sembilan belas

851 148 64
                                    

Lukman meremat bajunya, dengan gugup mendekati Bara yang sedang duduk di sebuah kursi kayu yang berada di pinggir kolam renang sembari menatap layar laptop di hadapannya.

Sore itu rumah nampak sepi karena Anika, Rama maupun Ivan belum ada yang pulang hingga menyisakan Lukman dan Bara saja. Sementara Bi Uyun sudah seminggu ini pulang kampung karena sanak saudaranya tengah mengadakan acara pernikahan.

"Mas Bara." Panggilnya dengan suara bergetar.

Bara tidak menjawab, atau mungkin tidak mendengar? Entahlah. Yang jelas, lelaki terus mengetik sesuatu pada benda yang tersimpan di atas meja itu.

"Mas Bara." Suaranya sedikit meninggi dan seketika itu juga si empunya nama langsung berbalik dengan wajah datar berpandangan tajam.

Ditatap sang predator jelas membuat nyali lelaki 20 tahunan itu menciut. Namun dengan segenap keberanian, ia pun mencoba bertanya.

"A-apa Mas Bara yang ngambil celengan saya?" Tanyanya dengan suara kecil.

"Apa?" Alis yang ditanya nampak bertautan.

"A-apa Mas Bara yang udah ngambil celengan strawberry saya?" Ulangnya.

"Lo nuduh gue?" Suara itu terdengar datar namun bernada dingin.

"E-mm... saya gak nuduh. Tapi saya punya bukti." Wajahnya merunduk karena takut. Terlebih mata Bara benar-benar menyorot tajam padanya.

"Bukti? Bukti apaan?" Hentaknya.

Lukman menunjukan tangan kirinya yang sedari tadi tersembunyi dibalik punggung. Memperlihatkan sebuah kantung plastik putih yang berisi pecahan keramik--celengan yang diambilnya dari tempat sampah dalam kamar Bara.

"I-ini. Ini kan pecahan celengan saya." Ujarnya.

Bara mendengus lalu tertawa melecehkan sembari menggelengkan kepalanya pelan.

"Lo bilang itu bukti?" Tanyanya dengan seringai menyeramkan.

"Mas... saya tau, Mas benci sama saya. Tapi gak sampe begini juga, Mas. Kenapa Mas nyuri celengan saya?"

Seketika itu juga Bara bangkit dari tempat duduknya dan berdiri tepat di depan Lukman. Dekat sekali, bahkan sampai-sampai Lukman bisa merasakan hembusan napas lelaki pucat itu di wajahnya yang beraroma mint lembut.

"Denger ya! Lo tuh kalo nuduh orang ngaca dulu! Lo siapa disini? Nyadar diri dong! Gua tu majikan lo! Lo pikir seberapa miskin gua sampe nyuri celengan bocah kek gitu?!" Geramnya.

"Tapi, Mas in--"

PLAK!

Belum sampai Lukman menyelesaikan ucapannya, tangan Bara sudah lebih dulu menjawab dengan sebuah tamparan keras di pipi berkulit putih itu. Hingga Lukman tesungkur dan hampir jatuh.

Perih seketika mendera dan ia mulai merasakan ada cairan amis yang muncul di mulut yang tenyata bibir bagian dalamnya pecah dan berdarah akibat terantuk kuat dengan gigi saat tamparan itu mengenai pipinya.

"Bacot banget lo jadi orang!" Hujat Bara.

Setelah mengatakan itu, si lelaki pun pergi begitu saja. Meninggalkan Lukman yang masih meringis perih memegangi pipinya.

🍁🍁🍁

Lukman ingin pergi. Tapi ia tidak bisa. Yang dapat dilakukannya kini hanya diam, mengikuti sebagaimana takdir menjalankan perannya.

Hari-hari berlalu begitu saja dengan beratnya. Kenapa rasanya saat ia mulai menemukan satu kebahagiaan, kemalangan justru ikut berperan. Tak dapatkah untuk kali ini saja Lukman merasakan tenang dalam hidupnya?

About My Brother ✔ [Banginho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang