16 - Stay

31.2K 1.6K 11
                                    

"Apakah ini rumahnya?" Nick mengamati keadaan di daerah itu. Daerah itu cukup sepi dengan hanya beberapa orang yang melintas.

Ashley mengangguk yakin "Rumah biru dengan pagar hitam yang disana itu rumahku dulu" ia menunjuk suatu arah dengan tulunjuknya. Nick mengikuti pandangannya dan mengangguk.

"Lalu ini rumah bibi yang kau ceritakan itu?" tanya Nick memastikan. Ashley mengangguk dan hendak memencet bel ketika seorang wanita paruh baya membuka pintu dengan membawa sekantung sampah.

Ashley diam tidak bersuara karena terkejut dan wanita paruh baya itu tampak berpikir keras "Huh?"

"Riel?" Panggil wanita paruh baya itu dengan ragu. "Apakah ini Riel?" tanyanya kembali berusaha memastikan penglihatannya yang sudah sedikit buruk karena penuaan.

Riel? Siapa Riel? Nick berusaha menyembunyikan kebingungannya dan hanya mengamati dari belakang Ashley. Apakah mereka salah rumah? Atau bibi yang Ashley maksud sudah pindah?

"Bibi.." panggil Ashley mengangguk dan memeluk tubuh wanita tua itu. Wanita tua itu menyambutnya dengan sangat hangat "Astaga.. sudah lama sekali! Aku sangat merindukanmu. Kau tumbuh dengan sangat baik dan cantik"

"Aku juga merindukanmu, bi"

Carriela Ashley. Carriela. Riela. Riel. Oh! Jadi Riel yang dimaksud itu Ashley?

"Apakah pria ini kekasihmu?" tanya wanita tua itu memandang Nick dari atas sampai bawah.

"Oh! Buk-"

"Iya. Perkenalkan, namaku Nick. Kekasihnya" Nick menjulurkan tangannya kepada wanita paruh baya itu dan disambut dengan baik. Ashley menatapnya heran karena memperkenalkan diri sebagai kekasihnya.

"Astaga. Kau bahkan memiliki kekasih yang sangat tampan"

"Masuklah! Aku akan menyiapkan minuman untuk kalian" Wanita paruh baya itu merangkul Ashley dan membawanya masuk ke dalam rumah.

"Tidak perlu repot-repot bibi" ucap Ashley

"Aku sangat merindukanmu, Riel. Ini pertama kalinya kau berkunjung setelah kau diadopsi" sementara Ashley dan Nick duduk di sofa ruang tamu, wanita itu menghilang di balik dapur untuk menyiapkan beberapa gelas minuman.

"Kenapa kau tidak tinggal bersamanya saja? Dia wanita yang baik" bisik Nick penasaran

"Ceritanya panjang.." ucap Ashley

"Apakah kalian akan menikah?" tanya sang bibi dengan membawa beberapa gelas minuman. Ashley tampak terkejut mendengarnya "Tidak"

"Oh? Bibi pikir kau berkunjung karena ingin menyampaikan bahwa kau akan menikah"

"Tidak. Bukan itu.. lagipula aku masih belum menyelesaikan pendidikanku" ujar Ashley

"Ahh.. begitu ya" wanita itu mengangguk kemudian duduk di samping Ashley

"Aku datang karena ingin menanyakan beberapa hal, bi"

"Oh! Tentu saja. Kau bisa bertanya apapun" ujar wanita itu tersenyum ramah

Ashley berkata dengan ragu "Tentang pamanku.." sesaat setelah Ashley menyebut topik itu, senyum di wajah wanita itu hilang. Raut wajahnya berubah khawatir dan serius.

"Baru-baru ini aku mengingatnya. Kejadian malam itu"

"Tidak ada yang perlu ditanyakan tentang itu. Sebaiknya kau melupakannya saja, Riel"

Ashley menggeleng "Aku ingin tau. Alasan pamanku melakukannya. Dengan begitu aku bisa sedikit lega-"

Dia bertanya dengan pelan dan memohon "Apakah bibi tau alasannya?"

Meskipun ragu, wanita itu mengangguk "Karena bibi yang mengurus dan menuntut pamanmu untuk dipenjara. Jadi bibi tau semuanya"

"Apakah bibi bisa menceritakannya?" tanya Ashley

"Berjanjilah padaku, Riel. Bila aku menceritakannya, kau akan melupakannya dan hidup dengan baik" Wanita itu menggenggam kedua tangan Ashley. Ashley mengangguk yakin.

"Pamanmu dulu sangat tergila-gila pada seorang wanita yang ia temui di klub bernama Shirley. Tapi wanita itu, dia sama sekali tidak tertarik pada pamanmu dan hanya berpacaran dengan pamanmu untuk bermain-main saja"

"Meskipun berpacaran, wanita itu setiap hari tidur dengan pria yang berbeda tanpa diketahui pamanmu"

"Dan malam itu, sepertinya pamanmu menangkap basah Shirley. Dia sangat mabuk dan pulang dengan amarah. Sepertinya dia menganggapmu Shirley hingga akhirnya dia hampir melakukan itu padamu.."

"Kejadian itu sangat mengerikan hingga kau tidak bisa mengingatnya saat itu"

"Tapi aku sangat bersyukur kau melupakannya" ucap bibi itu mengakhiri ceritanya

"Iya, sebenarnya aku juga sangat bersyukur" gumam Ashley

***
"Seringlah berkunjung kemari dengan kekasihmu!"

"Iya bibi! Terima kasih" Ashley melambaikan tangannya dari dalam mobil. Nick tersenyum singkat dan memberi salam pada wanita itu sebelum ia melajukan mobilnya dan membawa Ashley pergi.

"Kenapa kau mengiyakan ketika bibi bertanya apa kau kekasihku?" tanya Ashley langsung

"Lalu apakah aku harus menjelaskan hubungan kita yang sebenarnya? Dia bisa sangat terkejut mendengarnya" ujar Nick

"Kau kan bisa mengatakan bahwa kita hanya teman" ucap Ashley

"Hey! Apa kau tidak lihat betapa lega dan bahagianya dia ketika tau bahwa kau memiliki kekasih tampan sepertiku?"

"Tetap saja! Kau kan bukan kekasihku!"

"Kenapa tidak?" tanya Nick. Ashley terdiam, kenapa tidak? Ya karena tidak mungkin.

"Karena hubungan kita hanya sebuah hubungan yang saling menguntungkan. Dan aku pasti sudah gila bila menyukaimu" ucap Ashley dengan sarkatis. Nick menghela nafas dengan kesal. Sudahlah. Berdebat dengan Ashley tidak ada gunanya.

Suasana di dalam mobil hening untuk beberapa saat hingga Nick kembali membuka suaranya "Apa kau ingin menemui pamanmu?" tanyanya

Ashley menggeleng "Meskipun sudah mendengar alasannya. Tetap saja, aku rasa aku tidak ingin lagi berhubungan dengannya. Aku akan mengakhiri ingatan itu disini dan memaafkannya" ujarnya. Nick mengangguk paham.

"Ngomong-ngomong, bibimu memberikanku ini sebelum pulang" Nick menunjukkan selembar foto. Ashley mengamatinya dan menyadari bahwa anak kecil di dalam foto itu adalah dirinya.

"Astaga! Dulu aku sangat jelek" ujar Ashley memandangnya aneh

Nick tertawa mendengarnya "Apa bedanya? Sekarang pun kau masih jelek" dia bercanda dan itu membuat Ashley menatapnya sinis.

"Kenapa kau tidak mau tinggal dengannya dan malah memilih untuk diadopsi?" tanya Nick

"Bukannya tidak mau. Tapi saat itu aku tau bibi kesulitan secara finansial. Suaminya meninggal dan dia berhutang untuk menyekolahi anak-anaknya. Aku tinggal bersamanya hanya akan menambah beban baginya. Aku tidak ingin itu terjadi" ujar Ashley menjelaskan alasannya.

"Woahh.. sejak kecil bahkan kau sudah bisa berpikir sedewasa itu"

"Aku kehilangan orangtua dan masa kecilku. Mau tidak mau aku berpikir secara lebih dewasa bahkan sebelum waktunya"

"Kau tumbuh dengan sangat baik dan mandiri, Ash" ujar Nick memujinya

"Tapi tetap saja. Kau tidak bisa selamanya melakukan hal sendirian. Ada kalanya kau membutuhkan seseorang untuk bergantung"

"Dan kau bisa mulai bergantung padaku.. Riel" Nick tersenyum

Ashley mengangguk "Terima kasih karena sudah menemaniku, Nick. Sangat menyenangkan mengetahui bahwa ada seseorang yang menemaniku ketika aku harus melalui ingatan buruk itu"

To be continued...

Pleasure MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang