6. Rujak

1.5K 184 9
                                    

Sinar matahari menembus gorden kamar yang ditempati seorang Jeon—ah tidak, Hwang Heejin.

Manik mata itu mengerjap perlahan. Terdiam menatap langit langit kamar. Heejin masih diam tak berkutik. Berusaha mengumpulkan ingatannya dikala kepala itu terasa semakin pusing.

"Arghh! Sakit!" erangnya pelan. Tangan Heejin reflek menyentuh kepalanya. Dengan gerakan pelan, wanita itu duduk di ranjang lalu bersandar.

Tanpa sengaja, matanya melirik kebawah dan menangkap sesuatu yang membuatnya terkejut.

Darah?

"Gue basmi lo, noda! Hohoho!"

"Yah elaaah.. Malah tumpah. Di pel doang ini mah obatnya,"

"Udah selese! Huft, mayan capek juga ya?"

"H-hyunjin.. Darah.."

Suara suara itu terdengar berulang kali dalam fikiran Heejin bak kaset rusak. Kepalanya tiba-tiba mengingat rentetan kejadian kemarin sore yang membuatnya bersimbah darah.

Dimulai dari pertengkaran dengan Hyunjin, kemudian membersihkan noda yang ada dilantai, dilanjut dengan tumpahnya cairan pembersih hingga membuat Heejin mau tak mau mengepelnya. Namun satu kejadian yang tak terlupakan oleh otak Heejin adalah saat dimana ia terpeleset dua kali.

Sial!

Panik, Heejin dengan tertarih berjalan menuju kamar mandi dan membuka celana dalamnya. Beberapa detik, Heejin terpaku saat melihat banyaknya darah yang sudah mengering disana.

Itu bukan darahnya kan? Tolong katakan bahwa itu bukan. Dan katakan bahwa bayi Heejin baik baik saja. Setidaknya—

Kriet..

Terdengar suara pintu kamar yang terbuka. Itu pasti Hyunjin. Sontak saja Heejin dengan cepat membilas selangkangannya hingga bersih kemudian melilitkan handuk ke pinggangnya hingga tertutup rapat. Meskipun darah itu sudah mengering pada celana dalamnya, Heejin tentu saja jijik.

Selesai dengan handuknya, ia membuka pintu kamar mandi dan melihat Hyunjin yang tengah tersenyum miring didepannya.

"Gimana kabar lo?" pertanyaan itu yang keluar dari mulut Hyunjin pertama kali. Heejin menggeleng. Ia tak tahu apa yang dirasakannya sekarang. Hanya sedikit rasa nyeri pada perutnya.

"H-hyunjin gue boleh tanya?" ujar Heejin sembari menatap manik cokelat Hyunjin.

"Mau nanya apa? Tanya aja," balas Hyunjin tanpa melunturkan senyum miringnya.

'Gue tau lo pengen nanya apa, Heejin sayang,' —Hyunjin

"K-kenapa ada banyak darah di sprei?"

"Karena lo jatoh kemaren."

"Hah? Kenapa gue gak dibawa ke rumah sakit?! Kenapa cuman lo biarin di kamar?!"

Hyunjin maju, mengelus perut Heejin yang dibalut handuk. Kemudian menjawabnya dengan gamblang.

"Karena gue pengen anak ini mati."

'Abis ini dia pasti ngamuk ngamuk. Gapapa. Gue udah siap. Asal beneran mati aja ntu hama,' —Hyunjin.

Heejin terdiam. Mata dan fikirannya kosong. Bahkan rasanya untuk menangis saja tidak lewat dalam otaknya.

Berbeda dari dugaan Hyunjin, wanita didepannya ini bukannya marah-marah dan mengamuk seperti orang kesetanan. Heejin justru duduk kembali diatas ranjang sambil memperhatikan darah yang ada diseprai tersebut.

Tiba-tiba Heejin tertawa kecil. Seperti baru saja menertawakan kebodohannya sendiri. Hyunjin kebingungan melihat reaksi istrinya tersebut. Ia kira Heejin akan memukulinya dengan membabi buta serta mengucapkan beribu sumpah serapah kepadanya. Tapi kenapa wanita itu malah tertawa?

BE YOUR WIFEU ; HHJ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang