DUA PULUH TUJUH

418 32 13
                                    

Keesokan harinya, Rey sedang berada di kelasnya. Dia datang lebih pagi agar bisa belajar sebelum ujian. Namun, pikirannya terfokus pada handphonenya.

Dia membaca ulang pesan dirinya dengan gadis yang entah darimana mendapat nomornya.

Cewek aneh
Rey! Save nomor aku!

Anda
Siapa?

Cewek aneh
Zavia Kinara Zara, sahabat Vina, pacar kamu

Anda
Gue gak punya pacar, oy!

Cewek aneh
Punya! Kamu, 'kan, pernah panggil aku sayang, jadi kamu resmi pacar aku

Anda
Tapi, gue gak nembak! Gue juga asal aja panggil lo sayang. Paham?

Cewek aneh
Oh, gitu, ya?

Anda
Read

Rey memijat pangkal hidungnya. Otak Zavia sepertinya semakin rusak. Padahal, Rey sudah lupa kejadian itu.

Tidak lama kemudian, datang seorang teman Rey. Namanya Vero.

Vero datang, lalu langsung menyimpan tasnya di kursi sebelah Rey.

"Anak rajin, Papa bangga sama kamu," ujar Vero sambil menepuk kepala Rey. Rey mendengus kesal.

"Jijik!" pekik Rey sambil menepis tangan Vero kasar.

"Bwahahaha, tumben lo berangkat pagi. Ada apa, nih?" tanya Vero di sela tawanya. Rey memutar bola matanya malas.

"Belajar, lah," jawab Rey sekenanya. Mata Vero membulat sempurna.

"Wah, anak Papa pinter." Vero bertepuk tangan seperti orang yang tidak waras.

"Ck! Gue bukan anak lo! Ogah gue punya bokap kayak lo. Cih!" Rey berdecih.

"Teganya kamu bilang begitu," ujar Vero yang membuat Rey semakin jijik.

"Wih, Papa sama anak udah sampe aja," ujar pria yang baru saja datang. Dia duduk di samping meja Vero dan Rey.

"Raf, lo urusin tuh Vero, lama-lama gue bisa gila duduk sama orang gak waras," ucap Rey. Pria yang bernama Rafa itu mengedikkan bahunya.

"Kalo lo gak mau urus dia, kasih aja ke panti jompo. Kasian, udah tua." Rafa tertawa terbahak-bahak.

"Gue gak tua juga kali!" pekik Vero tak terima. Mereka pun tertawa bersama. Rey bersyukur memiliki teman seperti mereka. Ya ... setidaknya, dapat membuat Rey lupa akan masalahnya sejenak.

"Eh, kalo enggak, ke rumah sakit jiwa juga bisa, tuh," ujar Rafa membuat Vero mandengus kesal.

"Awas lo, nanti pulang," ancam Vero.

"Emang lo mau apa?"

"Nebeng." Mereka kembali tertawa.

"Rey." Serempak, mereka menoleh ke arah suara. Ternyata Felly.

"Ekhem! Rey, gue sama Vero mau ke toilet dulu, ya," ujar Rafa tiba-tiba.

"Lah, mau ngapain? Ogah, ah," tolak Vero yang langsung diberi pelototan tajam Rafa.

"Ayo, lo anterin gue, gue takut." Rafa masih setia memberi pelototan tajamnya. Vero yang diberi tatapan seperti itu, bingung.

"Lo cowok bukan, sih? Masa cuma ke toilet takut, cih!" Rafa menepuk jidatnya. Vero ini memang cowok yang tak peka.

"Cepet! Gue kebelet, nih!" Melihat Vero yang tak bergeming, membuat Rafa semakin murka.

"CEPET, OY!"

"Iya, iya." Akhirnya, Vero nurut juga. "Fell, jagain anak Papa, ya?" Felly tersenyum kikuk.

"Jangan diladenin, Vero gak waras." Kali ini, Rey yang berbicara.

"Woy!"
________

Dengan langkah gontai, gadis itu berjalan perlahan menuju kelasnya. Hatinya kembali berdenyut nyeri mengingat pembicaraan Rey dan Felly.

Niatnya, sih, hanya ingin menemui Rey, tapi hal yang didengarnya membuat moodnya buruk.

Namun, nasib sial menghampirinya. Lagi. Dia bertemu Devin.

"Kenapa lo?" tanya Devin. Zavia menggeleng pelan.

"Serius? Kayaknya lo sakit, deh." Zavia mendongakkan wajahnya.

"Aku ... sial, gara-gara ketemu kamu," ujar Zavia sambil menunjuk wajah Devin. Devin memberi pelototan ke arah Zavia.

"Oy! Gue aja baru dateng!"

"Anterin aku ke UKS."

"Hah?" Devin masih tak mengerti.

"ANTERIN AKU KE UKS!" Zavia menaikkan suaranya.

"Gue gak budeg!" Devin balas membentak. "Lo beneran sakit?"

Devin mulai khawatir. Dia memegang dahi Zavia.

"Nggak panas, tuh," ujar Devin kemudian.

"Ya enggaklah, aku masih waras," ketus Zavia.

"Bukan itu maksud gue." Devin mendekati Zavia. "Lagian, lo ... emang gak waras," bisik Devin, lalu berlari menjauhi Zavia yang kesal.

"DASAR COBEG!"
________

TBC

FOR YOU [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang