Bab 6 : Nyanyian Harapan

1.4K 89 2
                                    

Pagi ini hari sabtu. Jadwal libur di SMA Cahaya Bangsa.

     Mama dan Papa sedang bekerja. Ara masih tidur. Mbak Ani tidak terlihat, mungkin sedang menjemur pakaian.

     Aku duduk di kursi makan, melahap sarapan yang sebenarnya terlalu banyak. Ada sepiring nasi dengan porsi dua kali dari orang lain. Ada juga lauk ikan, lengkap dengan sayurannya.

    Tubuhku lemah, perlu kalori yang jauh lebih banyak. Untuk melawan infeksi, dan menaikkan berat badanku yang kurang ini.

    Setelah sarapan, aku mengecek notifikasi di ponselku. Ada pesan dari grup The Boys Room. Grup antara aku, Ifan, dan Kevin.

Kevin : Hai guys. Ke rumah gue kuy!

Adrian : Ngapain, Vin? Nonton anime?

Kevin : Nggak! Kita main musik. Gue main gitar, Adrian dan Ifan nyanyi. Gimana?

Adrian : Mau deh. Tapi kapan?

Kevin : Sore ini. Mau nggak?

Adrian : Oh, sore. Mau deh.

Ifan : Ok.

Kevin : Sip. Sampai jumpa di rumah gue!

Aku menutup aplikasi WhatsApp, menaruh ponselku di atas meja makan. Meninggalkannya.

~Story of Two Dreams~

Pukul 5 sore, di rumah Kevin.

"... Hidup terkadang sulit diterka.
Akan kemana membawa kita.
Bila saja segala rencana
Berjalan apa adanya...."

    Suara Ifan menggema di studio mini Kevin. Ia sedang menyanyikan lagu berjudul, "Nyanyian Harapan" dari RAN. Kevin memetik gitar, aku menyanyikan bait lainnya. Saat tiba di reff, kami bernyanyi bersama.

Walau tak mudah untuk bertahan
Ku menolak kalah oleh keadaan
Meski tiada yang jamin ku disini
Esok masih melihat mentari

Oh harapan takkan mati
Ku tak sendiri

Percaya dalam gelap
Sinar kan menyala harapan kan ada
Berhentilah berputus asa
Ku pasti bisa

Percaya dalam gelap
Harapan kan datang membawakan terang
Hidup ini sangat berarti
Tak ingin ku berhenti bermimpi

Oh selama tali harapan terikat di hati
Tak akan ku berhenti mengarungi deras hidup ini

Percaya dalam gelap
Sinar kan menyala harapan kan ada
Berhentilah berputus asa
Ku pasti bisa

Percaya dalam gelap
Harapan kan datang membawakan terang
Hidup ini sangat berarti
Tak ingin ku berhenti bermimpi

Percaya dalam gelap
Sinar kan menyala harapan kan ada
Berhentilah berputus asa
Ku yakin pasti bisa, oh

Percaya dalam gelap
Harapan kan datang membawakan terang
Hidup ini sangat berarti

Marilah kita buat bermakna
Walau hidup hanya sementara

Ku takkan berhenti
Ku tak ingin berhenti bermimpi

Sinar kan menyala
Harapan pasti ada

Selesai. Terdengar suara tepuk tangan dari luar studio. Aku menoleh.

"Wah, suara Bang Adrian dan Bang Ifan keren! Bang Kevin juga tambah jago main gitarnya," puji Vanilla, adik Kevin.

"Eh, terima kasih, La!" kataku.

"Eh, lirik lagunya bagus. Itu tentang apa, Bang?" Tanya gadis itu lagi.

Aku terdiam. Lagu itu adalah tentang aku yang berjuang menggapai mimpi, meskipun punya penyakit.

"Ya, tentang motivasi gitu lah, Dek," akhirnya Kevin membuka suara.

"Oh, gitu. Dah!" Vanilla melambaikan tangan, sebelum akhirnya tak terlihat lagi.

Tiba-tiba, terdengar dering dari ponselku. Ada notifikasi WhatsApp dari Mama.

Mama : Adrian, pulanglah. Jangan lama-lama di sana. Nanti kecapekan.

Adrian : Ok, Ma.

"Hmm, Kevin, Ifan, aku disuruh pulang sama Mama. Aku pulang ya!" pamitku.

"Ok, Dri. Dah!"

Aku pun berjalan kaki menuju rumahku, yang hanya berjarak tiga rumah dari sini.

~Story of Two Dreams~

“Baiklah. Kalian bisa mengerjakan soal no. 5-15 di halaman 42,” ujar Pak Surya.

    Hari ini, meskipun minggu, aku dan anggota ekskul olimpiade fisika lainnya sedang bimbingan olimpiade di rumah Pak Surya. Aku membuka buku, mengerjakan soal-soal yang disebut Pak Surya tadi.

   Soal-soal ini sebenarnya tidak terlalu sulit. Tapi, karena akhir-akhir ini aku mudah lelah —entah apa alasannya— , aku sulit berkonsentrasi saat mengerjakannya.

“Hoah...” aku menguap. Aku sangat mengantuk.

Aku lelah. Sungguh lelah.

Sepertinya, aku tak sanggup lagi mengerjakan soal-soal ini.

“Adrian ngantuk? Cuci muka saja dulu,” kata Pak Surya.

Aku hanya ingin pulang, Pak. Aku sungguh lelah.

“Iya, Pak,” jawabku.

Aku beranjak menuju kamar mandi Pak Surya untuk mencuci mukaku.

Ok lah, ngantuknya agak kurang, pikirku. Ya, meskipun masih lelah.

    Aku kembali ke ruang tamu, kembali mencoba mengerjakan soal. Tapi, malah mengantuk lagi. Kepalaku mulai pusing.

Aku mencoba mengerjakan soal-soal ini dengan setengah fokus. Tetap saja sulit.

Kenapa akhir-akhir ini aku mudah lelah sih? Bahkan meskipun sehabis latihan olimpiade satu jam saja, seperti sudah lari keliling lapangan sepakbola 10 kali.

Kepalaku semakin pusing. Badanku lemas.

Angka-angka di halaman buku itu mulai kabur. Penglihatanku perlahan menggelap.

Aku ambruk.

~Story of Two Dreams~



Hai!
Jika suka bab ini, jangan lupa vote dan komentar ya!

Terima kasih telah membaca!






A Medal For AdrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang