(23) - Kekhilafan Nanda

61 3 0
                                    

Dera masih berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Nanda. Sepertinya Nanda benar-benar tak bisa berpikir jernih saat ini. Padahal jauh-jauh hari yang lalu Nanda sendiri sudah pernah berjanji pada Dera, ia tak akan menyakiti Dera seperti ini lagi. Tapi apa ini?

"Nanda, aku mohon lepasin aku Nan! Kamu udah janji sama aku. Sekarang kenapa kamu mau ingkar janji?"

"Aku sayang sama kamu Dera. Aku mau kamu jadi milik aku seutuhnya malem ini juga. Aku gak mau seorang pun pisahin kita. Aku gak mau siapa pun hancurin hubungan kita, termasuk Al. Kamu gak bisa kembali lagi sama dia Sayang. Aku cinta kamu," ucap Nanda sambil terus berusaha menahan Dera agar tetap di posisinya.

"Gak kayak gini caranya Nan! Kalo kamu sayang sama aku, kamu gak akan nyakitin aku kan? Nanda lepas! Aku mohon.."

"Gak Sayang. Aku gak mau nyakitin kamu, aku cuma .... Ayolah Dera! Kamu gak perlu nolak aku kayak gini kan?"

Nanda tetap bersikeras. Dera tak mengerti harus apa. Demi menyelamatkan dirinya, akhirnya satu tamparan melayang di pipi Nanda. Dera pun berhasil mendorong Nanda sekuat tenaga.

Nanda tersadar. Tamparan itu sungguh membuatnya merasa malu. Sementara Dera masih terduduk di ranjang sambil sesenggukan, ia merapikan bajunya yang sedikit berantakan akibat ulah Nanda.

Nanda mendekati Dera dengan ekspresi yang tak bisa diartikan.

"Nanda.. Aku-aku minta maaf. Aku gak bermaksud kayak gitu tapi--"

Dera belum menyelesaikan kalimatnya, tapi Nanda terus mendekat dan menuntun Dera berdiri. Sejenak ia menatap Dera dengan begitu dalam. Kemudian Nanda merengkuh Dera dalam dekapannya.

"Sayang, maafin aku.."

"Nanda.. Aku gak berniat tampar kamu kayak gitu."

"Aku tau. Tapi itu memang seharusnya kamu lakuin. Kamu gak salah. Kalo kamu gak kayak gitu mungkin aku gak akan pernah sadar. Maaf," ucap Nanda penuh penyesalan.

"Kamu kenapa Nan?"

"Maaf Dera, pikiran aku bener-bener kacau tadi. Mungkin aku terpengaruh kata-kata Al. Aku jadi gak bisa kendaliin perasaan aku, aku bener-bener kalap. Yang ada di pikiran aku cuma satu, takut kehilangan kamu. Sampe-sampe, aku justru hampir nyakitin kamu kayak tadi. Maafin aku Sayang, aku memang bodoh!"

"Aku ngerti Nan. Aku mohon, lupain aja."

"Aku janji, bener-bener janji gak akan begitu lagi. Kalo pun aku khilaf lagi, kamu boleh lakuin apa pun buat bikin aku sadar. Gak perlu ragu buat tampar aku, pukul aku, apa pun itu Sayang. Oke?"

Dera pun mengangguk. Ia tak mengerti emosi CEO-nya itu mudah berubah-ubah. Dera harus ekstra hati-hati menghadapi bosnya itu. Jika ia salah langkah sedikit saja, maka hidupnya sendiri yang akan jadi taruhan.

Nanda melepaskan dekapannya. Ia pun mengecup dahi Dera singkat lalu bicara.

"Sekarang kamu istirahat aja ya! Udah malem. Aku juga akan balik ke kamar aku. Sekali lagi maafin aku ya Sayang. Good night, love you Dera."

Nanda dan kata-kata manisnya berlalu. Dera pun agak merasa lega. Ia berharap kejadian itu tak kan terulang lagi. Hari ini begitu lelah dan menegangkan untuknya. Ambisi dan obsesi Nanda terhadap cintanya sudah begitu melewati batas. Nanda bahkan tak sadar bahwa hal yang dilakukannya itu justru bisa membuat Dera ill feel dan makin menjauh.

---

Pagi hari pun tiba. Dera sudah berada di kamar hotel Nanda. Seperti biasa ia tak melalaikan tugasnya sebagai sekretaris pribadi Nanda. Dera masih sibuk dengan lemari pakaian. Ia sudah biasa memilihkan pakaian untuk Nanda pakai. Memastikan sarapan Nanda sudah tersedia di atas meja.

Kini Dera tengah membuka tirai yang menutup jendela kamar. Nanda pun tampak mengerjapkan mata. Sepertinya pantulan sinar matahari dari balik jendela telah mengusik tidurnya.

"Hoamm, Dera.. Kamu di sini Sayang? Udah pagi ya?" tanya Nanda yang masih setengah mengantuk.

"Eh iya Nan. Maaf aku jadi bangunin kamu. Tapi, ini udah hampir jam sembilan."

"Gapapa Sayang. Makasih yaa. Aku mungkin bisa tidur sampe sore kalo kamu gak bangunin aku. Hehe.."

"Nanda aku udah siapin baju buat kamu, terus itu sarapan kamu udah ada di meja. Kalo kamu butuh yang lain, bilang aja. Kamu mau mandi dulu apa sarapan dulu?"

"Dera Sayang. Kamu kenapa harus lakuin ini semua sih?"

"Nan, kan aku sekretaris pribadi kamu. Ini tugas aku kan? Biasanya aku juga lakuin ini."

"Tapi sekarang bukan waktu kerja kamu Sayang. Di sini kita mau liburan. Aku ngajak kamu ke sini sebagai kekasih aku, bukan sekretaris aku."

"Hm, jadi aku gak perlu lakuin ini ya?"

Nanda menggeleng, "Kamu bisa lakuin itu tiap hari kalo kamu udah jadi istri aku nanti Sayang."

Dera sempat speechless, ia coba mengalihkan pembicaraan di tengah kegugupannya.

"Eh iya Nan, aku udah dapet email laporan keadaan kantor selama kita di sini. Kamu mau periksa emailnya? Biar aku kirim ke email kamu ya!"

Nanda tak menjawab Dera, ia justru turun dari ranjangnya dan mendekat ke arah Dera. Nanda menyentuh tangan Dera dengan lembut, ia pun mencium punggung tangan Dera.

"Aku dah bilang kan, selama kita di sini, kita gak akan mikirin masalah kerjaan. Kamu lupa?" Nanda beralih mengusap pipi Dera.

"Ma-maaf Nan. Aku--"

"Sstt.. Udah lah, gapapa. Hm, kamu udah sarapan?"

"Udah."

"Oke, ehm calon mertua aku--eh maksudnya orang tua kamu gimana?"

"Ayah sama ibu aku baik-baik aja. Mereka udah sarapan, sekarang mereka masih di kamarnya."

"Hmm.. Bagus deh. Ehm, Sayang.. Makasih buat semuanya ya! Kalo gitu aku mandi dulu, baru aku sarapan. Setelah itu, aku mau ajak kamu sama keluarga kamu jalan-jalan."

"Lagi?"

"Iya dong. Kenapa memangnya? Kamu gak suka? Sayang, masih banyak tempat indah yang bisa kita eksplor di sini. Hm, atau kamu penginnya kita jalan berdua aja ya?"

"Hah--"

"Tenang aja, kalo memang kamu maunya gitu, aku nanti akan siapin sesuatu buat orang tua kamu, terus kita bisa deh kencan romantis berdua! Okee.."

"Nanda, siapa yang mau .... Nan, dengerin dulu!"

Nanda tak menggubris perkataan Dera, ia sengaja segera pergi ke kamar mandi. Kadang Dera merasa CEO tampan nan romantis itu bisa jadi sangat menyebalkan.

DEALLOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang