BAB 20

3.4K 119 0
                                    

"A'a, kapan akan ke rumah?".

"Hari senin ini sayang" ucap Rafa dibalik speaker handphone.

"Yasudah, berarti Dea tunggu ya A'a. Mungkin besok mama pulang ke Jakarta".

"Iya, nanti mama ngajakin makan malam. Pulang kerja A'a jemput ya sayang".

"Iya, A'a hati-hati ya" ucap Dea. Lalu menekan tombo merah di layar ponselnya.

Move on, kata-kata itu selalu dipikirkannya. Dea tahu ia belum sepenuhnya move on dari Raka. Nama Raka selalu bergeliya dipikirannya. Entahlah Raka mempunyai tempat tersendiri di hatinya. Berbagai cara sudah mencoba melupakan Raka tapi percuma.

Jujur saja, ia tidak mencintai Rafa, hanya saja ia akan mencoba menjalin hubungan ini, Dea yakin cinta akan datang dengan seiringnya waktu. Tidak ada yang salah dengan Rafa. Dea juga tahy Rafa mencintainya, selalu ada untuknya. Ia tidak akan menyia-nyiakan pria yang mencintainya dengan sepenuh hati. Ia tidak ingin menyesal di kemudian hari.

Dea tersenyum menatap Rafa yang menyambutnya. Rafa menggengam erat tangannya.

"Bagaimana kerjaan hari" tanya Dea.

Rafa melirik Dea, ia tersenyum, dan masih fokus dengan kemudinya.

"Berjalan dengan lancar, mama senang kita akan menikah".

Dea mencoba menerima Rafa, ia tersenyum, "Mama juga begitu antusias mendengar kabar ini".

"Benar kah? Semoga semua berjalan sesuai rencana ya sayang" ucap Rafa, lalu mengelus rambut Dea.

"Minggu depan A'a akan ke Bangkok, seminggu. A'a ada kerjaan disana. Kamu tidak apa-apa kan A'a tinggal".

"Iya, A'a tidak apa-apa. A'a hati-hati saja disana".

"Iya sayang, maka dari itu A'a harus melamar kamu dulu. Klien A'a ada disana".

"Iya, dengan siapa A'a kesana?".

"Sendiri sayang, kamu kan tahu sendiri Eko sekretaris A'a hendel kerjaan disini".

"Iya, setelah itu...".

Rafa tersenyum, ia melirik Dea, "Setelah itu kita menikah dong sayang".

Dea tertawa, ia membalas genggaman Rafa, "Itu sih maunya A'a".

"Sayang, A'a sudah hampir 31 tahun. A'a tidak muda lagi. Wajar saja A'a akan menikah secepatnya".

"Iya, iya".

Rafa menggenggam erat tangan Dea, di kecupnya punggung tangan itu, "A'a sayang kamu".

Dea tersenyum, "iya Dea juga".

"A'a tidak sabar menunggu hari senin besok".

Dea tertawa, di tatapnya Rafa yang masih fokus dengan setir mobilnya, "iya, sabar".

Sepertinya tidak terlalu sulit untuk menyatukan dua kaluarga. Karena memang keluarga itu sudah saling kenal satu sama lain dan saling menginginkan. Sehingga tidak perlu berbasa-basi, berkunjung menentukan topik pembicaraan.

******

Acara lamaran sesuai dengan rencana. Rafa memboyong keluarganya kerumah Dea. Dengan serah terima dari kedua belah pihak. Keluarga Malik menyambut kehadiran keluarga Bekti penuh suka cita. Acara lamaran dihadiri keluarga inti saja.

Rafa menatap Dea, dengan balutan kebaya berwarna biru toska. Kebaya itu sangat pas ditubuhnya. Rafa tahu Dea keturunan pakistan, karena diturunkan langsung oleh Malik. Tetapi tidak menyurutkan Dea untuk berpakaian sari. Dea menjunjung tinggi budaya Indonesia. Bahwa kebaya adalah pilihan tepat untuk acara formal seperti ini. Kebaya membuatnya lebih percaya diri, dan terlihat lebih anggun.

Susunan acara sudah dirancang sedemikian rupa. Rafa menyelipkan cincin di jari manis Dea. Tanggal pernikahan akan dilaksanakan bulan depan. Pihak dari Bekti tidak bisa menunggu terlalu lama. Semua berjalan cukup lancar, tidak ada halangan.

Setelah acara selesai, diisi dengan acara reuni kedua belah pihak. Sementara Rafa dan Dea di taman belakang.

"Kamu cantik sekali malam ini sayang" ucap Rafa.

"Terima kasih" Dea tersenyum.

"Konsep pernikahan kita mau seperti apa?" Tanya Rafa.

Dea mencoba berpikir, lalu di liriknya Rafa, "Pakistan, india, Dea maunya berbeda dari yang lain".

"Oke, apa lagi".

"Itu saja, sudah cukup".

"Hanya itu saja? List hantaran nanti kasih tau A'a ya sayang" Rafa menarik Dea semakin mendekat.

"Iya".

Rafa menarik pinggang Dea semakin dekat, lalu mengecup puncak kepala Dea. Di kecupnya dengan segenap hati dan jiwanya.

******

Sudah beberapa hari Raka ini pikirannya sudah gila. Ia selalu membuntuti Dea, kemanapun ia pergi. Raka tidak mengerti kenapa ia seperti ini. Jika di bilang gila, ya Raka akui ia memang gila, ia sudah tergila-gila kepada Dea.

Raka tahu, Rafa sudah melamar Dea, karena dirinya menyaksikan itu langsung. Ia hanya menyaksikannya dari kejauhan. Hati dan perasaanya tidak menentu, ia tidak terima atas lamaran Dea. Hari ini, tepat beberapa hari Dea tidak di temani kekasihnya.

Raka mengikuti Dea, hingga wanita itu menuju besment apartemennya. Raka dengan cepat berlari menyusul Dea, ia menarik tangan kurus itu. Wajah itu tidam berubah, seperti biasa, ia masih terlihat cantik. Sontak wanita itu terkejut dengan kehadirannya.

"Mas Raka".

Dea terperangah, tidak percaya dihadapannya adalah laki-laki yang akan ia buang jauh-jauh dari hidupnya.

Raka menatap Dea, "kita harus bicara"

Dea menggelengkan kepala, ia tidak ingin kejadian terulang kedua kalinya. Ia menatap penampilan Raka sama seperti ketika Raka menculiknya ke Bali.

"Tidak mau".

Raka mendekat, "kita harus bicara Dea Diandra" ucap Raka penuh penekanan.

"Apa yang mesti dibicarakan lagi mas, kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi".

"Hubungan kita belum selesai, ingat itu" ucap Raka penuh penekanan.

Raka dengan cepat menarik Dea, ia tidak peduli Dea meronta, menuju mobil SUV yang tidak jauh dari mobil Dea.

"Apa mas mau menculik Dea lagi?" Dea berusaha melepas tangannya.

Raka hanya diam, ia lalu membuka pintu mobil milinya, menyuruh Dea masuk. Dea mengikuti perintah, ia hanya diam. Raka masih tidak menjawab pertanyaan Dea. Ia dengan cepat meninggalkan area bestmen.

****

MAS, DOKTER AKU CINTA KAMU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang