02

1.2K 163 25
                                    

Jennie POV

Pagi ini, seperti biasa ... aku menyiapkan sarapan untuk anak dan suamiku.
Suami? Baiklah, untuk saat ini Hanbin memang masih menjadi suamiku. Tapi sebentar lagi, dia bukan lagi suamiku melainkan mantan suamiku.

Entahlah, banyak sekali perasaan yang kurasakan saat ini. Sedih, kecewa, marah, dan juga kasihan.
Kasihan? Pada siapa? Hanbin tentunya.
Semua rasa itu karena hanbin dan untuk Hanbin.

Aku kasihan padanya, dia pasti sulit memutuskan pilihannya. Tapi, aku tak bisa jika berbagi suami dengan wanita lain. Apalagi, wanita itu adalah seorang  jalang.

"Eomma.", panggil Ella.

"Eoh, chagi-ya. Kau sudah bangun?", tanyaku.

"Hem, baru saja.", kata Ella.

"Apa oppamu sudah bangun?", tanyaku.

"Sepertinya belum, karena pintu kamarnya masih tertutup. Lagi pula, ini kan hari libur. Sudah pasti oppa akan bangun siang hari.", kata Ella.

"Geurae, kalau begitu mandilah. Sarapan hampir siap. Nanti jika sudah selesai, bangunkan oppamu untuk sarapan.", kataku.

"Eoh, eomma.", kata Ella.

"Tapi eomma, semalam aku merasa seperti ada yang memelukku. Apakah itu hantu? Atau aku mimpi buruk? Ah, aku sangat takut eomma.", lanjutnya.

"Semalam eomma ... ", belum sempat kuselesaikan kalimatku, tiba-tiba Hanbin memotongnya.

"Kau pasti bermimpi buruk, chagi-ya.", kata Hanbin yang sudah berada dibelakangku dan Ella.

"Eoh, sepertinya memang begitu appa. Tapi, aku juga sempat berpikir bahwa itu eomma.", kata Ella.

"Aniya, eomma tidur dikamar bersama appa.", kata Hanbin sambil memeluk dari belakang dan mencium rambutku.

Hanbin memang pria yang romantis, dan aku sangat suka itu. Tapi tidak untuk sekarang dan seterusnya.
Aku membencinya.

"Lepas!", bisikku.

Aku tau kenapa dia bilang pada Ella bahwa aku tidur dikamar bersamanya semalam, itu agar Ella tak mengira aku dan Hanbin sedang ada masalah.

"Ais, appa anak-anakmu sudah besar tapi appa masih saja romantis seperti itu pada eomma. Lihat, sepertinya eomma malu padaku. Baiklah, aku mengerti. Aku akan pergi mandi.", kata Ella lalu pergi begitu saja.

"Lepas!", kataku sambil mendorongnya agar menjauh dariku.
"Jangan pura-pura lupa atas apa yang kau katakan semalam, Hanbin-ah. Aku tak ingin kau sentuh lagi mulai sekarang.", kataku.

"Aku tak pura-pura lupa atau bahkan sengaja melupakannya. Itu tak akan pernah bisa ku lupa, saat-saat aku melukai perasaanmu. Mianhae. Aku berharap aku bisa memperbaiki itu.", kata Hanbin.

"Katakan padaku, apa yang harus kulakukan agar kau mau memaafkanku?", tanya Hanbin.

Aku memilih bungkam dan kembali fokus pada masakanku yang hampir matang itu.
Dan sepertinya, Hanbin mengerti itu.
Dia hanya diam memperhatikanku.

|°•○●○•°□■□°•○●○•°|

Tak lama, masakanku pun matang. Lalu, kumatikan kompor dihadapanku ini.
Saat aku ingin menyajikan masakan kedalam mangkuk, Hanbin menahanku.

"Apa lagi, Hanbin-ah?", tanyaku malas.

"Katakan sesuatu.", kata Hanbin.

"Aku tau kau mabuk semalam, tapi aku yakin kau merekam semua perkataanku dalam otakmu itu.", kataku.

"Aku ingin kau meninggalkannya. Dan jika kau tak sanggup, maka aku dan anak-anak yang akan meninggalkanmu.", lanjutku.

"Aku tak bisa, Jen.", kata Hanbin.

"Kau bilang, kau tak mencintainya kan? Lalu apa yang memberatkanmu?", tanyaku.

"Calon anakku. Itu yang memberatkanku. Aku tak mungkin membiarkannya lahir tanpa appa.", kata Hanbin.

"Baiklah jika begitu, secepatnya urus perceraian kita.", kataku.

Lagi-lagi, aku mengatakan kata cerai. Jujur itu menyakitkan untuk diriku sendiri.

Tiba-tiba hanbin memelukku lagi.

"Andwae! Jangan terus menyuruhku untuk menceraikanmu, Jen. Karena itu tak akan mungkin kulakukan. Sampai kapanpun, tak akan pernah.", kata Hanbin.

"Kalau begitu, biar aku yang mengurusnya.", kataku sambil mendorong tubuhnya dengan kuat agar aku terlepas dari pelukannya.

Lalu, aku memilih untuk pergi kekamarku untuk membereskan pakaianku.
Aku sudah tak tahan, aku ingin pulang kerumah orang tuaku. Aku akan membawa anak-anakku. Aku tak peduli jika mereka curiga nantinya.

Tapi baru beberapa langkah, dengan tiba-tiba hanbin menahan dan mencium bibirku.
Dan dengan cepat aku melepas ciuman kami, lalu tanpa berpikir lagi aku langsung menampar pipinya dengan kuat.

"Wae? Mengapa kau menolakku? Kau sudah tak mencintaiku?", tanyanya.

Dasar bodoh! Kau masih bertanya mengapa?

"Ini bukan karena aku masih mencintaimu atau tidak. Jika kau bertanya aku masih mencintaimu atau tidak, jawabannya adalah masih. Aku mencintaimu ... sangat. Cintaku padamu tak pernah berubah dari dulu, bahkan semakin lama semakin besar. Tapi, kau sudah menyentuh wanita selain aku. Dan karena itu, aku tak ingin disentuh lagi olehmu. Termasuk dicium olehmu.", kataku lalu pergi meninggalkannya.

Jennie POV End

Hanbin POV

Aku tak menyangka, Jennie sangat berniat cerai denganku. Apakah dia tak memikirkan Haru dan Ella? Jika mereka tau, mereka pasti akan sangat kecewa padanya dan terutama padaku.

Atau mungkin, Jennie sudah tak mencintaiku?
Baiklah, aku akan membuktikannya.

Lalu, akupun menahannya yang ingin pergi. Setelah itu, aku menciumnya tepat dibibir.
Jika dia membalas ciumanku, kuanggap dia masih mencintaiku. Tapi jika tidak, itu artinya dia sudah tak lagi mencintaiku.

Tapi, nyatanya dia menolak ciumanku.

"Wae? Mengapa kau menolakku? Kau sudah tak mencintaiku?", tanyaku sedikit emosi.

"Ini bukan karena aku masih mencintaimu atau tidak. Jika kau bertanya aku masih mencintaimu atau tidak, jawabannya adalah masih. Aku mencintaimu ... sangat. Cintaku padamu tak pernah berubah dari dulu, bahkan semakin lama semakin besar. Tapi, kau sudah menyentuh wanita selain aku. Dan karena itu, aku tak ingin disentuh lagi olehmu. Termasuk dicium olehmu.", kata Jennie lalu pergi meninggalkanku.

Hanbin POV End
.
.
TBC.

Gimana part 2nya all? 😁
Jangan rame diawal aja ya, dipart-part selanjutnya tolong ramein juga 🙏
Ah iya, jangan lupa vote ya sebagai tanda kalian dukung aku. 🙏🏻
Bagi yang belom follow aku, tolong follow ya. 🙏🏻
Gomawo, all. 🙏🏻

Broken PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang