DUA PULUH DUA

445 36 4
                                    

SMA Pelita akan melaksanakan ujian kenaikan kelas hari ini. Untuk sesaat, Zavia harus melupakan masalah Rey dan Felly. Dia harus benar-benar fokus kali ini.

Namun, tetap saja tidak bisa. Dia terus-terusan memikirkan Rey. Dia mulai ragu akan perasaannya sendiri. Benarkah dia hanya menyukai Rey sebagai teman? Dan bukan lawan jenis?

Gelisah terus melanda dirinya. Apalagi, Rey sedang dekat dengan Felly. Apa yang harus dia lakukan? Menjauhkan Rey dari Felly? Bagaimana caranya? Ah, itu membuatnya pusing.

"Halo, Vin?" Entah sejak kapan Zavia menelepon Vina.

[Iya, Zav, ada apa?]

"Aku mau--"

[Aduh, Zav, gue lagi sibuk belajar nih, bentar lagi gue mau ujian, gue tutup dulu, ya?]

Vina langsung mematikan telepon sepihak. Tak lama, bel masuk pun berbunyi. Dia harus bisa melupakan masalahnya sejenak.

Zavia menghela napas. "Aku pasti bisa!"
_______

Sepulang sekolah, Zavia berniat untuk mengunjungi kelas Rey sebentar. Namun, bukannya bertemu Rey, dia malah bertemu Devin.

"Apa? Mau minta maaf lagi?" tanya Zavia sinis. Devin tertawa hambar.

"Ngapain gue minta maaf? Emang salah gue apa? Lagian, enggak ada untungnya minta maaf sama lo," ujar Devin sinis. Zavia semakin geram.

"Ya udah, minggir!" bentak Zavia.

"Ngapain gue harus minggir? Lagian, gue udah di pinggir. Jalan masih lega!" Ternyata benar, Devin tak menghalangi jalan Zavia sama sekali. Bahkan, sepertinya, Zavia yang memang ingin mencari masalah dengan Devin.

Zavia menghembuskan napasnya, lalu segera melanjutkan perjalanannya sebelum memberi pelototan tajam ke arah Devin.

Dan ... sampailah dia di kelas Rey. Tanpa mengucapkan salam, Zavia langsung masuk ke kelas Rey. Terlihat jelas Rey sedang bersama Felly. Sepertinya sedang belajar bersama.

"Rey!" seru Zavia, lalu segera duduk di antara Rey dan Felly.

"Lagi apa?" tanyanya.

"Lo enggak lihat? Gue lagi belajar, lah," jawab Rey. Zavia mengangguk.

"Kenapa enggak ngajak?" tanya Zavia lagi. Rey menghela napas sejenak. Gadis ini terlalu banyak bertanya menurutnya.

"Harus?" Rey balik bertanya sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Harus!" jawab Zavia cepat.

"Ya udah, ayo!" Kening Zavia mengerut.

"Kemana?" Nah, kalau sudah begini, Rey jadi malas, 'kan?

"Belajarlah, sayang ...." Zavia langsung blushing mendengar kata 'sayang' dari mulut Rey. Padahal, Rey pun tak sengaja mengucapkannya.

"Sa--sayang?" Rey menoleh ke arah Zavia yang sedang mematung dengan pipi memerah. Rey terkekeh geli melihatnya.

"Lucu," ujar Rey sambil mengacak gemas rambut Zavia. Zavia langsung menoleh ke arah Rey dengan pipi yang lebih merah dari yang tadi.

"Rey, a--aku mau ke ... toilet!" Zavia langsung berlari menuju toilet. Rey semakin gemas dengan tingkah Zavia yang salah tingkah. Sementara Felly? Dia merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya saat melihat itu.

Di sisi lain, Zavia kini sedang berusaha menormalkan detak jantungnya yang berdetak sangat cepat.

"Jantung aku kumat lagi," gumam Zavia sambil memegang dadanya. Lalu, sedetik kemudian, Zavia tersenyum sendiri mengingat kejadian tadi saat Rey mengacak rambut Zavia sambil tertawa.

"Emang aku lucu, ya?" tanya Zavia ketika teringat Rey tadi mengatakan bahwa dia lucu.

"Tapi ... aku, 'kan, udah besar, masa masih lucu, sih? Yang lucu, 'kan, bayi," gumam Zavia. Saat sedang memikirkan alasan Rey mengatakan dia lucu, seseorang dengan sengaja menyenggol pundaknya.

"Devin!" pekik Zavia. Ya, itu Devin.

"Apa, sih?" Devin menaikkan alisnya.

"Ngapain senggol-senggol? Enggak ada kerjaan banget!" ketus Zavia.

"Yang kuker lo atau gue?" tanya Devin. Lagi-lagi keningnya mengerut. Kata kuker memang tak asing, tapi tetap saja ia tak tahu artinya.

"Jangan ngomong pake bahasa alien, aku enggak ngerti!" jawab Zavia. Kali ini, Devin yang mengerutkan keningnya.

"Bahasa alien? Siapa yang ngomong pake bahasa alien?" tanya Devin.

"Kamu, lah, kuker itu apa? Aneh, deh, enggak kamu, enggak Vina, enggak Rey, kok bisa bahasa alien?" jawab Zavia.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Empat de--

"Bwahahaha." Tawa Devin langsung pecah. "Bego dipelihara."

Zavia mengdengus kesal. "Stop ngatain aku bego! Aku yakin, aku sama kamu masih lebih bego kamu," ujar Zavia membuat Devin langsung menghentikan tawanya.

"Berani buktiin? Besok sepulang sekolah, kita ketemu di perpustakaan, kita tes siapa yang lebih bego," tantang Devin sambil mengulurkan tangannya.

"Oke, siapa takut!" Zavia membalas uluran tangan Devin.
_______

TBC
Jangan lupa vomment^^

FOR YOU [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang