dua puluh

885 138 34
                                    

Chapter ini isinya flashback
16 tahun yang lalu sebelum Lenno dinyatakan meninggal.
Isinya lumayan panjang 3200+ words.































Satu lagi hari yang indah dimulai. Pagi cerah dengan mentari bersinar terang, hembusan angin sejuk nan lembut bertiup menggoyangkan surai hitam dua anak lelaki yang tengah bermain di halaman belakang rumah mereka.

Bintang Albara Mahesa & Lenno Aldiputra Mahesa, dua adik kakak yang akrab dipanggil Bara serta Lenno itu tengah asik menggiring bola bersamaan. Umur keduanya tak begitu jauh. Hanya terpaut 3 tahun dengan Bara berusia 7 tahun dan Lenno 4 tahun.

Dari teras rumah, Anika dan Rama sedang duduk dengan secangkir teh dan kopi di hadapan mereka yang sudah dihidangkan oleh sang asisten rumah tangga.

Tak hanya itu, dalam pangkuan sang istripun kini tengah duduk seorang balita yang baru berusia 1 tahun 2 minggu. Rivandy Alfaathir Mahesa namanya, atau Baby Fox--julukan yang disematkan oleh si sulung pada adik bungsunya tersebut.

Dan si kecil kini nampak sibuk dengan biskuit bayi yang tengah ia kunyah. Dengan 4 gigi susu yang baru saja tumbuh, tentu saja anak itu terlihat begitu menggemaskan. Belum lagi suaranya yang lucu, yang jelas akan membuat siapapun takan bisa menahan untuk tidak tersenyum saat mendengarnya.

Sesekali Anika berseru pada si sulung untuk lebih pelan lagi dalam bermain, karena ia terlalu bersemangat melemparkan bola hingga tak sengaja mengenai wajah adiknya.

"Mas, mau berangkat jam berapa?" Tanyanya lembut pada sang suami yang sedang asik memainkan sebuah boneka kecil guna mencari perhatian dari anak bungsunya.

"Ah? Sebentar lagi. Biarkan aku main dengan si kecil Ivan dulu."
"... sini, Sayang. Gendong sama Papa." Rama mengangkat kedua tangannya yang disambut oleh si kecil.

"Paa... paa... paaa..." suara Ivan yang meminta digendong oleh sang ayah. Tangan mungilnya tergapai-gapai ke udara meminta sambutan hangat dari pria dewasa di depannya.

"Ivan mau digendong sama Papa?"
"... yaahhh... Mamanya ditinggalin deh." Ucap Anika pada si kecil sembari memasang wajah pura-pura cemberut.

Dengan hati-hati, Rama mengangkat tubuh mungil Ivan dan menimangnya beberapa kali sembari terus menciumi pipi bulat nan chubby si anak.

"Mama." Tiba-tiba si sulung datang mendekat. Pun dengan si tengah yang ikut mengekor dibelakangnya.

"Iya? Ada apa, Sayang?" Tanya sang ibu lembut.

"Boleh Bara ikut Papa ke kantor?" Pintanya.

"Loh? Kan Bara harus sekolah sebentar lagi." Jawab Anika.

"Tapi, Bara mau ikut Papa ke kantor." Rengeknya dengan mata berkaca-kaca, hampir menangis.

"Nanti aja yaa sayang. Kalo kamu udah libur sekolah baru boleh ikut."

Bara menggeleng kuat-kuat. Masih memaksa untuk ikut, bahkan ia terus menarik baju yang dikenakan ibunya dengan wajah merunduk lesu.

"Lenno mau ikut Papa. Mau ikut Papa." Si tengah ikut merengek, mengikuti yang dilakukan oleh si sulung.

Pasangan suami istri itu saling berpandangan dengan raut wajah bingung. Apakah mereka harus mengizinkan keduanya untuk ikut serta ke tempat kerja sang ayah atau tidak?

Mendadak, Ivan yang tengah digendong oleh Rama itu menangis kencang, membuat keadaan riuh dengan suara-suara rengekan dari ketiga anak mereka.

About My Brother ✔ [Banginho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang