11. Ayah

1.8K 173 7
                                    

Heejin tersentak, terbangun dari tidurnya. Ia memimpikan kejadian itu lagi. Kejadian yang membuatnya harus berakhir mengenaskan seperti sekarang.

Wanita berambut panjang tersebut beranjak duduk, kepalanya masih terasa pening akibat benturan pada dinding semalam.

Ia mengedarkan pandangan, dilihatnya slingbag miliknya yang tergeletak didekat wastafel. Heejin awalnya ingin berjalan untuk mengambil benda tersebut, namun perutnya terasa sangat sakit. Membuat wanita itu mengurungkan niatnya.

Ia pun menggeser tubuhnya secara pelan, langsung saja Heejin mengambil handphonenya. Untung baterainya belum habis. Astaga, kenapa tidak dari tadi malam saja ia menggunakan handphonenya tersebut? Ck!

Sejenak Heejin terdiam. Ia akan menghubungi siapa? Ibu tirinya? Ah tidak mungkin, mana mau titisan nenek lampir itu mengangkat telepon darinya. Atau, ayahnya? Baiklah, mungkin Heejin bisa menelpon Kyuhyun terlebih dahulu. Walaupun terlihat mustahil untuk dijawab, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba bukan?

Heejin menunggu, harap-harap cemas akan panggilan yang ia lakukan. Bagaimana jika Kyuhyun benar-benar tak mau mengangkat panggilan darinya?

"Halo? Siapa?"

Deg

A-ahh.. Sang ayah tak menyimpan nomer handphone milik Heejin rupanya. Heejin tersenyum getir, rasa sakit seketika menjalar. Membuat bibirnya sedikit kaku dan gugup untuk berbicara.

"Heum.. A-ayah.. Heejin boleh minta tolong?"

"Apa? Uang?"

"B-bukan Yah. Tolong jemput Heejin dirumah Hyunjin. Please," kata Heejin.

Wanita itu diam, menunggu respons dari orang diseberang sana. Hampir sepuluh detik tak ada balasan. Membuat Heejin kembali tersenyum getir.

"Hhh.. Kamu kenapa?"

"Aku—"

"Dibuang sama suami kamu ya? Pantes sih, kamu gak berguna soalnya. Kamu kan sampah."

Heejin terdiam. Mendengar ucapan itu terlontar dari mulut ayahnya, membuat ia merasakan sakit teramat perih pada hatinya. Lagi lagi, harusnya Heejin sudah terbiasa. Tapi tetap saja rasanya menyakitkan!

"Y-yah.. Kok ngomongnya gitu? Heejin bukan sampah," sanggahnya. Padahal air mata sudah hampir terjatuh jika saja ia tak mendongakan wajahnya.

"Jelas-jelas kamu sampah. Gak kamu, gak Ibu kamu. Kalian sama-sama sampah. Ah, kalian juga sama-sama jalang. Bedanya, Ibumu menjadi jalang seorang pria bodoh dan miskin. Sedangkan kamu menjadi jalang seorang pria kaya raya yang akan ngasih kamu kemewahan.

"Jeon Heejin, ups— Maksudku, Hwang Heejin, seharusnya kamu bersyukur. Bisa hidup berkecukupan karena suamimu seorang Hwang Hyunjin. Gunakan semua uang suamimu, seperti ibumu menggunakan semua uangku!"

"Yah! Aku sama Ibu itu beda! Lagian Ibu gak kayak yang ayah bilang! Ayah selama ini salah paham. Ibu bukan jalang, uang yang Ibu pake juga bukan uang ayah! Ayah salah.. Ibu ga sejahat itu, hiks."

Runtuhlah pertahanan seorang Jeon Heejin. Ia menekuk lututnya, kemudian menenggelamkan wajah diatas sana. Ia mulai menangis sesegukan. Berusaha mengikhlaskan segala cacian dari Ayahnya sendiri.

"Ayah salah.. Hiks hiks."

"Cih, air mata buaya."

"Ayah, please. Tolong Heejin. Jemput.."

"Ck, saya sibuk. Gak ada waktu buat ngurusin anak gak berguna kayak kamu."

Heejin semakin menundukkan kepalanya, meremat jari jemarinya. Sekuat apapun dirinya, ia tetap mengeluarkan isakan dari mulut kecilnya. Jujur saja, rasanya lebih sakit daripada disiksa oleh Hyunjin.

"Hiks, Ayah.. Hiks hiks."

"Apa lagi?"

"Tolong Heejin, Heejin sakit Yah."

"Halah. Gak usah banyak ngomong. Saya sibuk. Saya gak perduli sama apa yang terjadi dengan pernikahan kamu. Bahkan, dengan kamu sekalipun. Walapun kamu nanti nya mati, saya tetap gak perduli."

Tutt tut tut..

Semoga Tuan Jeon. Semoga anda tidak menjilat ludah anda sendiri.

Sambungan terputus, Heejin seperti kehilangan arah. Ia menangis sesegukan, tidak perduli jika Hyunjin akan mendengar suaranya.

"Sakit hiks.. Sakit,"






.




Flashback On

Heejin kecil sedang berjalan dengan lesu, membawa raportnya yang baru saja dibagikan oleh wali kelas. Matanya terlihat merah dengan bibir yang mencebik.

Baru saja Heejin masuk kedalam rumah, ia sudah disambut oleh Kyuhyun yang sedang menonton televisi.

Kaki kecilnya melangkah mendekat kearah sang Ayah, tiba-tiba saja Heejin menangis dengan kencang. Membuat Kyuhyun memeluk anak gadisnya seraya menatap Yoona bertanya-tanya.

"Biasa, Heejin dapat peringkat dibawah 5 besar," jelas Yoona. "Padahal kan gapapa ya Yah?" tambahnya.

Kyuhyun mengangguk, ia tersenyum kemudian mengelus rambut Heejin yang akan menginjak kelas 6 SD.

"Gapapa kok, Ayah gak marah. Kan yang penting anak Ayah bisa ngerjain ujiannya dengan baik. Soal peringkat, mau dibawah 10 besar pun Ayah gapapa. Udah ya? Anak gadis Ayah gak boleh nangis. Nanti Ayah ajak beli pizza!" ujar Kyuhyun menenangkan Heejin.

Benar saja, setelah mendengar kata 'pizza' terlontar dari mulut Ayahnya, ia langsung berhenti menangis. Menatap sang Ayah dengan matanya yang sembab.

"Bener yaaa? Pizza yang besaaar. Yang banyak keju sama dagingnya," pinta Heejin yang diangguki dengan cepat oleh Kyuhyun.

"Ih, jahat. Masa mau beli pizza gak ajak-ajak Ibu sih? Ibu ngambek ah," kata Yoona sembari membuang muka pura-pura merajuk.

Heejin dan Kyuhyun tertawa, "Ibu kayak anak kecil. Ngambek-ngambek."

"Hooh tuh, gimana sih Ibu nih? Malah ngambek. Kan Ayah gemes, jadi tambah sayang," tambah Kyuhyun. Pria itu tertawa lalu berdiri mendekati sang istri masih dengan Heejin yang dipeluknya.

"Ayah hitung satu sampe tiga. Kita peluk Ibu biar gak ngambek lagi. Satu, dua, tigaaa!!!"

Heejin beralih memeluk Yoona dengan erat, sedangkan suaminya memeluk mereka berdua dengan hangat. Ah, benar-benar keluarga bahagia.

Kenangan yang indah.

BE YOUR WIFEU ; HHJ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang