Dea ingin membenturkan kepalanya di didinding. Pikirannya sudah hampir gila, pikirannya mulai tak tenang. Sedari tadi mondar mandir tanpa sesuatu yang jelas. Dea menghentakan kakinya, gemas ingin meraung agar kejadian semalam bisa di ulang kembali. Ia pasti akan menolaknya. Pikiranya mulai sinting, dengan mudahnya ia menerima ciuman pria yang jelas-jelas bukan pacarnya, terlebih lagi Rafa. "Argghhhh, sial " rutuk Dea.
Flasback
"A'a, boleh cium" suara serak Rafa seperti aliran listrik menjalar di permukaan kulitnya.
Rafa memandangnya seolah dialah pusat perhatiannya. Entah setan apa merasuki pikirannya. Dea terdiam dan mengangguk, bibir Rafa tertarik ke atas, senyumnya membuat jantung Dea berhenti berdetak. Hanya satu detik Dea menghitung dalam hati. Bibirnya terasa lembab, seperti hanya sebuah kecupan, kecupan kecupan kecil yang memabukkan. Dea menikmati kecupan-kecupan itu, berubah jadi lumatan yang memabukkan. Dea menikmati setiap inchi ciuman yang di berikan Rafa. Rafa mengisap bibir bawahnya menggodanya dengan lidah. Rafa mempererat pelukkannya.
"A'a " ucap Dea di sela sela ciumannya.
Rafa menjauh kan bibirnya seakan tidak rela di hentikan. Rafa menyungging senyum, merapikan anak rambut Dea yang berantakan.
"Manis" ucap Rafa
Rafa menegakkan tubuhnya. Menyandarkan tubuhnya di sofa. Rasa malu menyelimuti wajah Dea, Dea ikut menegakan tubuhnya di samping Rafa. Perasaan canggung, ingin rasanya melompat dari lantai apartemennya, tidak berani menampakan wajahnya di depan Rafa.
Sama-sama saling terdiam tidak ada yang memulai. Sehingga terdengar suara ketukkan dari balik pintu.
"Sepertinya itu makanan kita" ucap Rafa lalu beranjak dari duduknya, dan melangkah mendekati pintu.
Dea masih mematung, menatap Rafa membawa beberapa bungkusan sterofoam berlabel dari restoran di lantai dasar. Rafa begitu gesit dan cekatan membuka bungkusan sterofoam. Dulu Rafa hanyalah teman satu komplek, dulu ia kurus, dan cengkring. Ia memanfaatkan Rafa karna Rafa baik dan anak berkatong tebal.
Semua permintaanya selalu terkabul Jika bersama Rafa. Entahlah Rafa yang sekarang bermetamarfosis menjadi tampan, tubuhnya tidak lagi cengkring dan kurus, malah sebaliknya tubuhnya berisis, lebih padat, Dea yakin bentuk tubuh seperti itu hasil olah raga yang rutin.
"Mau di lanjutin lagi"
Suara Rafa membuyarkan lamunannya. Otak sarafnya kembali berfungsi. Dea mengerutkan dahi.
"Di lanjutin apa" Dea masih bingung alisnya terangkat di sebelah kanan.
Rafa terkekeh "ciumannyalah".
"Apa???" Sepontan Dea menutup mulut nya dengan tangan.
"Makanya jangan melamun, mupeng gitu wajahnya mandangin A'a, A'a sih it's oke, kita lanjutin lagi mau" Rafa mengedip kan mata.
"Ihh, A'a .....!!!" Wajah Dea merona. Menutup wajahnya dengan bantal.
"Jangan malu gitu sama A'a, A'a udah tau rasanya, rasanya manis. Kalo enggak mikir kamu lapar, A'a bakalan bawa kamu ke kamar kita menikmati surga dunia" goda Rafa.
Dea bergidik ngeri "ih, A'a ngomongnya enggak di sensor".
"Hahaha, yaudah sebaiknya kita makan dulu ya, katanya laper. Kalo A'a sih pengen makan kamu lagi" Rafa kembali menggodanya. Wajah Dea merah seperti kepiting rebus.
Dea beranjak dari posisinya, ingin terjun ke bawah. Saking malunya, lalu mengambil sendok dan memekan hidangan yang ada di hadapannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS, DOKTER AKU CINTA KAMU (TAMAT)
Romance"Dokter jujur saya masih takut". "Jangan takut, saya akan menjaga anda selama operasi berlangsung, saya akan mempertanggung jawabkan semuanya". Dea merasa lega mendengar kata-kata dokter Raka barusan. "Dok, bisa tidak mengantar saya kerumah terlebih...