Bab 1 : Medali Itu

6.8K 249 14
                                    

   Aku menatap soal fisika yang belum juga selesai dari tadi. Variabel-variabel rumit, rumus-rumus, sudah kucari. Tapi, mengapa soal ini begitu sulit?

“Uhuk! Uhuk!” aku terbatuk sebentar, meminum air hangat. Lalu, kembali menatap soal.

   Aha! Ternyata aku hanya perlu memasukkan satu rumus lagi. Nah, kalau sudah seperti ini, aku bisa mencari jawabannya.

   Aku sedang mengerjakan soal OSK Fisika 2016. Sebagai latihan untuk OSN (Olimpiade Sains Nasional) 2017 dan IPhO (International Physics Olympiad) 2018. Kedua mimpiku saat ini. Meskipun, orang bilang mustahil.

Selesai juga. Ini adalah soal terakhir.

   Aku mengalihkan pandanganku ke dinding kamar rumah sakit.  Ada sebuah gambar medali emas, dengan tulisan “IPhO” di kepingannya. Di bawah medali itu, tertulis, “Semangat! Adrian pasti bisa!” .

     Aku beralih melihat gambar lain. Gambar seorang remaja laki-laki dengan kanul hidung. Medali emas menggantung di lehernya. Ia tersenyum lebar, memegang piala dan piagam.

Mungkinkah gambar-gambar ini menjadi nyata? Mungkinkah aku mendapatkan medali emas itu?

“Adrian, tidurlah. Sudah malam. Nanti tambah sakit lho” kata mama.

“Iya, Ma” jawabku. Aku pun membenarkan posisi kanul hidungku, merapikan buku fisika, mematikan lampu, dan tidur.

~Story of Two Dreams~

   Hangatnya mentari menyapaku yang baru bangun.  Aku memandang mama yang masih tidur.

Wajah lelah karena menjagaku.
    
   Semua ini gara-gara penyakit fibrosis kistik menyebalkan itu. Penyakit ini membuat organ-organ tubuhku —terutama pencernaan dan pernapasan— tersumbat oleh lendir kental yang lengket. 
    
    Akibatnya? Sesak napas yang parah. Infeksi paru. Kelelahan. Sinusitis. Sering keluar masuk rumah sakit.

Itu baru sebagian dari penderitaan yang kualami setiap hari.

Dengan semua penderitaan ini, mungkinkah aku meraih mimpi?

~Story of Two Dreams~

Akhirnya, mama bangun juga.

“Selamat pagi, Nak,” sapa mama dengan senyum tulus.

“Selamat pagi juga, Ma,” jawabku.

Tiba-tiba, dadaku terasa sangat sesak dan nyeri.  Padahal, aku memakai kanul hidung.

“Aduh!” seruku.

“Adrian kenapa? Ada yang sakit sekali?” tanya mama kaget.

“S.. sesak..hh..Ma...hh,” jawabku.

“Perlu Mama panggilkan perawat?” tanya mama.

Aku mengangguk. Mama pun memanggil perawat menggunakan nurse call.

     Aku menyenderkan badanku ke dipan kasur. Sesak... Sakit.... Seperti ada batu besar yang menindih dadaku.

“Hh..UHUK! UHUK!..hh” batukku semakin parah. Napasku semakin tak beraturan.

    “Adrian!” teriak seorang perawat yang baru masuk. Ia mendorong troli berisi tabung oksigen yang lebih besar, menghubungkannya pada masker,  lalu melepas kanul hidungku,  dan memasang masker oksigen di mulutku.

    Setelah beberapa saat bernapas dalam masker, akhirnya dadaku sedikit lega. Meskipun sebenarnya masih sesak.

~Story of Two Dreams~

    Sekarang, semuanya terasa sedikit lebih baik. Aku mengambil buku fisika, binder, dan  kotak pensil. Belajar lagi, seperti biasanya.

    Berusaha memahami rumus demi rumus. Contoh-contoh soal. Memahami semuanya sendiri, tanpa ada yang mengajari.

     Guru pembimbing olimpiade fisika ku, Pak Surya, pasti sedang mengajar di sekolah. Begitupun anggota tim olimpiade lainnya yang sedang persiapan untuk kompetisi tingkat kota.

    Sementara aku? Belajar sendiri, di kamar rumah sakit ini. Menjalani serangkaian perawatan ini itu, minum obat ini itu.  Entah kapan aku keluar dari kamar membosankan ini.

    Fisika menjadi caraku menghilangkan suntuk. Membaca rumus-rumus, memandang simbol-simbol yang rumit namun indah. Mengasah logika saat mengerjakan soal-soalnya. Memahami konsep yang sangat menarik.

    Orang bilang, fisika itu sulit. Tapi, menurutku fisika itu indah. Fisika itu menyenangkan.

~Story of Two Dreams~

Aku merapikan buku fisika dan binder. Istirahat dulu.
   
    Ada notifikasi WhatsApp dari Pak Surya. Aku mengambil ponselku,  melihat notifikasi itu.

Pak Surya : Adrian, nanti malam, 
                      Bapak jenguk kamu, ya.

Adrian      : Ok, Pak. Boleh minta   
                      tolong nggak, Pak?

Pak Surya : Boleh, minta tolong apa?

Adrian      : Tolong bawakan materi
                       bimbingan nanti sore,
                       Pak. Tolong jelasin juga.
                      Nggak apa-apa kan, Pak?

Pak Surya : Kalau Bapak sih, nggak
                       apa-apa. Kalau kamu,
                       gimana? Kan lagi sakit....

Adrian      : Nggak apa-apa kok, Pak.

Pak Surya : Baiklah, banyak-banyak
                       istirahat, ya. Semoga
                       cepat sehat! Biar bisa
                       bimbingan olimpiade lagi
                       di sekolah :)

Adrian       : Amiin. Terima kasih
                       banyak, Pak.

    Aku meletakkan ponselku di atas meja.

    “Mama sayang sama kamu. Mama percaya, kalau kamu bisa sembuh. Kalau kamu bisa dapat medali emas di IPhO. Kamu percaya, nggak?” tanya mama. Aku terdiam.

    Seharusnya aku percaya. Tapi, dengan kondisiku yang seperti ini, aku tidak yakin. Sampai sekarang, obat untuk menyembuhkan fibrosis kistik belum ditemukan. Dan untuk olimpiade, banyak saingan yang jauh lebih sehat dan lebih cerdas dariku.

Apakah itu mungkin? Ah, Adrian, buang jauh-jauh pikiran burukmu! Jangan pesimis dong! batinku.

   “Kamu harus percaya, ya! Kamu harus percaya atas harapan dan impianmu sendiri. Jangan khawatir, Mama akan selalu percaya denganmu. Mama akan selalu menyayangimu,” ujar mama, tersenyum. “Tetap berjuang ya, Nak.”

Aku refleks memeluk mama.

“Makasih, Ma. Sudah mengandung, merawat, menyayangiku, dan percaya dengan impianku” kataku.

“Sama-sama, sayang. Sekarang tidur dulu, ya?” kata mama.

“Iya, Ma,” jawabku. Aku pun melepaskan pelukanku, berbaring, memejamkan mata hingga akhirnya tertidur.

~Story of Two Dreams~




Hai!

Ini adalah karya pertamaku di Wattpad. Aku masih pemula dalam menulis cerita. Mohon kritik dan sarannya ya!

Insya Allah, cerita ini akan update setiap weekend, kalau aku nggak sibuk.

Kalau suka cerita ini, boleh dong vote dan komentarnya. Terima kasih!

Bye! See you at another chapter!

A Medal For AdrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang