BAB 2

7.7K 244 0
                                    


Dea berjalan pelan, membuka knop pintu, menghela nafas panjang, menatap miris ruangan berwarna putih dengan gorden berwarna biru suasana ruangan begitu kontras. Dea meletak tas di tempat tidur. Kepala mulai pusing, efek menangis terlalu lama. Menatap pria berjas putih di hadapannya, dan wajahnya masih terlihat segar.

"Makasih ya mas, sudah ngantarin".

"Iya sama-sama, Itu sudah tugas saya sebagai seorang dokter".

"Kesannya saya ngerepotin mas". Dea merebahkan badannya di kasur.

"Besok operasinya jam 10.00 pagi, jadi mulai sekarang kamu di anjurkan berpuasa, sampai operasi berlangsung".

"Iya mas" ucapnya pelan, hampir tidak terdengar.

Raka cukup lama terdiam, menatap pilu wanita berparas cantik di hadapannya, alis terukir sempurna alami, mata hitam yang indah, hidung kecil mancung, bibir tipisnya, menggoda untuk di cicipi. Entah kenapa wanita di hadapannya sedikit berlebihan. Menangis semenjak ia bertemu di klinik prakteknya dan sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Dua kotak tisu sudah habis dalam beberapa jam.

"Mas saya takut" ucap Dea kesekian kalinya. Raka sudah puluhan kali mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Dea. Raka hanya mendiaminya, memilih duduk di tepi ranjang.

"Mas, boleh tanya?".

"Mau tanya apa?".

"Mas umurnya berapa?".

"Enam tahun lebih tua dari kamu".

Dea, mengerutkan dahi, berpikir keras, enam tua dari dirinya? Berarti Raka sudah mengetahui umurnya. Dea melirik sela-sela jari Raka, tidak ada cincin bertahtah disana. Dea merasa lega, masih ada kesempatan untuk dirinya. Dea merutuki pikirannya, dirinya kenapa ia mempermasalahkan cincin?.

Wanita mana yang tidak menginginkan menjadi calon pendamping hidup Raka? Raka calon suami masa depan yang benefit dan potensial. Pinter, jelas ia seorang dokter, ganteng, keren , cukup bangga jika di bawa ke acara pernikahan, dan tak kalah penting tanggung jawab. Mungkin ia sekarang tidak percaya, ia sudah jatuh cinta kepada laki-laki di hadapanya ini.

"Mas tau dari mana umur saya?".

"Dari data pasien tadi, umur kamu 25 tahun bukan?".

Dea mengangguk, berpikir jika umurnya di tambah enam, berarti umur dokter Raka 31 tahun. Di umur yang ke 31 tahun sudah cukup matang untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Demi apapun sikap tenang dokter Raka, membuatnya tenang.

"Mas , boleh minta satu permohonan sebelum saya di operasi besok?" Ucap Dea pelan.

Raka menatap serius, memasukan tanganya di saku jas putihnya "Apa permohonan kamu?".

"Sebenarnya saya malu mengatakannya mas".

"Malu? Kenapa harus malu?".

Dea merubah posisi tidurnya menyamping, agar lebih dekat, mencium aroma tubuh Raka yang menenangkan.

"Saya ingin mas mencium saya sebelum operasi besok".

Cium? Permohonan macam apa itu? Raka terperangah, tidak habis pikir apa yang ada di dalam otak wanita di hadapannya ini. Sungguh jika ingin menciumnya, sudah ia lakukan dari tadi, bahkan ingin melepas seluruh pakaian yang ia kenakan. Wanita di hadapanya ini otaknya telah diracuni pikiran mesum dan kotor, sangat menggoda imannya.

Menyandang Image pria tenang dan cool bertahun-tahun runtuh seketika. Oh Tuhan, tolong rubah pola pikir wanita di hadapannya ini, meminta cium kepada laki-laki yang baru di kenalnya.

MAS, DOKTER AKU CINTA KAMU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang