06

877 115 2
                                    

Jennie POV

Aku melihatnya.
Aku melihat mobil itu pergi meninggalkan halaman rumahnya sendiri.

"Semoga kau bahagia dengan keputusanmu. Untuk sekarang, aku hanya akan menurutimu untuk tetap tinggal disini bersama anak-anak. Aku akan menunggumu. Aku akan menunggu keajaiban tiba. Semoga Tuhan membuatmu kembali padaku, Hanbin-ah.", kataku yang sedang berada dibalkon kamar.

Lalu, aku pergi menuju ranjang untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiranku.

Aku membaringkan tubuhku diranjang.
Setelah itu, aku melihat kearah pintu.

"Aku tak akan menunggumu sampai larut malam sambil memperhatikan pintu itu lagi.", kataku.

Lalu, aku beralih menatap lemari.

"Aku tak akan lagi menyiapkan baju kantormu dipagi hari.", kataku.

Aku juga beralih menatap pintu kamar mandi dan meja riasku.

"Aku juga tak akan lagi melihat pantulan tubuhmu dari cermin dimeja riasku setelah kau keluar dari kamar mandi.", kataku.

"Dan tak akan ada lagi Hanbin yang tidur disampingku. Tak ada lagi Hanbin yang menyelimuti dan mencium keningku sebelum tidur. Tak ada lagi Hanbin yang memelukku sampai pagi tiba saat aku tertidur.", kataku sambil mengusap ranjang bagian kananku.

"Tak akan ada lagi. Walau aku masih menjadi istrimu sekalipun, itu akan berbeda mulai sekarang.", lanjutku.

Jennie POV End

Haru POV

'Kring ... kring ... kring ...'

"Ah, alarm. Dimana kau?", tanyaku sambil meraba-raba nakas disamping ranjangku dengan mata yang masih terpejam.

Tapi, aku tak menemukannya.
Lalu, aku membuka mataku dengan perlahan.

"Ais, jinjja. Berisik sekali.", kataku kesal sambil mendudukan tubuhku.

Lalu, aku mematikan alarmku.

"Hng? Ige mwoya?", tanyaku sambil mengambil kotak merah yang berada tepat disamping alarmku.

"Ah, entahlah. Ini sudah siang lebih baik aku mandi saja.", kataku.

Lalu, aku bangkit dari ranjangku.

"Eoh, kau sudah bangun?", tanya eomma yang tiba-tiba masuk kekamarku.

"Hem, eomma. Itu karena dia", kataku sambil menunjuk alarmku.

"Aigoo ... ya sudah. Cepatlah mandi.", kata eomma.

"Ne.", kataku.

Lalu, aku pergi kekamar mandi yang ada didalam kamarku.

"Em, haru-ya. Itu kotak apa?", tanya eomma penasaran.

"Eoh? Aku tak tau eomma. Saat aku bangun tidur, kotak itu sudah ada disana.", kataku.

"Boleh eomma lihat?", tanya eomma.

"Eoh, tentu saja.", kataku.

"Perhiasan.", kata eomma yang sudah membuka kotak itu.

"Perhiasan? Aku tak punya perhiasan.", kataku.

"Ah, iya. Kemarin appa membeli banyak perhiasan. Appa bilang itu untuk eomma. Tapi, kenapa appa meletakkannya dikamarku?", tanyaku heran.

"Appa?", tanya eomma memastikan.

"Hem, appa.", jawabku.

"Em, apa kau mau menyimpannya?", tanya eomma.

"Aku? Kenapa aku? Itu kan milik eomma.", kataku.

"Em, eomma belum ingin memakainya. Dan karena sekarang perhiasan ini ada dikamarmu, jadi ... sementara disimpan saja dikamarmu eoh?", kata eomma.

"Eoh, baiklah. Eomma bisa menyimpannya dilemariku.", kataku.

"Geurae.", kata eomma lalu menyimpan kotak perhiasannya dilemariku.

"Aku akan mandi, eomma.", kataku.

"Eoh, mandilah. Jika sudah siap, segeralah turun. Kita sarapan bersama.", kata eomma.

"Ne.", jawabku singkat.

Lalu aku masuk kedalam kamar mandi dan setelah itu menguncinya.

"Aneh.", kataku.

"Mengapa rasanya, seperti eomma tak menyukai perhiasan itu? Yah, aku tau. Eomma memang tak gila harta. Jika appa membelikan perhiasan atau barang-barang mewah untuk eomma, eomma pasti menasihati appa untuk tidak menghambur-hamburkan uangnya. Tapi, biasanya eomma tetap menerimanya walau jarang memakainya.", lanjutku.

"Tapi kali ini seperti eomma tak ingin menerimanya. Apa karena appa tak memberikannya secara langsung pada eomma?", tanyaku pada diriku sendiri.

"Lagi pula, kenapa juga appa malah meletakkannya dikamarku? Apa sebenarnya perhiasan itu untukku? Hahaha ...", kataku lalu tertawa.

"Aniya, jelas-jelas kemarin appa menyuruhku memilihkan perhiasan untuk eomma.", kataku.

Lalu aku sadar, bahwa aku harus mandi secepat mungkin karena ini sudah sangat siang. Bisa-bisa aku terlambat kesekolah.

Haru POV End

Ella POV

"Eomma, apa eomma baru saja menangis?", tanyaku.

"Eoh, aku juga tadi sekilas melihat mata eomma yang bengkak. Apa itu karena eomma menangis?", tanya Haru oppa.

"Ah, ini ... ini karena ... eoh, eomma menangis ... semalam.", jujur eomma.

"Wae eomma?", tanyaku khawatir.

"Eomma hanya merindukan halmeoni dan harabeoji saja, hehe .... Jika kalian sudah libur lagi, kita pergi kerumah halmeoni eoh?", kata eomma.

"Geurae, eomma. Aku juga rindu halmeoni dan harabeoji.", kataku.

"Eomma serius? Hanya karena itu? Tak ada yang eomma tutup-tutupi dariku kan?", tanya Haru oppa.

"Memangnya menurut oppa, eomma kenapa?", tanyaku.

"Aniya, tak ada apapun yang eomma tutupi dari kalian. Lebih baik kalian sarapan, jangan sampai kalian terlambat kesekolah.", kata eomma.

"Ne, eomma.", kataku.

Lalu, aku dan eommapun mulai memakan sarapan kami masing-masing. Tapi, tidak dengan oppaku.

"Dimana appa, eomma?", tanya Haru oppa.

Seketika, eomma tersedak makanannya.
Lalu, aku pun langsung memberikan minum pada eomma.

"Oppa, makan saja makananmu. Jangan ajak siapapun untuk bicara.", nasihatku.

Aigoo ... lihat, aku sudah seperti orang dewasa saja. Hehehe ....

Ella POV End
.
.
Tbc.

Gimana part 6nya all? 😁
Jangan rame diawal aja ya, dipart-part selanjutnya tolong ramein juga 🙏
Ah iya, jangan lupa vote ya sebagai tanda kalian dukung aku. 🙏🏻
Bagi yang belom follow aku, tolong follow ya. 🙏🏻
Gomawo, all. 🙏🏻

Broken PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang