S2 | sepuluh

656 98 45
                                    

Hari berganti menjadi minggu. Minggu berganti menjadi bulan. Waktu terus berlalu tanpa terasa begitu saja.

Lenno sudah melakukan terapi yang ia jalani selama beberapa bulan dan berjalan sesuai rencana. Meskipun masih kerap kaku dan berat, setidaknya ia sudah bisa menggerakan kakinya sedikit-sedikit.

Ini semua jelas tak lepas dari semangat dan kemauannya untuk bisa kembali menapaki bumi tanpa harus menggunakan alat apapun lagi. Berjalan dengan kedua kakinya sendiri seperti dulu lagi.

Setiap kali ada waktu luang, cowok itu selalu berlatih menggerakan kedua tungkainya dengan cara berpegangan di teralis-teralis besi jendelanya pun dengan merambat di pegangan tangga. Tentu saja itu semua dilakukan dibawah pengawasan.

Tak hanya Didin yang mengawasinya, anggota keluarga lainnya pun ikut membantu. Selalu bersedia menahan tubuhnya saat ia hampir jatuh.

Sama seperti saat ini. Agar tidak bosan, Bara mengajaknya ke taman untuk sekedar kembali melatih otot-otot kakinya.

"Awas, pelan-pelan." Ucapnya seraya membantu Lenno berdiri dengan kaki polos diatas rumput hijau yang menggelitik kulit bersihnya.

Berhasil membuat Lenno berdiri sendiri, Bara pun perlahan melepaskannya. Ia mundur dua langkah lalu mengangkat tangannya ke depan.

"Ayo, coba pelan-pelan." Titahnya pada si adik yang nampak tengah berusaha bertahan berdiri sekuat tenaga.

Perlahan seperti yang dikatakan sang kakak, Lenno mulai menggerakan kakinya. Dimulai dengan yang kanan meskipun kaku, ia berhasil melangkah maju. Setelah itu yang kiri pun ikut menyusul.

Ivan dan Didin yang juga ikut bersama keduanya kini sibuk memberikan semangat sembari duduk merumput.

Cukup untuk info, Didin dan Ivan kini sudah akrab. Sama seperti ia dengan Lenno. Dikarenakan sifat Didin yang supel dan apa adanya pun Ivan yang juga serupa membuat mereka cepat mendekatkan diri satu sama lain.

Terkecuali dengan Bara. Meski sudah tinggal bersama selama berminggu-minggu, Didin masih belum bisa mendekatkan diri dengan lelaki pucat itu.

"Ayo, Kak Lenno. Fighting! Fighting!" Teriak Ivan dengan suara nyaring membuat Lenno tersenyum lebar karenanya.

"Hah? Apaan? Piting?" Didin tak mengerti apa yang diucapkan oleh si kecil.

"Fighting, Bang! Bukan piting!"

"Apa?" Masih juga belum mengerti.

"Gayung!" Celetuk Ivan yang lelah menjelaskan membuat Didin terkekeh geli.

"Ayo, Len. Sedikit lagi." Bara dengan sabar menunggu adiknya itu melangkah mendekatinya.

Setiap Lenno menggerakan kakinya selangkah mendekat, seketika itu juga Bara mundur selangkah. Semakin Lenno datang, semakin Bara menjauh. Seperti anak bayi yang mulai belajar berjalan, begitulah Lenno kini adanya.

Dan tanpa terasa ini sudah langkah ketujuhnya sebelum tubuhnya mendadak limbung karena mulai kelelahan. Hingga...

Hup!

Bara menangkap tubuhnya yang hampir saja jatuh ke tanah. Dan dengan lembut, ia menggendong Lenno untuk kembali didudukan ke kursi rodanya.

"Wah, kayaknya bentar lagi ada yang bisa lari ngegiring bola nih." Ucap Bara yang disambut senyuman lebar adiknya.

"Makasih, Kak." Jawab Lenno.

"Iya sama-sama. Sekarang istirahat dulu aja, lemesin dulu baru nanti kita latihan lagi." Bara mengusak rambut adiknya itu pelan dengan senyuman hangatnya.

About My Brother ✔ [Banginho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang