Bagian 11

93 23 5
                                    

Kalau kupilih di sini, apa kata di sana

Kalau kupilih di sana, di sini akan terluka

Perlukah aku pilih keduanya? Berbagi kasih seadil-adilnya Sungguh 'ku merasa resah Untuk menilai sesuatu yang indah Namun 'ku ada pepatah Yang aku gubah

Eeeaaaa :v

.

.

.

Aku berjalan di koridor menuju kelas dengan santai dan dengan perlahan. karena bel masih 10 menit lagi berbunyi. Aku menghirup udara pagi yang segar dan menyaksikan orang yang berlalu lalang di koridor.

Sejak kejadian kemarin hari, aku duduk sendiri karena Anya memilih pindah di bangku belakang. Tapi duduk sendiri bukan halangan memperoleh prestasi bukan? Jadi ku mencoba santai dan cuek seperti biasa.

Hari ini ada upacara peringatan hari guru, sialnya aku lupa membawa topi. Entah bagaimana nasibku hari ini, Ilham juga tak lagi menjadi penolongku. Aku berlari ke koperasi siswa berharap disana sudah buka dan tentunya aku bisa membeli topi.

Sesampainya disana aku kecewa, pintu koperasi masih tertutup rapat dan digembok. Terpaksa hari ini aku akan dihukum untuk pertama kalinya. Aku mengambil barisan yang tak jauh dari Anya dan hanya berjarak dua saf dengannya.

Seorang pria menerobos barisan untuk mencari seorang gadis yang mana adalah kekasihnya, Muhammad Ilham adalah orangnya. Ilham memakaikan topi di atas kepala Anya, entah mengapa hariku merasa tersayat. Belum sembuh luka yang kemarin dan sekarang timbul sayatan krmbali.

Kriiing! Bel istirahat berbunyi.

Aku dan yang lain berhamburan keluar kelas untuk mengisi perut di kantin setelah otak terkuras karena pelajaran matematika. Andai perut bisa bicara pasti sudah berteriak sejak tadi.

Aku berjalan sendirian dari kelas menuju ke kantin karena memang tidak ada yang mengajak. Mengapa aku selalu sendiri?

Aku termasuk siswi yang pendiam namun berprestasi. Kurang berkomunikasi sehingga siapapun yang berteman denganku pasti tidak akan memperoleh keakraban. Aku sekolah lebih cepat setahun dari sebayaku. Dan sebenarnya aku masih kelas tujuh bersama adik kelas.

Itulah salah satu alasan mengapa aku menjadi pendiam. Tapi sifatku akan berubah jika bertegur sapa dengan anak kelas tujuh yang seumuran denganku. Entah mengapa kemampuan komunikasiku juga terbatas.

"Semoga lo bahagia ka dengan menjauhnya gue dari lo" Batin Ilham yang menatap nanarku dari kejauhan.

Aku mengantri untuk membeli semangkuk mie ayam di kantin, kali ini aku benar-benar sendiri.

Aku duduk di bangku pojok yang masih kosong dan tersedia bangku panjang yang kira-kira cukup untuk empat sampai lima anak. Aku menatap manik Ilham yang berjalan ke arahku, kupikir dia akan bergabung di mejaku tapi nyatanya tidak. Dia duduk membelakangiku dan dia juga sendirian.

"Pacar kamu kemana Ham?" Ucapku.

"Gak tau" sahut Ilham.

Tak mau membuat suasana memburuk, aku mengurungkan niat untuk mengorek lebih jauh tentang Anya. Jantung ini masih sama bergetarnya seperti sejak Ilham memberikan topinya untukku, tapi aku mungkin harus menahan dan mencintainya dalam hening.

Aku mengambil ponsel dari saku dan kupikir lebih baik untuk mengacuhkan Ilham dan mengalihkan perhatianku ke ponsel, aku masuk ke room chat whatsapp dan mengirim pesan untuk seseorang yang tak lain adalah Gandy. Aku masih bertanya-tanya apa yang terjadi di hari lalu.

Mas Gandy
[Read]

Oit?
[Read]

Udah sembuh?
[Read]

Udah? Kenapa ya?
Kangen? 😁
[Read]

Nanti main ke rumah ya, hari ini ibu pulang cepet dan sekalian pengen liat aku sama kamu mas.
[Read]

Gimana ya dek. Mas gak janji 😔
[Read]


Aku memilih mengakhiri chat dengan mas Gandy sebelum moodku ikut memburuk, aku menaruh kembali ponsel di saku rok dan meminum es teh yang masih tersisa separuh. Mataku mencari keberadaan Anya, tumben tidak kekantin apa dia sedang tidak lapar atau apalah.

"Ham, kamu beneran jadian sama Anya" ucapku.

"Awalnya iya beneran jadian tapi makin kesini makin terpaksa" ucapnya.

"Maksud kamu?" Tanyaku.

Ilham melihat jam yang melingkar di tangannya dan bel masuk tiga menit lagi berbunyi. Alhasil aku kembali kekelas dan masih banyak pertanyaan tentang kata Terpaksa yang dimaksud Ilham.

_________________

Jam pelajaran telah selesai dan kini anak anak pramuka sedang berkumpul di sanggar pramuka dan membahas tentang lomba yang akan di adakan bulan depan.

"Terimakasih atas waktu kalian, selamat siang" ucap pembina.

"Selamat siang kak" ucap serentak semua yang ada di sanggar pramuka.

"Saya akan membahas tentang lomba PORSEKA semacam porseni tapi di tambah dengan kepramukaan, yang akan di adakan tanggal 3 April, tepatnya bulan depan selama 4 hari 3 malam dan kalian akan berkemah disana dan lombanya yakni : melukis kaligrafi, olahraga, PBB dan lain lain. Kalian bisa membaca di lembaran yang sudah saya tempel di sanggar pramuka dan persiapkan diri kalian mulai besok kita akan seleksi." Jelas pembina.

Pemberitahuan demi pemberitahuan disampaikan dengan rinci oleh kakak pembina. Kami hanya mengangguk paham dan sesekali melirik jam dinding yang ada di sanggar. Terlalu letih hari ini jadi seperti ada unsur paksaan yang menarik kami untuk berkumpul.

Akhirnya tak lama kemudian, pembina pun menyudahi pemberitahuannya.

Lalu satu persatu kami menjabat tangan pembina dan pamit pulang ke rumah masing masing. Tapi pembina meminta aku dan Irfan untuk menunggu sebentar.

"Saya memanggil kalian untuk besok mempersiapkan alat alat untuk melukis karena saya tau tanpa seleksi pun pasti kalian yang dipilih" ucap pembina

"Siap kak" ucapku serentak dengan Irfan.

Lalu aku dan Irfan keluar dari sanggar dan pulang kerumah masing masing.

Seperti biasa aku menunggu jemputan dari kak Nanda. Pikirku, mungkin kak Nanda sudah meninggalkanku karena otomatis pulangku sedikit terlambat karena harus ke sanggar. Kembali ku keluarkan ponsel dari saku rok ku.

Mas bisa jemput gak?
[Terkirim]

Pesan diterima. Namun tak ada jawaban dari kak Nanda. Alhasil aku berjalan ke halte, untung saja aku masih ada uang untuk ongkos pulang.

"Gini ya rasanya punya kakak yang disiplin, pulang agak telat dikit langsung ditinggal. Harus tepat waktu" gerutuku sambil berjalan menuju halte.

Brem brem!!

Suara mesin motor yang ku kenal menyertai perjalananku menuju halte. "Kalo kesini buat nawarin pulang bareng, maaf aku gak bisa!" ucapku dan yang aku tahu itu adalah suara motor Ilham.

Motor tersebut langsung melaju dengan kencang dan benar itu memang suara motor Ilham. Dekat dengan Ilham hanya membuatku merasa bersalah karena kini Ilham adalah pacar Anya. Bahkan sekarang Anya pun menjauh dariku.

Padahal aku yang lebih lama kenal dengan Ilham dan tidak ada salahnya jika aku bersahabat dengannya.

Sentuh bintang di bawah ya ♥

Salam sayang,

Rk')

Silent Please [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang