang ini. Makasih Dera."

"Ahh iya Pak."

Dera nampak lega begitu tahu Nanda menyukai pilihannya.

"Ya udah Pak. Setelah ini kita bisa langsung kembali ke kantor kan Pak?"

"Siapa yang bilang?"

"Pak, kan Bapak udah dapet jasnya. Jadi--"

"Saya CEO-nya, saya bebas mau balik ke kantor kapan aja."

"Iya tapi kan Pak, saya--"

"Kamu apa?"

"Saya harus lanjutin kerjaan saya di kantor."

"Tapi kamu masih ada kerjaan lain di sini. Dera, saya ini bos kamu, saya yang atur kerjaan kamu."

"..."

Seperti biasa, Dera akhirnya speechless.

"Sekarang pilihin dasi yang cocok sama jas saya tadi."

"Harus saya juga yang pilih Pak?"

"Iya. Karena kamu yang pilih jasnya tadi."

Tanpa berkata apa pun lagi Dera segera mencari dasi yang pas untuk bosnya. Ingin sekali rasanya Dera menyumpal mulut Nanda dengan baju-baju di sana agar tak seenaknya menyuruh Dera ini itu dan tak terus menang berdebat dengan Dera.

Beberapa menit kemudian.

"Ini Pak. Menurut saya motif dan warna dasi ini netral jadi bisa dipasangin sama setelan jas apa pun."

"Okay! Coba kita liat."

Nanda berdiri tepat di depan cermin.

"Dera..."

"Apa lagi Pak?"

"Kamu kesal sama saya?"

"Eh gak kok Pak."

"Beneran? Tapi kok jawabnya gitu?"

"Terus harusnya gimana?"

"Tuh kan..."

"Gak kok Pak. Oke, iyaa Pak Nanda. Ada apa? Ada yang bisa saya bantu lagi?" jawab Dera sambil memaksakan senyum semanis mungkin.

"Nah gitu dong! Ini... Tolong pasangin dasinya buat saya yaa!"

Hampir saja Dera ingin membantah Nanda lagi. Namun, ia terlalu sayang dengan tenaganya. Ia sudah cukup lelah terus berdebat dengan Nanda. Dengan terpaksa Dera membantu Nanda memasang dasinya.

Jarak tubuh dan wajah mereka saat ini begitu dekat. Nanda terus memandang lekat paras manis yang sedang berada dekat di hadapannya.

"Pak, kenapa Pak Nanda liatin saya kayak gitu?"

"Emm, gak. Kamu bisa benerin dasi kan?"

"Bapak ini. Jaman saya sekolah saya juga pake dasi kali Pak. Saya bisa kok, bentar lagi selesai."

"Kirain..."

Nanda kembali mengusik Dera.

"Dera..."

"Kenapa lagi Pak? Sabar dulu, bentar lagi kelar kok."

"Kamu manis."

Dera tersentak mendengar perkataan Nanda. Kini mereka berdua saling tatap.

"Pak Nanda?"

"Iya Dera. Kamu memang manis. Kamu cantik."

Nanda mengeratkan pelukannya, tubuh Dera kini telah menempel sempurna di dada bidang Nanda.

"Kamu akan jadi milikku!"

Nanda makin mendekatkan wajahnya dengan wajah Dera hingga bibirnya kini berhasil menyentuh bibir Dera. Dera terkejut tapi ia justru memilih memejamkan matanya.

DEALLOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang