Part 20

12 2 2
                                    

Jam terus bergulir. Hingga kini menunjukkan pukul 02.00 pagi dini hari.
Terlihat seorang lelaki yang masih sibuk dengan beberapa tumpukan dokumen diatas mejanya dan enggan untuk meluangkan sedikit waktunya untuk tidur

"Belum tidur?"
Tanya Wita

"Belum!"
Jawab Wira. Tanpa menoleh kearah Wita

Lelaki yang sibuk dengan beberapa tumpukan kertas itu adalah Wira Admaja. Wita adalah kakak Wira

"Kamukan udah kelas tiga. Walaupun kamu pintar. Setidaknya harus belajar juga Wir!"
Wita mengelus kepala Wira

"Kerjaan aku masih belum selesai!"
Jawab Wira dingin

"Sini, biar kakak aja yang lanjutin. Kamu istirahat aja ya. Dokumen mana yang belum selesai?"

"Aku enggak bisa tidur!"

"Kalau gitu. Baca2 buku pelajaran aja"

"Lagi malas!"
Ucap Wira acuh

"Kenapa sedari tadi kakak nanya kamu jawabnya kayak enggak niat gitu?! Lagi ada masalah sama papa atau masalah di sekolah?"
Tanya Wita penasaran

"Kak!"
Panggil Wira kepada Wita tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan dokumen perusahaan papanya

"Hum?"

"Kenapa papa selalu maksa kita untuk belajar bisnis?"

"Supaya kita bisa nerusin bisnis papa"
Jawab Wita lembut

"Aku capek kak!"
Wira meremas kertas yang sedang di pegangnya dan membuangnya kelantai

"Biar kakak yang lanjutin sisanya"

"Kakak seharusnya juga tidur! Bukan malah begadang. Apalagi kakak udah semester akhir!"

"Kalau mengingat itu. Kakak jadi enggak berniat buat cepat2 wisuda!"
Wita tersenyum kepada Wira

"Kenapa kak? Apa papa memaksakan kehendaknya lagi?"
Wajah Wira merah padam

"Kamu kan tau. Papa maksa kita buat kerja di perusahaannya. Tapi Kalau kakak masih kuliah, papa enggak memaksakan kita. Tapi kalau sudah selesai kuliah. Pasti papa bakal maksa kakak, buat kerja di perusahaannya! Padahal kakak sama sekali enggak tertarik dengan dunia bisnis!"

"Hum. Aku tau keinginan kakak sejak dulu untuk jadi Dosen!"

"Kakak udah lama buang impian itu. Karena papa sejak dulu menentangnya!"
Wita tersenyum kecut

"Lucu ya kak! Orang2 yang melihat kita hanya dari sisi luar. Mengharapkan supaya mereka hidup seperti kita! Padahal mereka enggak tau, kalau kita itu hidup seperti burung dalam sangkar!"
Wira berdiri, menghadap jendela

"Kita enggak bisa menentukan dikeluarga mana kita akan dilahirkan. Kita hanya bisa menerima dan mensyukuri yang kita miliki saat ini. Karena setiap orang memiliki permasalahannya sendiri"

"Jadi kakak bakal terima aja, kalau setelah wisuda nanti. Kakak bakal bekerja di perusahaan papa?"
Tanya Wira

"Hum. Karena itu udah takdir kakak!"

"Takdir?! Takdir itu bisa kita ubah!"
Wira mulai merasa kesal kepada kakaknya yang pasrah dengan keadaannya

"Wir. Seiring berjalannya waktu. Kamu bakal mengerti"

"Mengerti apa kak?! Kakak hanya merasa takut! Takut untuk menentukan jalan hidup kakak sendiri. Kakak takut kalau cita2 kakak sebagai Dosen gagal! Kakak harus tau, seburuk apapun resikonya! Setidaknya itu adalah pekerjaan yang kita suka! Bukan karena paksaan dari orang lain!"
Wira meninggikan suaranya

My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang