Dea menatap Raka, tepat berada di hadapannya, tatapan Raka sulit diartikan, Raka lalu memeluknya, merengkuh tubuh Dea, tepat berada di hilir mudik para pengunjung, lalu di kecupnya kening Dea, dengan segenap jiwa. Seolah-olah ini adalah perpisahan terkahir untuknya.
"Mas sayang kamu" ucapnya dengan segenap hatinya. Waktu seakan berhenti berputar, tetap berada pada porosnya.
Dea terpaku, hatinya seakan sesak, sulit bernafas, kata yang meluncur dari mulut Raka, seakan terakhir untuk di ucapkan.
"Tapi, mas harus memilih" ucapnya lirih, di pegangnya pipi lembut Dea. "Mas, sebenarnya tidak sanggup seperti ini".
Raka menarik nafas, di tatapnya Dihadapannya, ia lalu menarik kembali tubuh Dea, dipeluknya kembali Dea segenap hatinya. Lalu di lepaskannya begitu saja, lalu menarik koper di sampingnya, meninggalkan Dea.
Dea hanya bisa menatap punggung Raka dari kejauhan, hatinya seperti terkoyak, sulit bernafas, lidahnya kelu, tidak bisa terucap. Air matanya tumpah dengan sendirinya.
Dea tidak peduli dengan para pengunjung yang sedari tadi telah menikmati adegan yang menyayat hati. Pengunjung seperti terhipnotis, kepada dua insan melakoni adegan sad endding , bahkan ada yang mengabadikan moment itu dengan ponsel. Dea masih menatap punggung bidang Raka dari kejauhan, andai saja punggung itu menoleh kearahnya, ia pastikan akan berlari memeluknya, tidak akan ia lepas, apapun caranya. Tapi justru sebaliknya.
Hatinya semakin sesak, air matanya tidak bisa diajak kompromi, hanya butuh waktu sebentar saja menahan air mata, hingga sampai ke apartemen, tapi yang dirasakannya, sungguh perih, air matanya terus mengalir, hingga sang punggung menghilang dari hadapannya, sesakit ini kah ia mencintai seseorang, pantas saja karena cinta, orang bisa merelakan nyawanya melayang, saling membunuh dan ia merasakannya, begitu sakitnya hati karena cinta.
"Hey, anda siapa? Artis? Apakah anda sedang syuting sebuah film drama? Apakah anda tahu, perjalanan saya terhambat karena anda" ucapnya.
Dea dapat mendengar jelas suara itu, lalu ia dengan cepat mengelap air matanya dengan punggung tangan kirinya, mendongakkan kepala di tatapnya sekilas, kepalanya mulai pusing, Dea hanya bisa berkata "maaf" lalu diambilnya koper berjalan meninggalkan tempat dimana ia merasa sesak dan sulit bernafas.
Air matanya terus mengalir tanpa henti, bahkan baru berapa langkah, ia sudah tidak sanggup berjalan. Langkah kakinya berat, menahan sakit, hatinya terluka, Dea menangis sejadi-jadinya.
"Hey, tunggu" teriak pria itu, lalu berlari, hanya berapa langkah lalu di raihnya lengan mungil itu.
Menatap penuh prihatin, "Hey, dengarkan saya, saya sebenarnya tidak ingin mencampuri urusan kamu, dan saya tidak ingin tahu apa-apa. Saya hanya mengingatkan kepada kamu, bahwa di dunia ini, tidak selamanya tentang cinta, ingat dia adalah pria brengsek, yang menyia-nyiakan kamu" ucapnya penuh penekanan.
Dea dengan jelas mendengar ucapan pria di hadapannya, dia ia sama sekali tidak menganal pria itu. Pria itu menarik nafas lagi.
"Pak, jadi kita berangkatnya" tanya seseorang dibalik punggungnya. Dia hanya mengangguk.
Tangisnya tidak bisa dibendung lagi, perkataan pria itu seakan menohok hatinya. Pikirannya sudah kacau, kepalanya pusing, andai ia tahu sakit hati sesakit ia, ia tidak ingin jatuh cinta, Dea mencoba mencari iphone, dan ia teringat iphonye mati total sejak kemarin Raka membawanya. Kenapa semua tidak bersahabat denganya. Air matanya kembali berlinang.
Dea tidak tahu, siapa yang mendadak merengkuh tubuhnya dan memeluknya, harum mint dibalik tububya "menangislah" ucapnya lalu membawanya menjauh meninggalkan area bandara.
****
Dea tersadar ia masih di dalam pelukan pria itu. Dan Dea menatap segala penjuru ruangan, ia sudah meninggalkan area bandara, kini berada di dalam mobil. Dan menggeliat, melepaskan pelukan pria itu, ah sialnya lagi, ia tidak mengenal pria itu.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya lagi.
Dea lalu mengangguk "thank's, bisa saya berhenti di depan sana, saya bisa menghentikan taxi" ucap Dea pelan.
"Saya tidak keberatan mengantar anda sampai tujuan" ucapnya lagi.
"Thank's, tapi saya tidak ingin merepotkan anda".
"Saya tidak yakin anda akan sampai tujuan dengan aman, apalagi saat ini anda sedang tidak dalam keadaan stabil".
Dea mengangguk dan membenarkan , lalu memberi tahu alamat apartementnya. Dea menatap kearah jendela, kembali hening, pikirannya benar-benar kacau.
Dan pria itu tidak bertanya-tanya lagi. Seakan tahu apa yang harus ia lakukan, tidak mengusik apalagi bertanya tentang dirinya, ia memilih sibuk dengan gadgetnya.
Setibanya di depan gedung apartemennya. Dea membuka knop pintu.
"Thank's" ucap Dea tulus.
Pria itu mengangguk, Dea menatap pria belasteran, warna matanya abu-abu bukan seperti dirinya hitam pekat.
"Nama saya Daniel" ucapnya memperkenalkan diri, mengulurkan tangan kananya.
"Dea" ucap Dea membalas uluran tanganya.
"Ini kartu nama saya, sebagai ucapan terima kasih kamu kesaya, bisa kamu mentraktir saya hanya sekedar minum coffe" ucap Daniel menggantung.
Dea hanya mengangguk, "thank's" ucapnya lagi.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS, DOKTER AKU CINTA KAMU (TAMAT)
Romance"Dokter jujur saya masih takut". "Jangan takut, saya akan menjaga anda selama operasi berlangsung, saya akan mempertanggung jawabkan semuanya". Dea merasa lega mendengar kata-kata dokter Raka barusan. "Dok, bisa tidak mengantar saya kerumah terlebih...