BAB 21

3.3K 118 0
                                    

Dea mengikuti langkah Raka menuju apartemen miliknya. Raka membuka pintu untuknya. Dea masuk, dengan wajah di tekuk. Dea akui ia sudah lelah dengan sikap Raka yang menurutnya aneh. Baru beberapa hari yang lalu, Raka mengatakan "menyesal" kepadanya. Sulit rasanya mencerna kata-kata pria itu. Menyesal seperti apa sebenarnya yang ia maksud. Oh Tuhan ia tidak mengerti tindakkan Raka yang plin plan seperti ini.

Dea menyandarkan punggungnya di kursi, ia menyelipkan rambutnya di telinga. Dea melirik Raka sedang menutup pintu, dan berjalan mendekatinya.

"Apalagi sih mas, mas bawa Dea kesini untuk apa lagi?" Ucap Dea kesal.

Raka menatap Dea, ia memilih duduk di samping Dea. Memutar tubuh Dea, agar menghadap dirinya. Di tatapnya iris mata Dea, mata bening itu yang selalu ada di mimpinya.

"Apa kamu tidak mencintai mas lag?" Tanya Raka. Pertanyaan itulah yang selalu ada dipikiranya.

Dea menatap Raka, wajah itu bukan sedang bercanda. Dea akui Raka bukan tipe pria humoris, ia terlihat serius terlihat dari matanya. Dea menghela nafas, mencoba menahan debaran jantungnya. Sejujurnya hatinya tengah maraton, ketika Raka menatapnya begitu intens.

"Cinta? Sepertinya tidak" ucap Dea.

Raka tertawa, ia tahu Dea berbohong, terlihat cara ia menjawab. Dea mengalihkan tatapannya.

"Mas, Dea sudah dilamar Rafa, bulan depan Dea akan menikah. Jadi tidak ada alasan lagi untuk mengejar cinta mas".

Raka diam, ia tidak terima atas ucapan Dea. Semudah itu ia melupakan cinta itu. Raka kalah selangkah dengan Rafa. Raka tahu ia salah, ia menyesal telah menyia-nyiakan Dea disisinya.

Raka menggenggam tangan Dea, di usapnya dan ditaruhnya di dada kirinya. Agar Dea dapat merasakan debaran jantungnya.

"Mas, minta maaf atas prilaku mas terhadap kamu selama ini. Mas sungguh menyesal".

Dea tidak bergeming, ia hanya bisa menatap Raka dihadapannya, "Mas, tidak perlu menyesal seperti ini" ucap Dea pelan.

"Mas tahu, mas pria brengsek yang tidak bisa menjaga komitment. Mas akui itu, menjadi pria setia itu tidak semudah yang mas bayangkan, mas juga manusia biasa. Jujur mas tidak bisa berlarut-larut seperti ini. Mas tidak ingin menyesal kedua kalinya. Mas rasa, mas mencintai kamu".

Dea terdiam sesaat mendengar penuturan Raka. Dea seperti tidak percaya atas tindakkan itu. Dea bingung untuk mengungkapkannya, Entahlah ia harus bagaimana, senang atau sedih mendengar ungkapan itu.

Dea mengelus rahang Raka dengan jemari-jemarinya, "Kenapa mas, mengatakannya sekarang? Setelah semuanya berubah".

Raka menyambut uluran tangan Dea, ia menatap iris mata itu, "Mas, tahu mas menyesal telah menyia-nyiakan kamu. Mas pikir ini hanya sesaat, tetapi lama kelamaan hati ini tumbuh, kamu bisa merasakan hati mas bagaimana".

"Mas".

"Mas tahu ini salah, tolong pertimbangkan lagi hati mas".

Dea menarik nafas, "Jika alasan utamanya cinta, Dea bisa menerima, tapi mas, Dea tidak bisa mengecewakan Rafa. Jujur Dea juga sama mencintai mas sejak pertama kali bertemu".

Raka tersenyum, ia mengecup puncak kepala Dea, "bisakah kita bersama".

"Tapi mas, ini tidak semudah yang mas bayangkan. Dea sudah ada Rafa, Dea tidak bisa menyakiti hati pria yang jelas-jelas mencintai Dea sepenuh hati".

"Kamu tidak mencintai Rafa, Dea. Bagaimana kamu bisa menjalani pernikahan itu jika kamu sendiri tidak mencintainya".

Dea melepaskan tangannya, "Mas, dengan seiringnya waktu cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya. Percayalah jika kebersamaan yang kita lakukan dengan tulus, akan membuat benih benih cinta tumbuh. Cinta akan sejalan dengan kebersamaan".

Raka tersenyum getir, ia membenarkan ucapa Dea. Ia sudah sering melihat itu, dialami oleh kedua orang tuanya sendiri. Kedua orang tuanya memang awalnya tidak saling kenal, itu hanya perjodohan dari kedua keluarga. Tapi dengan seiringnya waktu mereka saling mencintai dan membesarkan anak-anak mereka dengan penuh cinta.

"Ya, mas tahu. Tapi tolong beri mas kesempatan untuk memiliki kamu seutuhnya".

Dea tersenyum, "bagaimana dengan Ana tunangan mas, Dea tidak ingin merusak hubungan itu".

"Mas dulu mencintainya, tapi kamu tahu? Kamu dan dia sungguh berbeda. Ana merupakan obsesi mas semata, itu bukan cinta. Dengan kamu, mas merasakan hal yang berbeda, kamu yang membuat mas seperti ini. Mas tidak ingin kehilangan kamu".

"Tapi mas".

Raka lalu memeluk tubuh Dea, dipelukknya dengan segenap hati dan perasaanya.

"Mas mencintai kamu, mas tidak bisa kehilangan kamu".

"Mas, Dea senang, mas sudah berkata jujur kepada Dea. Dari awal inilah yang Dea inginkan. Tapi maaf Dea tidak bisa" Dea lalu melepaskan genggamannya, ia berdiri melangkah menjauhi Raka.

Raka menghela nafas, menatap punggung Dea, "kamu tidak perlu menjawabnya sekarang. Mas memberi kamu jeda waktu untuk memikirkannya. Tolong pikirkan lagi ucapan mas".

Dea memutar tubuhnya menatap Raka "Tapi mas".

"Jika menikah adalah yang kamu inginkan, maka akan mas lakukan".

"Mas".

"Walaupun besok sekalipun akan mas laksanakan".

Dea tidak bergeming, diam sesaat menatap Raka. Ia ingin menata hatinya, lalu meninggalkan Raka mematung menatapnya.

*****

MAS, DOKTER AKU CINTA KAMU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang