Dea sengaja memperlama ritual mandi, biasanya hanya memakan waktu lima belas menit, dan sekarang sudah satu jam berlalu. Jika ingin memilih, ia memilih tetap di dalam kamar mandi, dari pada menemui Raka. Dea juga berharap agar Raka lelah menunggu dan memilih pergi. Dea tidak ingin berlama-lama bersama Raka, entahlah atau cuma perasaanya saja, kondisi Raka saat ini sungguh mengerikan, Dea bahkan takut menatap matanya.
Tok tok tok
Raka menggedor keras pintu kamar mandi sang pemilik apertemen,
"Lima menit kamu tidak keluar, saya akan mendobrak pintu ini" ucap Raka penuh ancaman.
Dea menelan ludah, mendengar ancaman Raka. Ia lalu bergegas keluar dari bathub. Ia hampir saja merencanakan tidur di bathub. Argh sial, Raka tidak main-main sama ancamanya.
"Iya bentar, ini sudah selesai kok" ucap Dea, sambil mengambil, handuk dan dililitkannya di badannya.
Dea membuka hendel pintu, di tatapnya di penjuru ruang kamarnya, dan terperangah Raka duduk di tepi tempat tidurnya, Dea bergidik ngeri, dan menuju walk in closet miliknya. Bergegas memakai underware, kaos longgar dan celana pendek miliknya. Dea lalu keluar, lalu di lilit handuk di atas kepalanya agar cepat kering.
Raka menatap Dea terlihat lebih segar. Raka lalu melangkah mendekati Dea, Raka ingin sekali membuang handuk yang melekat di kepala Dea, itu sungguh mengusik penampilan Dea. Raka melipat tangannya di dada.
"Kenapa kamu menghindari saya seminggu ini?" Tanya Raka langsung ke topik permasalahan.
"Bukanya mas senang Dea menghilang dari hadapan mas".
Dea menghela nafas, lalu melanjutkan kata-katanya "Saya mesti gimana dong? Mesti kayak kemaren, bawain bekel, godain mas, sementara pacar mas ada di depan mata? Dan saya mesti gimana? Mas seminggu lagi tunangan, lah sementara saya harus ngejar-ngejar mas, saya enggak sejahat itu kali mas, saya punya hati, jika berada di posisi itu" ucap Dea.
Raka semakin geram, giginya bergermetak, "kamu tahu dari mana".
"Saya sudah tahu semuanya mas, dari mama" timpal Dea.
Raka terdiam, di tatapnya wajah Dea, Dea enggan menatapnya, bahkan ia lebih tertarik memandang karpet berwarna coklat di bawah kakinya dari pada dirinya.
"Oke, saya harap kamu datang ke acara pertunangan saya" Raka mendekat, dan lalu di tariknya wajah Dea yang menunduk dengan kedua tanganya.
Raka menatap Dea dengan intens, mata hazel itu membalas tatapannya.
Dea mengangguk. "Iya saya akan datang, mas tenang saja".
Dea terdiam, Raka masih memandangnya dengan intens.
"Mas please, jangan memandang Dea seperti ini" ucap Dea pelan.
Raka semakin mendekat, "Dalam waktu sebulan kamu sudah mengobrak-abrik kehidupan saya, ketika saya ingin memulai, dan kamu tiba-tiba menghilang, kamu munafik Dea" ucap Raka.
"Maaf, kebahagiaan mas jauh lebih berarti, saya tidak ingin merusak kebahagian mas".
Dea terdiam, air matanya seketika jatuh, dengan sendirinya. Air mata itu tidak bisa di bendung lagi. Raka merengkuh tubuhnya, di peluknya erat tubuh Dea. Tangis Dea semakin terisak. Dea hanya bisa mengucapkan kata maaf berulang kali.
***
Dea masih meringkuk di tempat tidur, ia ingin tidur seharian. Hari ini, ia enggan masuk ke kantor, ingin menata hatinya kembali. Seharusnya ia tidak semudah itu jatuh cinta kepada Raka. Entahlah ia tidak bisa melupakan pria itu. Bahkan memulainya saja belum, ia sudah patah hati, Dea menatap miris jalan hidupnya. Mengingat kejadian semalam Dea menangis dipelukan Raka sampai akhirnya tertidur, bahkan ia tidak menyadari ia tertidur pulas, ketika ia terbangun Raka tidak ada lagi di sampingnya.
Dea menarik selimutnya kembali, dan meringkuk, ia memejamkan matanya, agar bayang-bayang Raka hilang dari hadapannya. Dea bahkan tidak tahu ini sudah jam berapa, sedetikpun enggan membuka gorden yang masih tertutup rapat. Dea dapat menyimpulkan hari ini adalah hari paling malas sedunia.
Dea mengerjitkan mata, sinar cahaya tiba-tiba masuk, mengganggu tidurnya. Dea menarik bedcover menutupi wajahnya kembali.
"Ihh, silauuu" Dea menggerutu matanya masih terpejam, lalu menggeliat, posisi tidurnya berubah menyamping menghalangi cahaya.
Bedcovernya tertarik, dan terlempar ke lantai, Dea terperangah ingin memarahi, siapa yang menggangu tidurnya. Dea membuka mata secara perlahan, menatap cahaya, dan bayangan abu-abu tepat di hadapannya. Ia mungkin berhalusinasi, di hadapannya wajah yang tidak asing, wajah yang selalu ada di dalam pikirannya.
"Mau sampai kapan, kamu tidur seperti ini" ucapnya ketus, ia melipat tangan di dada, tidak ada senyum di wajahnya.
"Ihhh, apaan sih, Dea capek, mau tidur lagi" Dea lalu manarik bantal. Di tutupnya wajahnya.
Seketika bantal yang di pakainya tertarik, terlempar begitu saja di lantai. Dea menahan emosi, lalu duduk bersandar. Dea ingin sekali mencaci maki, orang yang menggangu tidurnya.
"Mas. Apaan sih!!! Dea masih ngantuk" teriak Dea. Kini emosinya tidak terkendali.
"Mau sampai kapan kamu tidur terus Dea Diandra?".
Dea terdiam, menarik nafas, mengambil energi yang terkuras, Dea mengerutkan kepala, kepalanya sedikit pusing, mungkin efek tidur terlalu lama.
"Oke" ucap Dea. Kali ini ia membuka seluruh matanya , di diedarkan tatapanya ke segala penjuru ruangan. Lalu ia benar-benar menatap pria, tangannya terlipat di dada, tatapanya tajam dan satu kata untuk dia "monster mengerikan".
Dea lalu beranjak lalu melangkah keluar, mencoba tidak peduli, ia lalu menuju ke pantri, mengambil segelas air Mineral, dan di teguknya. Dea merapikan rambutnya dengan tangan. Raka kini benar-benar tepat di hadapannya.
"Mas, kenapa lagi kesini? Emang tidak ada kerjaan lagi" ucap Dea.
"Pasien dan pacar mas jauh lebih penting deh dari pada Dea" Dea lalu manarik salah satu kursi di hadapannya. Dan duduk, menikmati roti tawar yang sudah diolesi selai coklat kesukaanya.
Raka menarik nafas, "Dengan tindakan kamu seperti ini?" Ucap Raka.
"Dea seperti ini sudah biasa mas, bangun siang, enggak makan, mau pulang larut kek, siapa yang peduli? Oh, mungkin mas baru tahu ya" ucap Dea penuh emosi.
Raka menggertakan bibir, "tapi saya tidak suka kamu seperti ini".
"Mas tenang aja, Dea tidak mungkin melakukan hal-hal yang negatif, Dea enggak mungkin mabuk, tidak mungkin narkoba, apalagi clubbing, Dea hanya ingin tidur seharian, dengan adanya mas disini, mas sudah ganggu ketenangan Dea" ucap Dea.
Raka terdiam, perubahan Dea sungguh drastis, ia berubah tidak peduli, ketus, dan penuh emosi di matanya. Raka dengan cepat menarik Dea, dicengkramnya pergelangan tangan Dea dengan erat, menyentaknya menuju sudut didinding pantri. Dea bergidik ngeri, mencoba memberontak.
"Apa maumu mas, lepasin" Dea meronta-ronta.
"Kamu tahu apa yang akan saya lakukan" Raka dengan cepat mencengkeram erat pergelangan tangan Dea, dan tangan kirinya menarik pinggangnya.
Raka dengan cepat melumat bibir tipis Dea. Dea masih meronta ronta, tenaga Dea tidak sebanding dengan dirinya. Raka semakin melumat bibir Dea. Hingga akhirnya Dea tidak memberontak lagi, Raka memperlambat ciumanya, kali ini Raka lebih berhati-hati.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS, DOKTER AKU CINTA KAMU (TAMAT)
Romance"Dokter jujur saya masih takut". "Jangan takut, saya akan menjaga anda selama operasi berlangsung, saya akan mempertanggung jawabkan semuanya". Dea merasa lega mendengar kata-kata dokter Raka barusan. "Dok, bisa tidak mengantar saya kerumah terlebih...