dua puluh satu

949 147 15
                                    

Kenyataannya yang selama ini Anika curigai tentang Lukman adalah kebenaran.

Rasa sayang yang hadir sejak anak itu datang ke kehidupannya adalah hal yang jelas wajar dari seorang ibu pada anaknya.

Dan perasaannya semakin menguat setelah insiden alergi kacang juga dengan tanda lahir di kaki Lukman itu semakin meyakinkan Anika jika supir mereka adalah anak kandungnya sendiri.

Ditambah saat Dokter mengatakan jika Lukman butuh donor darah, dan seketika itu juga Rama mengajukan dirinya setelah mengetahui jika golongan darah mereka sama--yang akhirnya membuat kedua pasutri itu yakin untuk melakukan tes DNA.

Dan tes yang mereka lakukanpun memberikan hasil yang positif--telah menjawab semua pertanyaan keduanya selama ini.

Lukman Ardiansyah adalah Lenno Aldiputra Mahesa. Anak mereka sendiri.

Dan pembicaraan keduanya tentang kecirigaan tentang Lukman saat di ruangan rawat-inap Bara itu terdengar jelas oleh rungu anak pertama mereka.

Dengan-sangat-baik.

Namun sayangnya. Keadaan Lenno kali ini tak begitu baik. Pasca kecelakaannya bersama sang kakak--Bara sepuluh hari yang lalu, anak itu pun jatuh koma karena luka berat pada bagian kepala yang dideritanya.

🍁🍁🍁

Krriieeeett ...

Pintu ruangan rawat-inap itu berdecit, terbuka perlahan sebelum memunculkan seseorang dibaliknya.

Dengan salah satu tangan yang terbalut perban dan disangga oleh arm sling. Tampilannya pun sudah menjelaskan bagaimana kondisinya.

Rambut semberawut, kantung mata yang menghitam, lebam dibeberapa bagian wajah, dan segumpal kain kassa yang terlilit di dahinya.

Sungguh terlihat berantakan.

Berjalan tertatih tanpa suara dengan kaki polos tanpa alas, mendekati ranjang dimana tergolek lemah sosok yang selama ini ia benci.

Ya. Ia begitu membencinya.

Begitulah. Sebelum pada akhirnya kenyataan menampar wajahnya dengan keras. Dan bahkan, saking kerasnya hingga ia berharap jika ini semua hanyalah mimpi di siang hari.

Terdiam sesaat menatap wajah tenang itu sebelum tubuhnya didudukan pada kursi yang senantiasa berada disisi ranjang.

Lantas manik gelap yang terlihat sendu itu kini mengarah pada monitor kecil di atas meja. Menatap garis abstrak yang nampak naik-turun dengan teratur dan suara khas yang dihasilkan.

Bip

Bip

Bip

Menandakan masih ada kehidupan dalam tubuhnya meskipun tanpa ada gerakan sedikitpun.

"Maaf." Lirihnya pelan sembari menggenggam tangan pucat itu. Sesekali ibu jarinya mengusap punggung tangan putih bersih yang tersemat selang dan jarum infus. Mengalirkan cairan bening dari kantung yang tergantung pada tiang besi dipinggiran ranjang.

Terlihat jelas balutan perban putih yang melilit kepala dan noda merah besar dibagian belakang telinga. Pun dengan cervical collar yang setia menyangga leher jenjangnya.

Hembusan nafas hangat sesaat menciptakan uap-uap tipis dibalik masker oksigen yang mengatup wajah tampan tersebut. Maniknya masih tertutup rapat, tersembunyi dibalik sepasang kelopak indah yang entah kapan akan kembali terbuka.

Tertidur begitu lelap bagaikan seorang putri, menunggu takdir yang entah akan berseru apa. Akankah ia bangun kembali tuk menengok dunia, atau sebaliknya.

About My Brother ✔ [Banginho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang