"Kak, nanti kita main ke pasar kuy!" Ajak Ivan pada kedua kakaknya.
Hembusan angin menerbangkan daun-daun yang gugur di tanah. Hembusannya pula menggoyangkan surai ketiganya hingga nampak bergoyang-goyang seolah tengah menari. Menggelitik kulit namun juga menciptakan rasa nyaman secara bersamaan.
"Ngapain? Udah kek emak-emak aja hobinya main ke pasar." Jawab Bara.
"Kamu mau belanja sayuran?" Tanya Lenno.
"Ih, dengerin dulu napa!" Sergah si bungsu.
"... maksud aku pasar yang jual kek gelang-gelangan, gantungan gitu. Katanya kalo sore ramenya di depan Masjid Atta'awun.""Kamu dateng ke masjid cuma buat nyari mainan?" Selidik Lenno.
"Ya enggak juga, Kak. Sekalian solat juga." Elak adiknya.
"Badannya doang solat, otaknya lagi muter di pasar." Celetuk Bara yang kemudian lengannya disenggol Lenno seolah memberinya peringatan untuk menjaga ucapan.
"Dih. Kek dirinya rajin ibadah aja. Sering lobong-lobong juga solatnya." Balas Ivan tak mau kalah.
"Bolong-bolong, Dek." Ujar Lenno membenarkan.
"Bocah! ngomong aja belom bener udah sok-sokan mulu." Yang sulung juga tak mau kalah.
Lenno hanya bisa diam mendengarkan perdebatan yang tak ada habisnya antara Ivan dan Bara itu. Ia tidak mau mengambil kubu diantara keduanya, jadi kini yang dilakukan si manis hanya memasukan beberapa potong makanan ke dalam mulut dan mengunyahnya.
"Huu... kalian mah gak ikut sih! Tadi seru loh!" Anika mendadak muncul disana sambil membawa beberapa batang kayu juga ranting pohon yang entah didapatnya dari mana. Dan membuat ketiga putranya menoleh.
"Katanya mau nyari jagung. Kok malah bawa-bawa kayu?" Komentar Ivan.
"Jagungnya lagi dibersihin sama Mang Ipul. Di depan." Jawab si ibu sembari meletakan yang ia bawa ke atas rumput.
"Papa mana?" Giliran Lenno yang bertanya.
"Entar juga nongol." Dan seperti yang dikatakan wanita tersebut, suaminya tak lama muncul dengan... penuh lumpur?
"Loh? Itu Papa kenapa dah? Pada kotor gitu?" Celetuk Bara.
"Mandi lumpur biar awet muda." Anika yang menjawab pertanyaan anaknya.
"Duh. Ini tuh gara-gara Mama kalian. Ngotot minta ngambil mangga dari pohonnya langsung, udah tau kalo Papa gak kek Bara yang jago manjat pohon. Jadi jatoh." Gerutu Rama dan Anika hanya terkekeh menunjukan gigi geliginya yang putih bersih setelah mendengar ocehan sang suami.
"Mama mah kebiasaan gak boleh ngeliat mangga di pohon. Pasti minta ngambil mulu." Sungut si sulung.
"... udah berapa kali coba aku disuruh manjat pohon mangga cuma gara-gara buah begituan." Tambahnya lagi, namun tangannya sibuk mengupas kulit kacang edamame rebus yang Ivan beli di tukang bajigur saat lewat di depan villa tadi.Anak itu sengaja membeli kacang tersebut karena tau kakaknya--Bara sangat menyukainya. Terbukti dari 5 ikat yang mereka beli, kini hanya bersisa seikat saja, itupun sudah diraup oleh Bara.
"Mama suka mangga?" Tanya Lenno sembari menyesap bajigurnya. Yang ditanya hanya tertawa kecil sembari menganggukan kepalanya pelan.
Ah, minuman yang terbuat dari santan itu memang enak diminum saat hangat, ditambah udara Puncak yang semakin sore semakin dingin. Cocok sekali.
"Yaudah, Papa mau mandi dulu."
"... abis ini kalian siap-siap buat solat berjamaah ya!" Titah sang imam sembari berlalu dan diikuti sang istri dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
About My Brother ✔ [Banginho]
Teen Fiction(belum direvisi, masih tulisan newbie) "Tak semua luka dapat diobati oleh waktu. Waktu yang melupakan, namun waktu juga yang mengingatkan." ••••• [Season 1: About Lenno] Lukman Ardiansyah, atau yang biasa dipanggil Lukman hanyalah cowok biasa. hidup...