BAB 24

3.5K 125 1
                                    

"Mas, kenapa sih datang kesini. Mas buat rusuh saja deh, masih pagi lagi".

Raka tertawa ia membelai wajah Dea dengan jemarinya. "Maaf, mas tahu, mas datang di waktu yang tidak tepat".

"Terus kenapa datang kalau begitu".

"Karena mas, sudah tidak sabar ingin bertemu kamu" ucap Raka, ia lalu menggenggam jemari Dea, lalu di kecupnya.

"Masih ada kan kesempatan untuk mas?" Tanya Raka.

Dea menatap iris mata Raka, Raka membalas tatapannya, lalu sedetik kemudian Dea mengangguk. "Iya" ucapnya pelan.

Raka tersenyum, "Thank's God".

Jujur ia memang mencintai Raka semenjak pertama kali bertemu, karena Rafa lah ia menolak Raka.

"Tapi Dea mau pergi mas".

Raka mengerutkan dahi, "Kamu mau kemana? Kamu mencoba pergi dari hadapan saya?".

Dea tersenyum, "Saya hanya mau pergi liburan sebentar".

"Liburan?".

"Iya".

"Kemana?" Tanyanya lagi.

"Budapest" ucap Dea.

"Sejauh itu kamu pergi, kamu tidak bisa menundanya untuk saya" Raka merapikan anak rambut Dea yang menjuntai di matanya.

Dea menatap wajah Raka, "Mas, saya sudah mengalami ujian berat, mungkin mas sudah tahu, iya kan? saya butuh refreshing".

"kita bisa liburan bersama nanti" ucap Raka.

"Mas, ini hanya sebentar kok".

"Walaupun sebentar, tapi saya ingin bersama kamu disini, kamu tahu saya sudah lama menunggu ini".

"Mas, ini hanya beberapa hari saja".

"Tapi mas berat sekali ditinggal kamu, kamu tidak kasihan terhadap mas, mas hanya bisa menunggu seperti ini".

Dea ingin tertawa, benar-benar ajaib sekali melihat tingkah Raka seperti ini. Ini bukan seperti Raka yang ia kenal. Sikap merujuk dan kekanak-kanakan menurutnya. Dea sengaja tidak menjawab pernyataan Raka.

Dea tertawa, ia lalu memeluk tubuh Raka, "Mas mau mengatar Dea ke airport?".

"Tentu saja".

"Kamu sengaja membuat mas seperti ini" ucap Raka.

"Mas, saya hanya liburan, dan saya perlu menata hati saya kembali".

"Yasudah kalau itu mau kamu, janji kepada saya bahwa pulang nanti kita akan menikah secepatnya".

Dea tersenyum, lalu menjawab "Iya".

"Sementara kamu pergi liburan, saya akan mempersiapkan pernikahan ini".

Dea kembali berpikir, ia menatap Raka, "Bagaimana, kalau mas hanya menerusi Wedding organizer yang kemarin saja. Lagian itu belum di batalkan secara keseluruhan. Mas hanya perlu mengganti undangan dan mengukur baju saja" ucap Dea.

"Mas, tidak mau. Karena itu bekas mantan kamu" ada kilatan mata tidak suka.

"Ya Tuhan, mas dengar ya itu semua Dea yang pilih, pernikahan itulah impian Dea" ucapnya lagi.

"Tapi itu bekas mantan kamu sayang" timpal Raka.

"Kalau tidak mau. Ya sudah nikah saja sama orang lain" ancam Dea.

Raka hanya menarik nafas, ditatapnya Dea. Ancaman itu membuatnya tidak berkutik, selain menyerah saja.

"Kamu mencoba mengancam saya?".

"Iya".

Raka menghela nafas, di tatapnya lagi Dea, "Saya bisa, selain pasrah mengikuti atas kemauan kamu, dari pada saya tidak menikah".

Dea tersenyum penuh arti, lalu di kecupnya pipi Raka.

"Terima kasih".

Raka tersenyum, ia merasakan bibir lembut Dea mendarat dipipi. "Nakal".

Tanpa ia sadari sepasang mata menatapnya, di depan pintu utama. Sementara Dea terperangah, ia ingin sekali loncat dari gedung apartemennya. Wajah Dea bersemu merah.

Raka hanya bisa menahan senyum, untung saja Dea yang mencium terlebih dahulu. Jika Raka menciumnya duluan, ia pastikan orang tua Dea pasti akan mengusirnya dari sini. Padahal tadi ia mati-matian agar tidak tergoda mencium bibir ranum Dea.

"Oh Tuhan. putri sulung mama, baru di tinggal sebentar sudah main nyosor saja. Jadi begini kelakuan kamu dibelakang mama".

Friska berjalan mendekatinya, "Anak mama, kenapa kamu jadi mesum begini?.

Dea hanya menundukkan wajah, menahan malu. Raka hanya bisa senyum penuh kemenangan.

"Tante sudahlah, Dea nya jadi malu" ucap Raka.

"Ini tidak bisa dibiarkan Raka, kamu tahu ini adalah hal yang tidak masuk akal. Anak perempuan kok nyosor nyosor begitu".

"Tidak apa-apa tante, saya justru senang kok".

"Kamu sebagai laki-laki, justru saja senang dapat ciuman gratis" dengus Friska.

"Kamu tidak jadi pergi? Jam 10 loh kamu harus cek in?" Tanya Friska menatap Dea.

"Iya ma, jadi kok, ini mau berangkat".

"Biar saya saja yang ngantar tante" ucap Raka, lalu beranjak diri, di susul Dea juga berdiri.

Raka lalu melangkah mendekati koper hitam milik Dea. "Ini barang kamu kan sayang?".

"Iya" ucap Dea.

"Yasudah kamu hati-hati ya sayang, jaga diri baik-baik, paspor sama visa kamu sudah lengkap kan" Friska mendekati Dea.

"Sudah ma".

Raka dan Dea lalu melangkah ke pintu utama, "Tante saya pergi dulu ya".

"Iya, hati-hati".

"Tante, mungkin setelah ini, saya langsung membawa keluarga saya bertemu tante".

"Iya".

Raka menghentikan langkahnya, "Oiya, wedding organizer nya, Dea mau meneruskannya, tidak perlu di batalkan. Saya akan menggantikan posisi Rafa".

"Benar begitu sayang?" Tanya Friska.

"Iya ma, tidak enak kalau dibatalkan. Mereka sudah kerja secara profesional. Lagian sudah ada mas Raka".

"Iya terserah kamu saja, kamu mau menggantikan posisi Rafa?".

"Iya tante, orang tua saya pasti senang mendengar kabar bahagia ini, saya pergi dulu ya tente" ucap Raka.

Dea lalu tersenyum, lalu meninggalkan pintu utama, menuju besment. Raka menjalankan mesin mobilnya meninggalkan area parkir.

"Mas tahu dari mana, pernikahan saya dibatalkan?" Tanya Dea, sementara Raka fokus dengan setirnya.

"Dari suster Mila".

"Suster Mila? Ah ya, ternyata suster Mila, saya memang sempat menelfonnya semalam, saya perlu teman bicara".

Raka menggenggam jemari Dea, lalu di kecupnya. "Kamu berapa hari di Budapest?".

"Empat hari, tiga malam".

"Kamu hati-hati disana, jaga hati untuk saya".

"Iya mas".

"Salam buat mama dan papa mas dirumah, mungkin setelah pulang dari Budapest, Dea akan langsung ke rumah mas".

"Iya sayang".

Raka mengecup puncak kepala Dea, "Terima kasih sudah menerima mas kembali".

*****

MAS, DOKTER AKU CINTA KAMU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang