"Mama... Kena cystic fibrosis juga."
A...APA?
Aku kaget, sekaligus sedih. Mama, terkena penyakit yang sama denganku.
Ah, ternyata firasatku benar.
"B...beneran, Ma?"
"Iya, Nak," Mama mengangguk, pasrah.
Aku bingung. Mau bagaimana setelah ini? Biaya berobat untuk penyakit ini sangat mahal. Untuk aku saja, uang Mama dan Papa telah habis.
Belum lagi, ancaman kematian yang akan dihadapi Mama. Bagaimana keluarga ini akan menghadapinya?
Aku yang masih ingin juara olimpiade. Ara yang masih kecil, kelas satu SD saja belum. Papa, pasti akan kehilangan.
Aku tak sanggup membayangkannya.
Tuhan, apakah aku saja yang menderita tidak cukup? Mengapa Mama harus juga?
Aku tahu yang barusan terlintas dalam hati, mungkin berdosa. Tapi, itulah yang aku pikirkan sekarang.
Dan, air mataku menetes lagi.
"Adrian, jangan menangis!" Kata Mama, panik.
"Mama... Mama akan baik-baik saja, kok. Mama akan sembuh, kamu juga! Mama janji, Nak!"
Kuharap, Ma. Sayangnya, itu tidak mungkin.
"Ma..." Kini, suaraku yang tertahan.
Air mataku semakin deras. Tanpa mengucapkan apa-apa, aku pergi ke kamar mandi.
~Story of Two Dreams~
"Adrian, kalau kamu mau mendengar, Papa siap menceritakan yang sebenarnya terjadi," kata Papa di rumah, setelah aku pulang dari rumah sakit.
"Aku mau," jawabku singkat.
"Ini akan menjadi cerita yang akan membuatmu sedih. Tapi, kamu sudah besar. Sudah saatnya kamu tahu," kata Papa lagi.
"Baiklah, Pa. Apa?"
"Sebenarnya, Mama sudah lama didiagnosis, bersamaan dengan kamu."
"Maksudnya?" Tanyaku, tak mengerti.
"Kamu terlahir dalam keadaan sakit. Napasmu sesak, perutmu buncit, kulitmu kuning. Dirawat di NICU. Tidak seperti orang tua lain, Papa dan Mama nggak bisa langsung menggendong kamu.
Dokter-dokter pada kebingungan, penyakit apa yang kamu idap. Dites ini, dites itu. Nggak ada yang positif.
Sampai akhirnya, ada yang mengusulkan tes gen CFTR. Kamu, Papa, dan Mama dites. Selain itu, banyak juga tes yang kamu jalani.
Hasilnya, kamu positif mengidap CF. Dan, dari hasil tes itulah, baru ketahuan, tenyata, Mama mengidap penyakit yang sama.
Mama memang pernah cerita, sering mengalami gejala yang mirip-mirip kamu waktu kecil. Sering kena infeksi paru. Tapi, barulah saat itu penyebabnya diketahui.
Mama merahasiakan ini semua dari kamu dan Ara. Kenapa? Karena Mama nggak mau kalian jadi merasa bersalah. Khususnya kamu, Adrian.
Mama ingin kalian berdua bisa menggapai mimpi kalian masing- masing. Tahu, Adrian? Mama, selama ini rela menolak obat-obatannya, hanya demi kamu.
Jadi, kamu jangan marah sama Mama, ya? Jangan gara-gara ini, kamu tidak fokus. Kamu harus tetap berjuang, menggapai mimpi kamu" Kata Papa.
Aku terdiam.
"Aku... Aku hanyalah beban..." Ujarku, tak mempedulikan ucapan Papa.
"Jangan menganggap dirimu seperti itu, Adrian. Kamu bukan beban. Kamu itu cahaya Mama dan Papa...
Seperti nama depanmu, Zaky, yang artinya terang."
"Tapi Adrian artinya gelap," ujarku.
"Justru itu, cahaya ditengah kegelapan. Adrian juga bisa berarti kaya,"
Aku tersenyum. Ah, benar juga.
"Ini memang saat-saat berat, Dri. Maukah kamu berjanji? Nggak perlu janji yang berat-berat. Sederhana saja," pinta Papa.
"Apa?" Tanyaku.
"Janji akan bertahan, tetap berjuang, dan tidak menyerah," Papa memberikan jari kelingkingnya.
Aku berpikir sebentar. Baiklah.
Aku menautkan jari kelingkingku dengan punya Papa.
"Iya, aku janji," kataku.
Jika Tuhan mengizinkan, Pa.
~Story of Two Dreams~
Aku berjalan ke kamar. Mengulangi hal yang biasa aku lakukan : memandang Mading Mimpi. Namun, kali ini pandanganku berbeda.
Mungkinkah, semua yang aku tulis disini, akan tercapai?
Semuanya semakin berat
Tantangan semakin sulit
Sakit semakin parah
Masalah semakin bertambahSemuanya tak lagi sama...
Mungkinkah?
~Story of Two Dreams~
KAMU SEDANG MEMBACA
A Medal For Adrian
Teen Fiction"Kamu aneh, Adrian. Sakit-sakitan, masih juga ikut olimpiade". Aneh ya? Bukankah itu definisi dari pantang menyerah? Memangnya, orang yang sakit parah nggak boleh bermimpi, ya? Nggak boleh punya impian seperti orang sehat? "Yaelah, Dri. Orang seh...