enam belas

757 144 108
                                    

Ivan sedang mengunyah roti sarapannya, begitupun dengan Bara yang sibuk menyesap kopi sembari membuka salah satu aplikasi chat di ponselnya. 7 pesan masuk dari Azura, gadisnya.


🌸私の青 : あずらまおり🌸
(Watashi no ao : Azura Maori)

| bangun!
| udah siang!
| Beyb, hari ini kamu ada kelas?
| mobilku mogok 😭
| masuk rumah sakit.
| nanti jemput aku ya
| 😘😘😘
Today 05.45.

Bara pun segera menjawabnya.

Ini udah bangun.|
Ada nanti jam 8an.|
Kok bisa?|
Rumah sakit?|
Bukannya ke bengkel?|
Iya nanti aku jemput.|
😍😍😍|
06.00 read

Dan lelaki itu pun cekikikan sendiri karena pesan chat dari kekasihnya tersebut. Mobil yang mogok bisa masuk ke rumah sakit? Hanya Azura yang punya pemikiran seunik itu untuk membuat candaan. Dan Bara selalu menyukai caranya berfikir. Berbeda dengan gadis lainnya. Mungkin anggapan bucin dari Ivan untuknya memang jelas pantas disematkan.

Jam masih menunjukan pukul 06.00 waktu setempat. Rumah yang besar itu sedikit sepi sebab kedua orang tua mereka sudah seminggu ini keluar kota dan belum kembali.

Hanya sesekali memberikan kabar via telepon atau chat pada keduanya atau kadang langsung ke asisten rumah tangga mereka, sekedar berjaga apakah kedua lelaki muda itu melakukan tugasnya sebagai anak dengan benar atau sebaliknya.

Hingga Lukman muncul dengan bajunya yang rapi dan mendekati Ivan.

"Mas Ivan, maaf saya harus ke bandara sekarang ini buat jemput Bapak sama Ibu, jadi gak bisa nganterin Mas ke sekolah." Izinnya.

"Lah? Terus aku berangkat pake apa?" Ivan merungut seketika.

"Duh, maaf ya Mas. Saya buru-buru." Tanpa menunggu lama, Lukman pun pergi meninggalkan Ivan yang masih merungut.

"Ojol aja!" Tandas Bara namun matanya masih sibuk dengan ponsel yang ia genggam.

"Gak mau! Panas."

"Dih, belagu bener lu mentang-mentang make mobil mulu ampe gak mau make motor." Sungut sang kakak.

"Bukan gitu, Kak. Aku gak mau pake ojol soalnya helm kang ojol tu kotor. Coba Kakak bayangin! Berapa kepala yang sempet nyobain tu helm? Dari yang botak ampe yang gondrong! Dari yang ubanan sampe yang kutuan! Aku sih ogah nian makenya juga." Urai Ivan panjang lebar.

"Yaudah kalo mau pake helm pala lu kresekin dulu aja biar gak nempel langsung ama tu helm."

"Ish, si Kakak! Kenapa gak sekalian aja nyuruh aku berangkat sekolah pake panci ama baskom!"

Mendengar gerutuan si bungsu, Bara pun langsung tertawa lepas. Ia tidak menyangka jika adiknya bisa memikirkan hal selucu itu. Berangkat sekolah dengan panci di kepala sebagai pengganti helm? Yang benar saja! Membayangkannya pun sudah membuat Bara sakit perut, apalagi benar-benar melihatnya.

"Fffttt... hua ha ha ha..." tawanya pecah.

Ivan diam menekuk wajahnya kesal. Namun melihat Bara tertawa seperti itu sesaat membuatnya ikut tersenyum meskipun samar. Ini pertama kali ia melihat Bara yang lepas, bebas tanpa batas. Senyumannya, tawanya yang berlesung pipi itu sungguh manis dilihat. Suara baritonenya yang khas pun jelas membuat siapa pun akan nyaman bersamanya jikalau saja tidak ada sungut dan emosi seperti dulu lagi.

Bara memang menawan. Bahkan Ivan yang seorang lelaki pun ikut mengakuinya jika kakaknya tersebut punya daya tarik tersendiri dari wajah tampan yang juga berlesung pipi itu.

About My Brother ✔ [Banginho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang