SEMBILAN BELAS

483 41 3
                                    

Zavia kini sedang larut dalam lamunannya. Apakah benar ia hanya menyukai Rey sebagai teman saja? Atau ... sebagai lawan jenis? Tapi ... mungkin memang hanya sebagai teman saja.

"Anak-anak, minggu depan, kita akan mengadakan ujian kenaikan kelas. Jadi, Ibu harap, kalian semua belajar," ujar Bu Yuli.

"Iya, Bu ...," jawab para siswa serempak.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Setelah itu, Bu Yuli segera pergi. Semua siswa pun beranjak untuk pulang sekolah. Sedangkan Zavia masih setia di tempat duduknya. Bahkan, kini kelas pun sudah mulai sepi.

"Permisi." Zavia menoleh ke arah pintu. Di situ ada Felly sedang menatap ke arah Zavia. Zavia mulai risih. Mengapa Felly seperti selalu mengikutinya? Atau Felly memang mengikutinya?

"Zav--" Belum sempat Felly melajutkan perkataannya, Zavia melenggang pergi meninggalkan Felly. Namun, Felly terus mengikuti Zavia.

Zavia yang merasa diikuti, segera menoleh ke belakang. Terlihat Felly sedang menatapnya sambil tersenyum kikuk.

"Ngapain ngikutin aku?" tanya Zavia to the point. Felly malah cengar-cengir.

"Ehee ... gue cuma pengen jadi temen lo. Bisa nggak?" tanya Felly hati-hati sambil berjalan ke arah Zavia. Zavia segera melanjutkan perjalanannya.

"Nggak," jawabnya singkat.

"Ke--kenapa?" tanya Felly.

"Karena aku nggak mau." Setelah itu, Zavia segera masuk ke dalam mobil, karena ternyata Mang Yana sudah menunggunya.

Mobil pun segera melaju dengan kecepatan rata-rata. Felly masih berdiam. Dirinya masih aneh kepada Zavia. Ternyata benar, Zavia tak punya teman selain Rey. Mungkin.
_______

Sesampainya di rumah, Zavia segera mengetuk pintu. Hingga, pintu pun terbuka dan Zavia segera memasuki rumahnya. Terlihat jelas sekali rumahnya sepi. Mama dan Papanya seharusnya sudah pulang. Namun, sepertinya, mereka akan pulang telat.

Zavia menghembuskan nafasnya. Dia merindukan orang tuanya. Kesibukan mereka, membuat mereka melupakan Zavia.

"Non, mau makan?" tanya Bi Yuyun. Zavia menggeleng pelan.

"Nggak, Bik, Via sudah kenyang," jawabnya, lalu segera pergi ke kamar.

'Kringgg'

Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Zavia segera melihatnya. Ternyata nomor yang tidak di kenal lagi. Kali ini siapa? Mungkinkah Felly lagi? Meski ragu, Zavia mengangkatnya.

"Halo?"

[Halo]

Suara pria. Tapi, sepertinya Zavia tidak mengenal suara ini.

"Siapa?" tanya Zavia.

[Ini gue, Devin]

Devin? Darimana dia mendapatkan nomor Zavia? Setahunya, yang mempunyai nomor Zavia hanya Vina saja, dan ... Felly. Meskipun ia tak tahu Felly dapat darimana nomornya.

"Ada apa?" Zavia bertanya ketus.

[Hah? Eng--enggak, gue cuma mau minta maaf]

"Bukannya udah?" Beginilah Zavia. Jika berbicara dengan orang yang tak menari baginya, dia akan bicara sangat ketus. Bahkan, mungkin terkesan seperti cewek dingin?

[I--iya, tapi emangnya lo udah maafin gue?]

Zavia menimang sebentar. Kenapa Devin bersikeras meminta maaf kepadanya? Memangnya, apa salah Devin? Waktu di rooftop, justru dia yang dihajar oleh Rey tanpa alasan yang jelas.

"Hm." Zavia berdeham. Meskipun ia tidak tahu mengapa Devin meminta maaf.

[Oke, makasih]

'Tutt tutt tutt'

Zavia segera mematikan telepon. Lalu, tangannya dengan lihai mulai membuat cerita tentang hari ini. Mulai dari saat dia dihukum, hingga pingsan dan berakhir di UKS. Terkadang, banyak komentar menyebutkan bahwa gadis yang ada dalam cerita Zavia itu polos. Zavia menjadi heran. Apakah ia sepolos itu?
_______

TBC

FOR YOU [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang